Bagaimanapun dalam kehidupan seksual pastilah ada saat-saat di mana istri atau suami menolak. Sayangnya, tak setiap pasangan bisa menerima penolakan tersebut. Khususnya suami, seperti dituturkan Gerard, "Ada sebagian suami yang cenderung 'main sikat' saja. Ia tak peduli istrinya sedang menstruasi atau kelelahan."
Hal ini, menurut Gerard, lebih tergantung pada sifat si suami. "Kalau orangnya keras dan egois, ia tak akan bisa menerima penolakan itu. Pokoknya, ini adalah kewajiban kamu, jadi kamu tak berhak menolak." Lain halnya bila si suami sangat fleksibel dan mencintai istrinya secara utuh, maka ia tak akan bersikap demikian, "Istriku, kan, sudah banyak berkorban untuk saya. Jadi, apa salahnya kalau aku juga berkorban untuknya."
Idealnya tentulah suami/istri mau bersikap toleran terhadap penolakan pasangannya selama alasannya memang sah. Sebaliknya dari pihak yang menolak diharapkan juga ada toleransinya terhadap kebutuhan pasangannya. Jadi, kendati sedang tak ingin berhubungan, apa salahnya bila ia mau berkorban untuk memenuhi kebutuhan biologis pasangannya. Toh, hal itu bisa dilakukan dengan berbagai cara, tak melulu harus dengan melakukan coitus. Misalnya, lewat sentuhan, pijatan, dan sebagainya.
Apalagi, seperti sudah dipaparkan di atas, mood pada wanita sebenarnya bisa dimunculkan. Sehingga sebenarnya masih bisa diatasi. Tinggal tergantung kedua-belah pihak bagaimana caranya menimbulkan mood tersebut. Bahkan, pada pria pun sebenarnya mood tersebut bisa dimunculkan. Seperti dikatakan Gerard, "Mood pria bisa muncul jika memorinya memang menginginkan, produksi sel maninya penuh, maupun setelah ia membaca buku (seks, Red.) atau melihat istrinya tanpa busana." Hanya memang, pada pria lebih sulit dibangkitkan mood-nya ketimbang wanita."
Bila istri kerap menolak dengan alasan tidak in the mood, saran Gerard, cari tahu penyebabnya lalu diatasi. Misalnya, karena kelelahan akibat pekerjaan di kantor yang bertumpuk. "Beri tahu atasan atau atur kembali jadwal kerja, sehingga tak kelelahan lagi begitu pulang ke rumah." Bila perlu, diskusikan hal tersebut dengan suami. "Karena bisa jadi ia tidak mood lagi lantaran tak percaya suaminya akibat si suami 'bermain' dengan orang lain. Atau ia terlalu rendah diri sehingga harus terus diyakinkan akan cinta suami, dan sebagainya."
Bisa jadi juga masalahnya terletak pada suasananya. Misalnya, istri lebih menyukai suasana yang romantis atau foreplay tertentu. "Nah, bicarakanlah hal itu dengan suami. Jangan malu untuk mengungkapkannya. Dengan demikian suami jadi tahu dan bisa memenuhi kebutuhan si istri."
SEKS BUKAN YANG TERPENTING
Dalam perkawinan, terang Gerard, dibutuhkan semangat berkorban dan pengendalian dalam pergaulan suami-istri. "Cinta dalam perkawinan adalah cinta memberi. Kalau cintanya menerima, tidak memberi, maka akan jadi bahaya bagi hubungan suami istri selanjutnya." Dengan demikian, kalau hubungannya baik, maka kehidupan seksnya juga baik.
Yang juga harus diingat, lanjut Gerard, seks dalam perkawinan memang penting, namun bukan yang terpenting. "Yang paling penting ialah kebersamaan. Dan kebersamaan bisa muncul hanya bila dipupuk melalui semangat berkorban, saling memberi-menerima, serta kemesraan." Namun yang disebut terakhir, jelasnya, bukanlah semata nafsu birahi, melainkah harus ada keinginan untuk memuaskan, baik diri sendiri juga pasangannya. Tentunya tanpa unsur paksaan.
Indah Mulatsih/nakita
KOMENTAR