Diana merasa tak ada yang salah ketika ia berangkat tidur malam sebelumnya. Namun, paginya ketika bangun tidur, ia merasa lehernya nyeri dan sakit. Saat ia berusaha menengok ke arah kiri, sakit itu bertambah terasa. Ia nyaris tak bisa menengok tanpa menggerakkan seluruh bagian kepala dan tubuhnya.
Apa yang dialami Diana kerap disebut awam sebagai "salah bantal" atau sering juga disebut "tengeng" (bahasa Jawa, Red.) Yang terjadi sebetulnya adalah otot leher tegang (spasme). Menurut Dr. Amendi Nasution, SpRM (K), dokter spesialis Rehabilitasi Medik dari Brawijaya Women and Children Hospital, Jakarta, "Salah bantal ini terjadi akibat tidur dalam posisi yang sama dalam waktu yang relatif lama. Jadi, bukan salah posisi, melainkan posisi tidur yang sama, tidak berubah selama berjam-jam."
Posisi yang tidak berubah ini membuat otot leher harus terus-menerus berkontraksi di satu sisi leher saja. "Terbayang, kan, bagaimana akibatnya? Contohnya saja, kalau kaki kita harus terus menerus berkontraksi. Yang terjadi adalah kram. Nah, kira-kira salah bantal seperti itu, meskipun lebih ringan ketimbang kram," ujar Amendi.
Posisi Tidur
Kenapa seseorang bisa mengalami "salah bantal"? Posisi tidur memang tidak sama antara satu orang dengan orang lainnya. Ada orang yang ketika tidur nyaris tidak bergerak dan posisi tidurnya tetap sama, dari berangkat tidur sampai bangun tidur. Tapi, ada juga orang yang tidurnya "berantakan," ketika berangkat tidur kepala ada di arah timur, tapi ketika bangun tidur kepalanya sudah berada pada arah sebaliknya. "Nah, orang yang tidak bergerak selama tidur lebih mudah mengalami salah bantal. Sementara yang tidurnya "heboh" lebih aman, karena ototnya bergerak, tidak berada pada satu posisi terus-menerus," terang Amendi.
Selain itu, "salah bantal" juga bisa terjadi karena jenis bantal yang digunakan. Bisa karena bantalnya terlalu keras atau bantalnya terlalu tinggi. Bantal yang terlalu tebal, terlalu keras, atau terlalu tinggi akan membuat posisi kepala menjadi mendongak, sehingga mau tidak mau otot di kanan kiri leher akan tertarik (kontraksi). Juga otot belakang yang biasanya menjalar ke atas sampai otot bahu.
"Salah bantal" bisa terjadi pada siapa saja dan pada segala usia, bahkan anak kecil sekalipun. Cuma, pada anak-anak, otot leher masih bagus dan masih lentur, sehingga lebih jarang yang mengalaminya. "Kalaupun ada anak-anak yang salah bantal, begitu bangun, otot leher mereka akan langsung kembali lentur. Sementara pada orang dewasa, otot leher tidak lagi lentur karena lebih tebal, sehingga butuh waktu untuk merelaksasi otot," lanjut Amendi.
Tanpa Bantal
Meski memang bukan gangguan yang membahayakan jiwa, tapi "Salah bantal" tetap tidak boleh dianggap remeh. Yang jelas, penderita akan merasa tidak nyaman (discomfort). Bayangkan jika selama 2-3 hari kita tidak bisa menengok dan leher terasa sakit. Jelas akan sangat mengganggu aktivitas, kan? Bisa berbahaya kalau terjadinya sering dan terus-menerus karena bisa menyebabkan saraf terjepit, meskipun sangat jarang terjadi.
"Salah bantal" juga jarang mengakibatkan otot leher tidak bisa balik lagi. "Memang, biasanya kalau terjadi berulang-ulang atau sering terjadi, akan lebih susah balik dan harus diterapi," kata Amendi.
Untuk mengatasi "salah bantal", bisa diberi obat dan diterapi. "Obat yang diberikan adalah obat untuk menghilangkan rasa nyeri dan obat untuk merelaksasi otot. Yang lebih bagus adalah dengan dipanasi menggunakan alat khusus, sehingga otot jadi lentur dan aliran darah lancar. Pasalnya, pada saat otot mengalami spasme, aliran darah terhambat. Pemanasan ini bisa langsung dilakukan begitu terasa, sambil minum obat. Malam harinya boleh diberi semacam balsem supaya hangat (relaksasi)," saran Amendi.
KOMENTAR