Terapi Gusi
Perawatan mulut dan gigi ini memang merupakan sesuatu yang baru dan hanya penemunya, drg. Grace MI. Susanto yang melakukannya di kliniknya yang berlokasi di Semarang. Grace mengaku menemukan terapi gusi pada tahun 1999 ketika ia melakukan pembersihan karang gigi (calculectomy) dan curettage alias pembersihan jaringan gingiva kepada beberapa pasiennya.
"Saya tidak tahu kenapa setelah dilakukan kedua perawatan itu, pasien saya banyak yang mengaku kondisi kesehatan tubuhnya lebih baik. Keluhannya reda," terang Grace yang belakangan menamai metode perawatannya sebagai "Terapi Gusi". Tahun 2003, suami Grace yang berprofesi sebagai pakar anatomi tubuh, membantu Grace menemukan korelasi antara gigi dan tubuh. Alhasil, Grace semakin teryakinkan dengan terapi gusi.
Grace juga menggabungkan antara terapi gusi dengan diet berdasar golongan darah. Pasien yang selesai diterapi disodori daftar bebagai jenis makanan dan minuman yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi. Tujuannya, agar keluhan gangguan kesehatannya tidak kambuh lagi. "Tanpa kita sadari, kesehatan gigi dan mulut dapat berpengaruh secara signifikan terhadap organ tubuh kita. Misalnya, orang yang makan makanan yang dimasak dengan vetsin, akan berpengaruh pada warna gusinya," papar Grace.
Singkat cerita, banyak pasien dengan gangguan kesehatan beragam datang kepada Grace. Mulai dari migrain, asam urat, nyeri punggung, bahkan jerawatan dan rambut rontok. "Pasien saya, seorang karyawati bank yang rambutnya rontok ketika pasien itu datang lagi, dia menunjukkan rambutnya yang mulai tumbuh subur setelah melakukan terapi gusi. Menurut saya ini semua karunia Tuhan kepada saya," terang Grace yang memiliki pasien mulai dari anak-anak hingga kakek-nenek sebab terapi gusi tidak mengenal batas usia.
Terapi gusi dilakukan sesuai keluhan pasien dan lamanya proses tergantung kondisi radang dan gusi. Saat terapi dilakukan, hanya jaringan mati di jaringan gusi yang berkaitan dengan keluhan gangguan kesehatan yang dibuang. Selanjutnya, darah kotor yang menempel pada pinggiran gusi akan dikeluarkan karena itulah yang menyebabkan banyak gangguan kesehatan. Sementara perawatan dari luar adalah pembersihan karang gigi.
Dari letak gigi yang mengalami peradangan dapat diketahui pula bagian tubuh yang mengalami gangguan kesehatan. Misalnya, gigi seri atas, biasanya ada gangguan mata dan ubun-ubun. Gigi premolar atas ada gangguan telinga atau kepala. Namun Grace buru-buru mengingatkan, keluhan gangguan kesehatan pasien bisa kambuh bila ia melanggar pantangan makan yang tidak sesuai golongan darahnya. "Jadi sebenarnya tidak ada perawatan khusus pascaterapi gusi. Pasien harus disiplin menjaga makanan dan minuman yang harus dia konsumsi sesuai golongan darahnya," pungkas Grace.
Hypnodontia
Melawan rasa sakit gigi dengan pikiran ternyata mungkin dan bisa saja dilakukan dengan terapi hypnodontia. Dokter gigi dan spesialis bedah mulut drg. Chairunnisa Amarta Sp.BM., M.NLP, menjelaskan, saat prosedur dilakukan, hypnodontis akan meminta pasien untuk membawa alam sadarnya ke keadaan yang sangat nyaman dengan menggunakan bahasa yang positif, tepat, dan tidak mengarah pada rasa sakit. Tujuannya, agar pikiran pasien dapat dialihkan menjadi sugesti. Contohnya, "Oke, nanti kalau saya katakan selesai, rasa bahagia yang saat ini Anda alami akan berganti menjadi kesadaran. Secara perlahan, Anda akan menyiapkan tubuh Anda menjadi sadar kembali." Artinya, pikiran pasien dikendalikan oleh pikirannya sendiri dan dokter hanya bertugas sebagai fasilitator sekaligus mengarahkan.
Namun sebisa mungkin, rasa nyaman itu sudah diciptakan dari sebelum pasien masuk ke dalam ruang praktik. Misalnya, dengan mendesain ruangan ala butik, menggunakan pewangi ruangan beraroma bunga atau buah, memakai cat dinding berwarna, menyediakan musik dan film. "Warna putih dan bau rumah sakit, kan, terkadang membuat pasien merinding duluan," ujar wanita yang biasa disapa Irun ini.
Dengan adanya hypnodontia ini, Irun tidak lagi menyarankan anestesi saat perawatan dan tindakan besar atau kecil pada gigi. Tapi, boleh-boleh saja jika pasien menginginkannya. "Padahal kalau pasien mau benar-benar percaya dengan kekuatan pikirannya sendiri, bisa, kok, tidak merasakan rasa sakit meski tidak disuntik. Jadi saya suntik sedikit," cerita Irun. Artinya, dari satu ampul anestesi yang berisi 2,5 cc, hanya sekitar 0,1 cc- 0,2 cc dari satu ampul anestesi dan biasanya digunakan untuk memblok satu gigi.
Setelah area yang sakit disuntik, Irun akan melakukan penjalaran anestesi dengan ketukan pada gigi. Ketukan hypnodontia ini akan menjalarkan rasa kebal lebih luas lagi. "Saya akan mengatakan, 'Usahakan pikiran Anda tetap nyaman dan rasakan rasa kebal itu menyebar lebih luas lagi' kepada pasien." Nah, dengan bantuan ketukan tadi, gigi yang terblok bisa bertambah 3- 4 gigi, jadi pasien tidak perlu lagi mengonsumsi obat penahan rasa sakit.
Selain menghilangkan rasa sakit, hypnodontia ternyata dapat menghentikan gaging reflex (keluhan sensitif berlebihan pada gigi), mengatasi ludah berlebih akibat sakit gigi, mengurangi kebiasaan gigi mengerat saat tidur, dan menghentikan pendarahan. Masih menurut Irun, pada beberapa tahapan, efek hypnodontia bisa membantu mengeluarkan enzim betalaktamase yang biasa terdapat pada antibiotika. "Hypnodontia juga bisa dilakukan sebagai pengganti obat penenang. Setelah mindset pasien dibentuk, esok pagi pikirannya akan lebih tenang dan ikhlas. Jadi otomatis penyembuhannya bisa lebih bagus," jelas Irun.
Rini Sulistyati, Ester Sondang
KOMENTAR