Sering pula ditemui penyakit gangguan pencernaan. "Bisa karena bentuk saluran cernanya tak sempurna, bisa pula lantaran ada masalah di atresia duodeni atau usus kecil dan atresia ani." Selain, sering ditemukan infeksi paru-paru, sinus, bahkan leukimia.
OPTIMALKAN KEMAMPUAN ANAK
Dari penyebabnya jelaslah bahwa kelainan ini tak bisa sembuh total. Rata-rata usia harapan hidupnya pun lebih rendah 10 tahun dibanding orang-orang normal. Namun jangan langsung pesimis, ya, Bu-Pak, hingga tak melakukan tindak apa pun. Soalnya, si kecil yang mengalami sindrom down, bila ditangani secara optimal, perkembangannya bisa lebih cepat. Meski tetap tak bisa menyusul perkembangan teman-teman sebayanya yang normal, toh, itu sudah merupakan sebuah kemajuan yang amat berarti. Kita patut bangga dan mensyukurinya. Begitu, kan, Bu-Pak?
Jadi, penanganannya dengan mengoptimalkan potensi atau kemampuan anak lewat intervensi rehabilitasi. Misal, mengajarinya tengkurap, berdiri, mengancingkan baju, dan lainnya sesuai tonggak-tonggak perkembangannya. Tak beda dengan mengajari anak-anak normal, kan? Namun ingat, ya, Bu-Pak, karena anak penderita down sindrom akan terlambat dari tonggak perkembangan yang semestinya, maka mereka punya kurva perkembangan sendiri. Dengan demikian, kita harus lebih sabar dan telaten dalam menghadapinya. "Pembelajaran pada anak sindrom down ini memang lama," tandas Bambang.
Bila sedari usia dini si kecil yang sindrom down diberi banyak rangsangan atau latihan, tentu otaknya makin terlatih hingga perkembangannya pun makin baik. Minimal sejak si kecil usia 3 bulan sudah mulai dilakukan intervensi semisal dalam perkembangan motoriknya. "Kalau sejak usia itu sudah dilatih tengkurap, misal, mungkin ia sudah bisa tengkurap di usia 9 bulan." Sebaliknya, bila didiamkan saja, mungkin ia baru bisa tengkurap di usia 2 tahun.
Dengan demikian, makin dini intervensinya, makin ia tak terlalu jauh ketinggalan dari anak-anak normal yang seusia. Namun bila tak diintervensi, keterlambatannya makin parah hingga akhirnya sulit diatasi. Begitu pun perkembangan mentalnya, harus juga diintervensi sejak dini. Misal, dirangsang dengan sering mengajak bicara. Yang penting, tekan Bambang, "perlakukan anak penderita sindrom down sebagai anak biasa yang punya kekurangan, namun dengan menyadari bahwa penerimaannya memang jauh lebih lambat."
CARI PUSAT PELATIHAN
Bagaimanapun, peran orang tua terhadap anak memang sangat besar artinya, ya, Bu-Pak. Buat anak normal saja peran orang tua sangat penting, apalagi buat anak yang mengalami kelainan semisal penderita sindrom down ini. Itulah mengapa, pesan Bambang, jangan sampai orang tua terlalu lama bersedih atau marah dengan keadaan ini. "Bukan berarti enggak boleh sedih atau marah, ya. Perasaan itu wajar dan amat manusiawi. Hanya jangan sampai anak terlantar hingga potensinya tak berkembang."
Ingat, lo, kita pun harus memikirkan masa depannya. Coba, bagaimana kelak seandainya kita sudah tiada bila si kecil tak pernah dilatih mengurus dirinya sendiri? Padahal, kemampuan mengurus diri sendiri merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan manusia. Nah, kalau ia tak punya kemampuan itu, siapa yang mau mengurusnya kelak sementara kita sudah tiada?
Saran Bambang, segera konsultasi ke dokter anak bila tahu ada kelainan pada anak. "Minta arahan untuk mencari pusat-pusat pelatihan dan pendidikan bagi anak sindrom down yang lokasinya dekat dengan tempat tinggal." Setiap tempat terapi punya program tersendiri yang disesuaikan berat-ringan si penderita dan kemajuannya.
Jadi, sifatnya individual dan pelatihannya juga tak terikat batas waktu. "Bila sudah dianggap mampu pada satu keterampilan, maka meningkat lagi pada keterampilan lebih tinggi. Tentu dilakukan secara bertahap sesuai tahapan perkembangan." Adapun target yang dicapai, anak bisa mengurus dirinya sendiri seperti mandi, sikat gigi, buka pakai baju dan celana, makan-minum, dan lainnya. "Meski IQ-nya cuma berkisar 70, anak sindrom down tetap bisa, kok, mengurus dirinya sendiri bila ia dilatih."
IKUT PERKUMPULAN
KOMENTAR