5 Harapan yang tidak realistis
Beberapa pasangan menikah dengan impian tentang pernikahan yang seringkali tidak realistis. Ingin membangun rumah tangga ideal, punya rumah nyaman, memiliki anak-anak yang rupawan, menyekolahkan anak-anak setinggi langit, dan sebagainya.
Seringkali ilusi romantis seperti inilah yang memicu depresi manakala kenyataannya tak seperti yang diharapkan. Cari uang tak selalu mudah, urusan pekerjaan yang menyita pikiran dan tenaga, dan sebagainya. Belum lagi harapan istri atau suami terhadap pasangannya yang terlalu berlebihan yang bisa menimbulkan kekecewaan. Ini adalah perangkap emosional, jadi tak perlu terlalu muluk-muluk. Realistis sajalah.
6 Tidak memberi ruang gerak
Adakalanya pasangan tidak memberi ruang gerak bagi pasangannya. Contohnya, suami yang memberikan aturan-aturan atau harapan-harapan tinggi kepada istrinya, atau sebaliknya. Mereka tidak memberi ruang bernapas yang dibutuhkan pasangan mereka, sehingga lama-lama justru akan mencekik dan menghancurkan cinta di antara mereka. Kecemburuan misalnya, merupakan salah satu cara fenomena ini memanifestasikan dirinya. Yang lain adalah harga diri yang rendah, yang menjadikan pasangan tak aman untuk menginjak-injak wilayah lain. Ingat, cinta harus bebas dan saling mempercayai.
7 Kebiasaan buruk
Pornografi, judi, kecanduan, dan perilaku buruk lainnya cenderung menciptakan perilaku destruktif.
Selama tahap perkenalan, barangkali perilaku-perilaku semacam ini masih tertutup rasa cinta. Pada beberapa orang, kelemahan dan kerentanan ini tidak diketahui sampai akhirnya terlambat. Kemudian mereka akhirnya kecanduan dan menimbulkan luka bagi tiap anggota keluarga.
Barangkali terdengar lucu, namun sebuah studi menunjukkan, kehancuran pribadi dan rumah tangga sering dimulai ketika dampak kebiasaan atau perilaku ini muncul. Jika kita menjaga hidup kita bersih dan tidak melibatkan diri pada permainan yang dekat dengan tindakan kriminal, maka hal-hal buruk lebih mudah diantisipasi.
8 Business stuff
Berbisnis sah-sah saja, apalagi jika hasilnya sepadan dan bisa menunjang keuangan keluarga. Namun, bisnis juga bisa menjadi ancaman bagi keutuhan rumah tangga.
Contoh jika bisnis gagal. Untuk hal ini, yang paling banyak terkena dampak biasanya adalah kaum pria (suami). Perubahan keuangan inilah yang acapkali memicu konflik di dalam rumah tangga. Tadinya biasa makan enak di restoran, kini harus superhemat karena uang habis untuk membangun bisnis.
KOMENTAR