Ternyata, mengenalkan anak pada bentuk dan warna bisa mengembangkan kecerdasan, lho. Bukan hanya mengasah kemampuan mengingat, tapi juga imajinatif dan artistik, pemahaman ruang, keterampilan kognitif, serta pola berpikir kreatif.
Di usia batita, menurut Drs. Hapidin, MPd. , anak memang harus dikenalkan pada bentuk dan warna. "Malah, pengenalan bentuk dan warna merupakan salah satu komitmen pendidikan yang dilontarkan oleh pakar pendidikan dari Jerman, John Hendrick Pestalozzi. Dia mengatakan, pembelajaran pada anak batita harus menekankan pada AVM, yaitu Auditory, Visual dan Memory," tutur Ketua Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Fakutas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta ini.
Soalnya, pengenalan AVM sangat berpengaruh pada perkembangan intelektual anak. Hasil penelitian menunjukkan, pengetahuan yang kita miliki, 74 persennya diperoleh dari kemampuan visual, 12 persen dari pendengaran, dan sisanya dari sumber pengetahuan lain. Itulah mengapa, pengembangan auditori-visual (pendengaran-penglihatan) merupakan pintu gerbang untuk masuknya pengetahuan dan berkembangnya semua fungsi intelektual anak.
SEJAK USIA 40 HARI
Sebenarnya, ujar Hapidin, pengenalan ini sudah bisa dimulai saat bayi usia 40 hari atau malah 2 minggu, "karena saat itu bayi mulai 'melihat' dunia luar dengan jelas sehingga akan berpengaruh pada kemampuan mengingat atau memorinya." Tapi pengenalan di usia 40 hari ini bukan berarti an sich pada usia itu, lho. Maksudnya, inilah saat tepat bagi orang tua untuk menguji apakah kemampuan mengamati melalui matanya dan kemampuan auditori bayinya normal atau tidak. "Nah, ini, kan, enggak perlu harus ke dokter untuk serangkaian tes yang butuh waktu dan biaya tak sedikit."
Dengan pengenalan itu, lanjutnya, kita bisa memperoleh manfaat ganda, yakni mengecek pendengaran dan penglihatan bayi sekaligus mengasah kemampuannya. Misal, dengan menggunakan kerincingan warna-warni. "Perdengarkan dari sebelah kiri dan kanan. Kalau fungsi auditorinya berjalan bagus, pasti ia akan segera mencari-cari dan menoleh pada bunyi kerincingan itu. Nah, sewaktu ia melihat benda tersebut, bukankah ia 'belajar' mengenal warna dan bentuk sekaligus berorientasi pada bunyi?"
Namun dalam memperkenalkan warna pada bayi, hendaknya warna primer atau dasar dulu, yaitu merah, biru, dan kuning. Pengenalannya pun satu per satu, baru kemudian kombinasi dua warna, dan seterusnya kombinasi tiga warna. "Pengenalan ini akan terekam dalam ingatan anak."
Selanjutnya, proses pengenalan kembali atau recognizing mengenai warna akan didapat anak melalui interaksi sosial. Misal, "Sepatu Adek yang warna kuning mana, ya?" Hendaknya pengenalan kembali diaktifkan sejak anak usia 1 tahun, yaitu ketika ia mulai bersosialisasi dengan lingkungannya. Menurut Hapidin, jika orang tua telaten, hasilnya akan tampak kala anak usia 1-2 tahun. Ketika diminta mengambilkan/menunjukkan sebuah benda berwarna merah, misal, ia bisa melakukannya dengan benar. Jadi, tak perlu lagi kita berteriak mendiktenya, "Perhatikan, ya, ini warna merah!" Begitu pula dengan pengenalan bentuk, sebaiknya juga dikenalkan sedini mungkin. Meski saat itu anak pasti belum mengerti apa bentuk benda yang dipegangnya, biarkan ia meraba-raba bantal dan gulingnya, kerincingan, dan "radio" kesayangannya yang berbentuk boneka atau binatang lucu. Pengenalan sederhana inilah yang kelak akan menuntunnya untuk mengenal aneka bentuk benda.
KENALKAN SEMUA BENTUK
Hapidin yakin, kemampuan arsitek seni tata warna dan tata letak bisa sedemikian berkembang hingga menghasilkan karya yang bagus sekali bila sejak bayi sudah diberikan pengenalan. "Anak, kan, enggak mungkin bisa membedakan mana yang segitiga, segi empat, lingkaran, silinder, atau setengah lingkaran, dan sebagainya kalau sebelumnya ia tak pernah mengenal bentuk-bentuk tersebut." Jadi, tegasnya, memang harus distimulasi karena kemampuan itu enggak datang tiba-tiba dengan sendirinya.
Dengan demikian, saat masuk usia sekolah bukan tak mungkin anak sudah pandai membuat rancang bangun sederhana dari berbagai bentuk dan bidang. Kemampuan imajinasinya pun semakin "hidup", hingga ia bisa
berteriak bangga, "Eh, lihat, ini rumahku!" Atau tak sedikit pula yang mampu mendisain bangunan istana dengan konsep warna yang betul-betul cemerlang. Dengan kata lain, kemampuannya memilih dan menempatkan bentuk-bentuk seperti lingkaran, segitiga, persegi panjang, bujur sangkar dan sebagainya sungguh mengagumkan. "Saya sampai nyaris setengah percaya kalau itu karya seorang murid TK, lho," komentar Hapidin penuh kekaguman.
Itulah mengapa, tekan Hapidin lagi, seyogyanya sejak usia bayi, anak sudah diperkenalkan pada bentuk dan warna. "Orang tua tak perlu bingung untuk menentukan bentuk apa saja yang perlu diperkenalkan dan mana yang harus diprioritaskan. Tak cuma terbatas pada bentuk yang beraturan seperti segi tiga, segi empat, dan seterusnya, tapi semua bentuk."
KOMENTAR