Tujuannya, untuk mencukupi kebutuhan gizi anak. Namun hati-hati, pemberian yang salah justru bikin anak jadi sulit makan.
Para ahli gizi menganjurkan, anak harus dibiasakan memiliki pola makan yang sehat, yaitu 3 kali makan wajib (pagi, siang, malam) dan 2 kali makan selingan (selingan pertama di antara sarapan dan makan siang; selingan kedua di antara makan siang dan malam). Jadi, pemberian makanan selingan bukan cuma buat anak yang mengalami susah makan atau si kurus saja, melainkan tiap anak. Bahkan, si gemuk pun membutuhkannya karena ia pun masih butuh tenaga yang banyak.
Soalnya, terang dr. Lindarsih Notowidjojo M.Nutr.Sc., anak sangat memerlukan kecukupan gizi untuk proses tumbuh kembangnya yang justru berlangsung amat pesat di usia balita. Tentu saja, kecukupan gizi bagi tumbuh kembang ini diharapkan bisa diperoleh bukan hanya dari makanan selingan, melainkan juga makanan utama/wajib. Kalau tidak, dikhawatirkan pertumbuhan si kecil akan terhambat.
Perlunya pemberian makanan selingan juga didasari atas pertimbangan kondisi fisiologis anak. Antara lain ukuran lambung anak yang relatif kecil, hingga volume atau daya tampungnya amat terbatas. Praktis, pemenuhan kebutuhan gizinya tak mungkin tercukupi hanya dengan sekali makan dalam porsi besar, melainkan harus diisi sedikit-sedikit dengan frekuensi 5-6 kali makan. Tujuannya semata-mata agar proses pengolahan makanan tak kelewat membebani kerja organ tubuhnya, sementara kebutuhannya akan gizi yang baik bisa tercukupi.
KELANJUTAN POLA MAKANAN BAYI
Sebenarnya, pemberian makanan selingan bisa dibilang kelanjutan dari pola/kebiasaan makan yang terbentuk sejak masa bayi. Bukankah seiring pertambahan usia, pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan pertama akan diikuti pengenalan makanan lembut dan akhirnya makanan padat? Nah, di masa bayi, kata Lindarsih, makanan lunak dan makanan padat merupakan makanan selingan.
"Namun selepas usia setahun, makanan lunak dan makanan padat justru menjadi makanan utama, sementara makanan berbentuk liquid menjadi makanan selingan. Tentu dengan adaptasi atau modifikasi semisal agar-agar buah ditambah vla terbuat dari susu," terang dokter ahli gizi dari RS Gleneagles, Lippo-Karawaci, Tangerang ini.
Itu sebab, lanjutnya, pemberian makanan selingan tak boleh melalaikan bentuk makanan itu sendiri. Maksudnya, kita mesti juga memperhatikan konsistensi atau kepekatan makanan tersebut. Sebagai patokan, selalu mulai dari makanan cair, makanan lunak, dan akhirnya meningkat pada makanan padat.
Lain hal untuk anak usia di atas setahun yang sudah bisa mengkonsumsi makanan orang dewasa, "memang ada sedikit kelonggaran dalam pemilihan bahan makanan selingan." Namun kita tetap harus menghindari yang terlalu keras atau berat semisal penganan dari ketan atau yang kelewat merangsang seperti durian.
DUA KALI MAKAN SELINGAN
Tentunya jadwal pemberian makanan selingan harus diperhatikan. Jangan sampai si kecil merasa kekenyangan, lalu akhirnya malah tak mau menyantap makanan utama. Untuk itu, pemberian makanan selingan diatur di antara dua waktu makan utama.
Jika makan utama biasa diberikan jam 7.00-8.00 untuk sarapan dan jam 12.00-13.00 untuk makan siang, misal, makanan selingan bisa diberikan jam 10.00. Sedangkan makanan selingan ke-2 disajikan antara waktu makan siang dan malam atau setelah anak bangun tidur siang, yakni sekitar jam 16.00. Kemudian malam, sekitar sejam menjelang tidur, berikan segelas susu. Jadwal ini berlaku untuk pola makan 5 kali. Sedangkan pola makan 6 kali bisa disisipkan satu kali lagi pemberian makanan selingan, semisal pisang goreng atau roti bakar menjelang tidur.
KOMENTAR