Apa jadinya jika labrakan dilakukan dengan hati dan kepala panas?
Sensasional! Itulah kesan yang merebak dari kasus-kasus istri yang melabrak kekasih gelap suaminya. Cinta segitiga Halimah, Bambang Tri, Mayang Sari tentu belum hilang dari ingatan. Yah, kira-kira seperti kisah mereka itulah gaya melabrak yang brutal. Banyak pengamat lantas menyayangkan posisi Halimah yang bisa jadi melemah di hadapan hukum. Karenanya, melabrak dengan kekerasan memang amat tidak disarankan. Selain tidak efektif, ya itu tadi akan merugikan pihak yang justru ingin memperjuangkan haknya.
Kalau begitu, bagaimana cara yang efektif? Simaklah pengalaman berikut.
BERI SUAMI PILIHAN
IBU S, di Bekasi
"Saat menemukan SMS mesra di ponsel suamiku aku berusaha bersikap tenang. Lalu dengan tangan bergetar kuberanikan memencet nomor telepon wanita itu. Proses interogasi pun berlangsung. Aku bertanya apakah dia mengenal dan sering mengirimi SMS. Dia menjawab 'ya' dan mulai ketakutan dan menegaskan tidak ingin mengganggu keluarga kami. Agar bisa mengorek percintaannya dengan suami lebih jauh, aku pun menjawab tenang, 'Enggak apa-apa, Mbak, saya tidak marah. Kita sama-sama korban lelaki.'
Kata-kata tersebut ternyata ampuh untuk membuatnya terus terang. Berdasarkan keterangannya, mulanya dia hanya menjadi tempat curhat suami. Akhirnya, semakin lama hubungan semakin erat. Itu jelas pukulan telak buatku. Di akhir percakapannya, dia berjanji tidak akan kontak lagi dengan suamiku.
Selanjutnya, aku memberanikan diri berbicara dengan suami. Mulanya dia tak mau terima dan malah menuduhku memfitnah. Setelah kuceritakan, aku telah menghubungi dan mengobrol banyak dengan wanita itu, dia diam seribu bahasa. Akhirnya, aku memberikan dua pilihan, aku atau wanita itu. Kalaupun harus berpisah, itu mungkin jalan yang harus kuterima. Akhirnya, hatiku lega begitu suami mengatakan, 'Aku memilih kamu'. Sejak itu, aku tidak lagi ditakutkan bunyi SMS."
MINTA BANTUAN PSIKOLOG
KOMENTAR