Padahal, soft drink berukuran 600 ml sama dengan mengonsumsi 15 sendok teh gula. Satu potong cake sama dengan 14 sendok teh gula. Sementara Depkes merekomendasikan, konsumsi gula dalam sehari tidak boleh lebih dari 25 gram atau 3-4 sendok makan. Bagaimana dengan lemak? "Gambarannya, satu biji gorengan yang kita makan sama dengan menelan 4 sendok teh minyak goreng, satu biji donat sama dengan makan 3 sendok teh minyak goreng," jelas Astri.
Konsumsi karbohidrat juga menyumbang kenaikan jumlah penderita diabetes. Pola makan orang Asia dan Indonesia khususnya sangat kaya karbohidrat. Sebanyak 80 persen orang Indonesia sehari-hari mengonsumsi nasi yang mengandung karbohidrat tinggi. Jika dibandingkan dengan negara Asia lainnya, konsumsi nasi orang Indonesia termasuk yang paling tinggi, yakni 139 kg/orang/tahun. Sementara orang Jepang hanya mengonsumsi nasi 60 kg/orang/tahun. Lauknya pun karbohidrat. Contohnya mi instan, kentang goreng, dan sebagainya.
Pola Piring
Konsumsi jenis makanan seperti di atas akan menaikkan kadar glicemic index (GI), yaitu satuan pengukuran untuk mengetahui seberapa cepat makanan menaikkan kadar gula darah. "Semakin tinggi GI, makanan semakin cepat diubah menjadi gula darah, sehingga gula darah naik dengan cepat," lanjut Astri. Low GI adalah makanan dengan kadar GI di bawah 55 (skala 0-100).
Selain GI, alat pengukuran lain adalah glicemic load (GL), yang mengukur seberapa cepat makanan menaikkan gula darah, plus berapa banyak kandungan karbohidrat di dalam makanan tersebut. Contoh, nasi putih dan soft drink. Nasi putih memiliki kadar GI lebih tinggi, tapi GLnya lebih rendah. Semakin rendah GL semakin bagus, dengan low GL di bawah 10.
Bagaimana cara menurunkan kadar GI? Tambah asupan makanan yang banyak mengandung serat. Bisa misalnya mengganti nasi putih dengan nasi merah, ganti roti putih dengan roti gandum, dsb. Gunakan "pola piring", yaitu mengatur komposisi satu piring porsi makanan yang kita asup, yaitu setengahnya dengan buah dan sayur, seperempatnya karbohidrat (kalau bisa karbohidrat kompleks yang kaya serat), dan seperempatnya lagi protein.
Smart Sleeper
Faktor berikut yang menjadi penyebab jumlah penderita diabetes makin banyak dengan usia yang lebih muda adalah aktivitas di malam hari. Malam hari seharusnya waktu untuk beristirahat, tapi untuk sebagian orang digunakan untuk bekerja, lembur, nonton teve, dan sebagainya. Belum lagi, gerak kehidupan kini juga berakhir semakin malam, contohnya night sale. Penelitian menunjukkan, aktivitas malam hari ternyata bisa memicu insuline resistance.
Sekarang, banyak dari kita yang mengalami social jetlag, yaitu bangun tidur bukan karena bangun sendiri secara alamiah, tapi karena weker atau dibangunkan orang lain. "Padahal, tubuh punya jam sendiri (circadian clock), yang mengatur kapan tidur, kapan bangun, dan sebagainya. Ketika ini terganggu, maka salah satu dampaknya adalah terjadi insuline resistance," jelas Astri.
Risiko metabolic syndrome (diabetes, jantung, hipertensi) orang-orang yang bekerja shift malam ternyata juga jauh lebih tinggi dibanding day worker. Kurang tidur berpengaruh terhadap hormon di dalam tubuh. Hormon ghrelin (hormon yang memancing napsu makan) akan naik, sementara hormon leptin (hormon yang menekan nafsu makan) akan turun. Itulah sebabnya, orang yang kurang tidur bawaannya jadi lapar, pengin makan terus. Akibat selanjutnya terjadi insuline resistance.
Jadi, orang-orang yang bekerja shift malam atau lebih banyak bekerja di malam hari harus menjadi seorang smart sleeper. Begitu pulang dari lembur, langsung tidur. Kondisikan ruangan atau kamar tidur dalam keadaan gelap, karena cahaya terang akan memengaruhi hormon tubuh. Tidur siang pun harus dikondisikan seperti malam hari.
Selain itu, mereka sebaiknya tidak mengonsumsi alkohol dan kafein sebelum tidur, rajin berolahraga, mengatur porsi makan, hindari karbohidrat di malam hari, serat mengurangi konsumsi gula dan lemak. "Jangan lupa balance life. Jangan cuma kerja, tapi juga berolahraga dan beristirahat."
Hasto Prianggoro
KOMENTAR