"Makan, tuh, komputermu. Aku enggak mau masak!" jerit Rini kepada Adi, suaminya, yang terus-menerus nongkrong di depan komputernya. Yang membuat Rini kesal, hobi Adi berinternet-ria ternyata semakin menggila sehingga tak ada lagi sisa waktu buat dirinya dan anak-anak.
Sebenarnya, enggak salah, kok, bila kita menekuni hobi sekalipun sudah menikah karena hobi bisa membuat keseimbangan hidup seseorang. "Hobi bisa untuk aktualisasi diri sek
Jadi, menekuni hobi banyak manfaatnya, lo. Tapi, sebagaimana hal lainnya dalam kehidupan, selalu ada sisi positif dan negatifnya. Begitu juga hobi. "Jika gara-gara hobi, rumah tangga lantas berantakan, ya, enggak benar, dong," tukas Pembantu Dekan I pada Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, Jakarta ini. Seharusnya, yang punya hobi bisa melihat prioritas mana yang harus dilakukan. "Jika sudah menikah, yang jadi prioritas haruslah keluarga, bukan hobinya." Bukan berarti sesudah menikah kita lantas dilarang menekuni hobi, lo.
Seyogyanya, penekunan pada hobi dengan melihat situasi dan kondisi. Saat masih lajang bolehlah kita berlama-lama menekuni hobi. Bahkan, bila harus mengeluarkan banyak uang demi membiaya hobi, juga tak jadi soal. "Tapi kalau sudah menikah, tentu segalanya jadi beda," ujar Henny. Setelah menikah, terangnya, segala putusan, termasuk yang menyangkut pengeluaran untuk hobi, tak bisa serta-merta diambil. Pasangan mesti dilibatkan dalam pengambilan keputusan tersebut. Oleh karena itu, tak ada salahnya jika hobi tersebut juga ditinjau kembali, apakah menghabiskan banyak biaya dan seberapa pentingnya, sih, hobi itu sehingga harus terus ditekuni.
PERTIMBANGAN WAKTU DAN UANG
Menurut Henny, ada dua hal yang harus dipertimbangkan untuk melanjutkan menekuni hobi setelah menikah, yaitu uang dan waktu. "Jika memang keluarganya sangat berlebihan dalam keuangan, tentu tak akan jadi masalah bila masing-masing anggota memuaskan hobi dan kesenangannya," tutur Henny.
Tak demikian halnya bila ekonomi keluarga sedang-sedang saja atau malah pas-pasan, "banyak hal yang harus diprioritaskan," lanjutnya. Pasalnya, uang kerap jadi masalah bila salah satu pihak menekuni hobinya. Misalnya, kala istri minta uang buat perbaikan mesin cuci, suami selalu bilang tak punya uang. Tapi tak lama kemudian ia malah pulang membawa setumpuk CD baru.
"Ya, tentu pasangannya kecewa dan merasa tertipu, dong." Kasus lain, bisa saja si pasangan malah tega mengambil uang kas rumah tangga hanya demi membiayai hobinya. Ini, kan, sudah keterlaluan. Nah, bila sudah demikian, tak bisa dielakkan lagi, pasti mereka akan ribut terus. Soalnya, suami/istri yang jadi pasangannya harus berulang kali menombok, dipaksa tambal-sulam mencari penghasilan lain. "Coba bayangkan bila ada salah satu anggota keluarga yang sakit, pasti bingung, kan, karena uangnya sudah lari tersedot untuk membiayai hobi pasangannya."
Lain halnya bila uang tak jadi masalah. Namun begitu, kita tetap harus memperhitungkan persoalan waktu, lo. "Sering, kan, terjadi, saking asyiknya menekuni hobi, sampai-sampai urusan anak dan pasangan jadi 'terbengkalai'," ujar Henny. Setiap ada waktu luang selalu digunakan untuk kesenangannya menekuni hobi, bukan malah bercengkerama dengan anak dan suami/istri. Tak heran bila anggota keluarganya lantas protes. Mereka yang hobi memancing, misalnya, kan bisa hampir seharian atau bahkan berhari-hari pergi memancing. Tentu ini tak adil buat anggota keluarganya. Dampak lain, "komunikasi di antara anggota keluarga juga tak akan jalan karena waktu untuk saling bertemu dan mengobrol dengan pasangan serta anak jadi berkurang," lanjut Henny.
LIBATKAN PASANGAN
Jadi, Bu-Pak, untuk mencegah timbulnya konflik, kita harus menentukan prioritas mana yang paling penting dalam rumah tangga. Disamping, saran Henny, libatkan juga pasangan dalam menjalankan hobi. "Siapa tahu pasangan kita malah jadi suka dan ikut menggemari hobi yang sama karena manusia, kan, menyimpan banyak potensi." Bisa saja, kan, ia dulunya mungkin senang juga dengan hobi tersebut tapi tak dikembangkan.
KOMENTAR