Mengapa bisa terjadi satu dokter dengan dokter lain berbeda diagnosisnya? Mengapa pula tak disarankan berpindah dokter dalam waktu relatif cepat?
Wajah Tine tampak pucat. Suhu tubuhnya meningkat drastis. Sesekali dia menyeringai sambil menahan perutnya yang dikeluhkan nyeri melilit-lilit. Oleh dokter, bocah umur 12 tahun ini dinyatakan terkena sakit mag. Namun beberapa hari kemudian, meski obatnya sudah habis, rasa sakitnya tak kunjung hilang. Ayahnya lalu membawa Tine berobat ke dokter lain. Hasilnya sungguh mengejutkan. Ia dinyatakan mengalami pembengkakan usus buntu, hingga harus segera dioperasi.
Pengalaman serupa agaknya sering dialami banyak orang. Tak heran kalau kerap muncul keluh-kesah, "Sial! Capek-capek kami buang uang dan waktu untuk berobat, tapi hasilnya, kok, begini?" Atau, "Apa anakku mau dijadikan kelinci percobaan?" dan "Gimana penyakitnya mau sembuh? Diagnosis penyakitnya saja beda-beda!"
Menurut dr. H. Muljono Wirjodiardjo, M.D., Ph.D., dari RS Internasional Bintaro, Tangerang, perbedaan diagnosis di kalangan dokter mungkin saja terjadi. Baik perbedaan pendapat antara dokter umum dengan dokter umum, dokter umum dengan dokter spesialis, dokter spesialis dengan dokter spesialis, bahkan perbedaan pendapat dari dokter itu sendiri. Perbedaan diagnosis seperti ini umumnya terjadi bila pasien yang menderita penyakit spesifik diperiksa oleh dokter umum. Otomatis, ia membutuhkan pemeriksaan ulang secara lebih detail oleh dokter yang lebih ahli.
FAKTOR PEMICU
Menurut Muljono, banyak faktor yang memungkinkan penegakan diagnosis menjadi berbeda-beda, di antaranya 4 hal berikut:
* Perbedaan Kajian Ilmu
Yang ini umumnya terjadi antara dokter umum dengan dokter spesialis karena dokter umum biasanya belum secara spesifik dan mendalam mempelajari penyakit tertentu. Dokter spesialis anak, contohnya, tentulah diharapkan lebih mengetahui kondisi anak dibanding dokter umum. Demikian pula di antara dokter spesialis anak sendiri yang memiliki subspesialisasi berbeda-beda, di antaranya spesialis paru-paru anak, sepesialis jantung anak, spesialis ginjal anak dan sebagainya. Jadi, hasil pemeriksaan yang dilakukan dokter spesialis anak tanpa subspesialis boleh jadi berbeda dengan dokter spesialis anak yang memang mendalami paru-paru, jantung, atau ginjal anak. Besar kemungkinan si dokter kedua akan melakukan pemeriksaan lebih komplet dan mendalam terhadap organ tubuh yang menjadi kajiannya karena itulah bidang keahliannya.
* Perbedaan Jam Terbang
Perbedaan diagnosis mungkin saja terjadi antara dokter yang jam terbangnya masih rendah dengan dokter yang lebih senior. Berdasarkan temuan, dokter senior pastilah kaya pengalaman, hingga umumnya mampu mendiagnosis secara lebih tepat. Contohnya, "Dari suara tangis seorang anak saja dokter yang berpengalaman sudah bisa menebak penyakitnya."
* Kondisi Anak Saat Sakit
Sewaktu melakukan anamnesis, dokter yang menangani jelas membutuhkan bantuan dan kerjasama dari pasien. Di antaranya, pasien harus bisa mengungkapkan keluhan-keluhan yang dirasakan. Bila pasien tidak kooperatif saat berhadapan dengan dokter pertama, bisa saja penegakan diagnosisnya melenceng. Padahal ketika berhadapan dengan dokter kedua dia sangat kooperatif dan bisa menuturkan semua keluhan yang dirasakannya dengan baik, maka diagnosis yang melenceng pun bisa diluruskan.
KOMENTAR