Nah, terdorong oleh keingintahuannya yang besar ini, bisa terjadi si kecil nantinya mencari tahu di luar, yang bukan tak mungkin malah akan membahayakan dirinya. Misal, ia dilarang membantu ibunya memotong sayuran karena harus pakai pisau. Nah, saat ibunya pergi, ia mencoba memotong sesuatu dengan pisau, hingga tangannya jadi terluka. Celaka, kan?
Jadi, tak ada gunanya, kan, kita melarang? Justru kalau kita ijinkan ia membantu, manfaatnya malah banyak buat perkembangan si kecil. Pertama, tutur Evi, kala ia berhasil menolong orang lain, dalam dirinya secara otomatis akan muncul rasa kepuasan. "Anak merasa dirinya berharga untuk orang lain, hingga konsep dirinya pun meningkat bahwa dia mampu melakukan sesuatu untuk orang lain."
Kedua, kebiasaan ini akan mengasah kemampuan motoriknya dan mengembangkan social skill-nya, yaitu sensitivitas atau kepekaan pada lingkungan akan lebih terasah. "Kalau dipupuk terus akan terbawa hingga dewasa. Hingga, di lingkungan mana pun ia berada, kepekaan ini akan terus muncul." Dengan demikian, ia akan diakui di lingkungannya dan mendapatkan banyak teman karena selalu membantu orang lain.
ALIHKAN PERHATIANNYA
Bukan berarti kita enggak boleh melarangnya, lo. Kalau ia ingin melakukan pekerjaan yang berbahaya semisal memotong atau mencuci barang pecah-belah, tentu kita tak boleh mengijinkannya. Hanya caranya bukan dengan serta merta melarang, "Enggak boleh!", melainkan dialihkan perhatiannya dengan cara memberi pengertian kepadanya.
Misal, 'Kak, terima kasih, ya, mau ngebantuin Mama. Tapi sekarang Kakak belum saatnya mencuci gelas kaca ini. Lebih baik Kakak ngebantuin Mama yang lain saja, ya. Tolong,ambilkan Mama sabun cuci di rak sebelah sana itu." Atau, " Mama percaya Kakak bisa membantu Mama, tapi sekarang Kakak belum saatnya membantu Mama memotong sayuran pakai pisau. Kan, pisau ini tajam. Nanti tangan Kakak bisa luka dan berdarah. Kalau Kakak mau bantu, Kakak memotongnya dengan pisau plastik kepunyaan Kakak saja, ya? Atau Kakak ambilkan sayuran yang hendak Mama potong."
Dengan demikian, si kecil jadi tahu mana yang boleh dan tak boleh, mana yang berbahaya buat dirinya dan yang tidak, tanpa mematahkan keinginannya untuk membantu. Pun kalau kita sedang terburu-buru, jangan larang begitu saja keinginannya untuk membantu tapi berilah pengertian, " Mama senang, deh, Kakak mau membantu pekerjaan Mama, tapi sekarang Mama sedang terburu-buru untuk berangkat ke kantor. Bagaimana kalau Kakak membantunya lain waktu saja. Sekarang mendingan Kakak membantu Mama mengelap sepatu Mama."
Lambat laun, si kecil pun bisa memahami dan menerima saran kita, asalkan kita konsisten. Soalnya, terang Evi, cara ini sekaligus bisa melatih si kecil untuk mengembangkan sensitivitasnya pada orang tua, "Oh, sekarang Mama lagi buru-buru, jadi aku lebih baik mengerjakan pekerjaan lain saja. Sebab, kalau aku ikut ngebantuin Mama, bisa-bisa nanti Mama terlambat ke kantor."
SESUAI KEMAMPUAN ANAK
Namun begitu, kita tak boleh melepaskannya melakukan pekerjaan tersebut tanpa diberi contoh. "Orang tua harus memberi tahu cara mengerjakan yang benar itu seperti apa," bilang Evi. Misal, si kecil ingin membantu kita menyapu. Jelaskan padanya sambil dicontohkan, "Begini, nih, cara menyapunya; enggak usah cepat-cepat, pelan-pelan saja agar semua kotoran terbawa sapu. Jangan lupa, kolong meja dan kursi pun harus disapu. Seperti ini, nih, kalau menyapu kolong meja dan kursi. Nah, sekarang Kakak coba latihannya menyapu di kamar Kakak dulu, sekalian membereskan mainan Kakak."
Selain contoh, kita juga harus memfasilitasinya dengan alat penunjang yang tepat. Jangan kita beri ia sapu untuk orang dewasa, tapi beri sapu yang sesuai proporsi tubuhnya. Kita pun harus menyesuaikan dengan kemampuan si kecil. Jangan kita lantas menyuruhnya menyapu seluruh ruangan rumah. Meski tak membahayakan dirinya, tapi untuk anak usia prasekolah, tentu amat melelahkan jika disuruh menyapu seluruh ruangan. Jadi, cukup ia menyapu kamarnya saja, misal.
Tak hanya itu, kita juga perlu mendampingi si kecil saat ia melakukan pekerjaan tersebut. "Keterlibatan orang tua akan menimbulkan dampak positif pada anak. Anak akan merasa disayang atau dipercaya oleh orang tuanya," jelas staf pengajar di Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya, Jakarta, ini.
KOMENTAR