Marlina, kader Posyandu dari Binjai Sumatera Utara berujar menjadi kader bukanlah hal asing. Sejak kecil ia melihat orangtuanya menjadi kader Posyandu. Dulu ketika masih sekolah, ia hanya membantu sang ibu dalam kegiatan Posyandu yang digelar di rumahnya sendiri.
Kemudian Lurah di lingkungan tempat tinggalnya ingin meregenerasi kader Posyandu, "Saya tertarik. Jadi, sudah tiga tahun terakhir menjadi kader," ujar Marlina. Terus menambah ilmunya, ia juga mengikuti Kelas Orientasi Kader (KOK). KOK merupakan pemberdayaan para kader untuk berbagi ilmu kepada kader-kader baru demi tercapainya revitalisasi Posyandu dan turut mewujudkan generasi muda Bangsa Indonesia yang lebih sehat, lebih cerdas, lebih aktif dan lebih tanggap, dan mendukung tercapainya tujuan Millenium Development Goals. Kegiatan ini telah menjangkau lebih dari 6,500 kader baru.
"Saya semangat menjalani KOK kepada 60 kader di daerah Binjai karena manfaatnya dapat mengembangkan dan memperluas pengetahuan dan pendidikan para kader Posyandu. Semakin banyak kader posyandu terlibat, semakin turut mendukung mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih sehat."
Marlina tak menampik sebagian besar masyarakat, terutama para ibu di lingkungannya masih beranggapan Posyandu itu sifatnya hanya berlaku di tahun pertama anak. "Saya ingin mereka melek manfaat dari Posyandu. Bukan cuma menimbang, mengukur, dan setelah anak diimunisasi usia sembilan bulan lalu mereka tak pernah kembali lagi, Kartu Menuju Sehat juga sudah 'almarhum.' Padahal, anak harus terus dipantau gizi dan tumbuh-kembangnya."
Agar menarik minat para ibu (beberapa dari mereka tinggal cukup jauh untuk menempuh jarak rumah-Posyandu), Marlina pun mengakali cara kreatif, yakni mengadakan sarana PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) sekaligus Posyandu di rumahnya. Harapan Marlina, agar sosialisasi tentang pentingnya peran Posyandu dapat membuat para ibu jadi semakin pintar, "Mereka itu suka berbagi ilmu dari pengalaman membesarkan anaknya. Jadi, kami saling bertukar ilmu."
Ada pula Vita O Maniagala, kader Posyandu dari Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menjadi pemenang kategori Kader Posyandu Peduli TAT Terbaik Tingkat Nasional 2013. Dari pengalaman pribadi sebagai ibu, Vita tergolong rajin ke Posyandu memantau pertumbuhan bayinya. Melihat antusiasmenya itu, ibu PKK di Kelurahan rumahnya menghubungi Vita untuk membantu jadi kader Posyandu. "Awalnya hanya ada dua kader. Selang dua tahun bertambah jadi lima orang." Vita mengaku setelah mengikuti Kelas Orientasi Kader, ilmu yang ia dapat ditularkan lagi pada kader di Posyandu-posyandu yang ada di desanya. "Kalau bisa kegiatan kelas kader ini diberikan untuk seluruh Posyandu se-Indonesia," harapnya.
Kemenangan yang ia peroleh tentu hal yang amat membanggakan bagi Vita dan Posyandu tempatnya bernaung. Para dewan juri menilai bahwa Kader Terbaik Posyandu Peduli TAT tingkat Nasional mampu menjadi teladan, penggerak, motivator, komunikator, pendamping dan pemberi pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat dalam mewujudkan Posyandu Peduli TAT.
Vita juga berujar, dulu agak sulit untuk meyakinkan masyarakat di daerahnya agar mau berkunjung ke Posyandu. Ada semacam tradisi kuno dimana bayi yang baru lahir harus diasapi dulu. Meski akibatnya fatal bagi pernafasan, mereka tetap jalankan ritual ini. Perlahan Vita bersama kader lain berupaya mengedukasi masyarakat lewat sinergi bersama para dukun bayi di desanya. Cara ini berhasil. Kini, tak ada lagi praktik adat, tapi para ibu malah semangat datang ke Posyandu meski harus menempuh perbukitan dan jarak yang jauh.
Ade Ryani
KOMENTAR