"Aduh, gimana, ya, Dok? Anak kami terbangun saat kami sedang berhubungan intim." Begitu kegusaran yang kerap dilontarkan orang tua yang "kepergok" oleh sang anak saat memadu kasih sebagai suami istri. Apa pun alasannya, tegas DR. Gerard Paat, MPH, "Jelas salah orang tua, dong! Kenapa sampai begitu ceroboh berintim-intim di depan anak!" Meski saat itu si anak sudah tidur, misalnya, risiko bakal terbangun selalu ada. Padahal, lanjut seksolog dari RS St. Carolus-Jakarta ini, persetubuhan merupakan sesuatu yang tak boleh dilihat anak usia berapa pun. "Kecuali bayi, lo!"
Sebab, di mata anak, persetubuhan akan memberi kesan atau persepsi negatif tentang hubungan pria dan wanita. Benaknya akan dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan seperti, "Bapak jahat banget, sih, berkelahi sama Ibu!" Atau, "Kok, Bapak bisa kalah begitu sama Ibu?", misalnya kalau kebetulan posisi si ayah di bawah. Setidaknya si anak akan menganggap ayahnya jahat telah menyakiti ibunya.
Celakanya, kalau sudah telanjur tertanam persepsi negatif semacam itu sulit sekali untuk mengubahnya. Sementara persepsi negatif tersebut jelas akan sangat mempengaruhi hubungannya dengan lawan jenis. Termasuk relasi sebagai suami istri saat si anak kelak berumah tangga. "Pokoknya, sama sekali enggak ada dampak positifnya. Jadi, lebih baik hindari jangan sampai keteledoran semacam itu terjadi. Dan jangan pula mengkambinghitamkan keterbatasan kamar untuk melanggar aturan tersebut."
Dampaknya mungkin tidak akan kelewat fatal kalau saat melihat persetubuhan tadi si anak minimal sudah berusia 3 tahun. "Meski tetap sulit, mungkin lebih mudah solusinya karena paling tidak anak sudah bisa diajak omong atau dijelaskan bahwa itu bukan ajang saling menyakiti. Melainkan suatu pernyataan rasa sayang." Untuk memastikan bagaimana dampak buruk pada anak, Gerard menganjurkan untuk minta bantuan ahli, yakni psikolog atau psikiater. "Jangan pernah bersikap sok tahu menanganinya sendiri."
Yanti
KOMENTAR