Tentunya kita perlu bangun lebih pagi dari anak. Kalau kita dan anak sama-sama bangun jam 6, misalnya, maka yang terjadi adalah kehebohan karena semuanya akan tergopoh-gopoh. Terlebih lagi bila kita juga sibuk menyiapkan diri sendiri untuk berangkat ke kantor. Bisa-bisa semuanya malah jadi berantakan. Itulah mengapa kita perlu bangun lebih awal dari anak agar kita bisa punya waktu untuk keperluan kita dan anggota keluarga lainnya lebih dulu. Setelah semua urusan tersebut beres, barulah kita bangunkan si kecil. Dengan begitu, kita jadi bisa lebih tenang dan sabar dalam menghadapi si kecil yang malas-malasan bangun.
"Anak yang dihadapi dengan kalem akan lebih cepat menurut ketimbang jika dihadapi dengan heboh, biasanya akan semakin mengambek," kata Mitha. Kemudian, pada saat membangunkannya lakukanlah dengan cara-cara yang membuat anak senang. Misalnya, dengan memeluk, mencium, membunyikan weker yang bunyinya disenangi anak, membawakan susu buatnya, membuka jendela kamarnya sehingga sinar matahari masuk, atau menggendongnya hingga ke depan kamar mandi. Bukan malah dengan omelan dan ancaman segala macam, "Nanti Mama siram pakai air, ya, kalau kamu enggak mau bangun juga!"
Wah, ini, kan, bukan pernyataan manis yang ingin didengar anak untuk mengawali hari-harinya. Setelah anak bisa bangun pagi, berilah rewards. Entah dengan membaca cerita sama-sama atau jalan-jalan di hari Sabtu. Pokoknya, kegiatan yang menyenangkan dan ada kaitannya antara orang tua-anak. Dengan demikian, anak pun terdorong untuk bangun pagi terus. Karena anak, terang Mitha, pada dasarnya selalu ingin menyenangkan orang tua. "Kalau ia berbuat baik dan orang tuanya menunjukkan rasa puas serta senang, maka anak akan mengulangi perbuatan itu. Ia akan sibuk cari sesuatu yang bagus, yang bisa bikin senang ayah-ibunya. Tapi kalau yang ia lakukan itu dianggap salah melulu, maka ia pun akan bingung, bagaimana cara yang bagus buat menyenangkan orang tuanya."
BELUM TERLAMBAT
Apabila kita lupa melatih si kecil bangun pagi sebelum tiba saat masuk "sekolah", tak ada kata terlambat, kok. Pada akhirnya si kecil akan bisa bangun pagi asalkan dilatih secara konsisten. Disamping mengubah jadwal tidurnya, saran Mitha, sebaiknya anak sudah disiapkan pada malamnya, dengan menerangkan pada anak apa yang akan terjadi esok hari dan apa saja yang harus ia lakukan. Misalnya, "Mbak, seragamnya warna apa untuk 'sekolah' besok? Mau pakai kaos kaki yang mana? Mau pakai sepatu yang mana? Buku apa yang akan dibawa? Mau bawa tempat minum atau tempat kue yang mana? Kamu nanti bawa bekal apa? Mau bawa lemper, kue sus, atau roti?" Dengan begitu, anak akan tergugah untuk punya responsibility, "Oh, iya, besok aku harus 'sekolah'."
Tentunya semua perlengkapan tersebut langsung disiapkan dan diletakkan di tempat yang mudah terlihat anak, kecuali kue-kue tentunya. Selain itu, urai Mitha, "untuk anak usia 3-4 tahun, kita harus mengingatkan perihal acara besok ini secara berulang-ulang karena daya ingat anak usia ini masih minim sekali." Lagi pula, dengan terus-menerus diingatkan, hal ini bisa menjadi suatu rutinitas buatnya. "Jadi, setiap malam kalau ia mau tidur itu punya ritual; dari sikat gigi, memakai baju tidur, dan menyiapkan baju serta perlengkapan 'sekolah'nya. Dengan begitu, anak jadi punya persiapan juga, 'Oh, besok aku akan 'sekolah', aku harus bangun pagi,'" lanjut Mitha. Jikapun kita sempat melakukan "ritual" tersebut karena masih di kantor, misalnya, maka tugas ini bisa kita delegasikan kepada pengasuh anak. Ternyata, enggak sulit-sulit amat, kan, Bu-Pak, untuk membiasakan si kecil bangun pagi?
CARI PERHATIAN
Bapak-Ibu, waspadalah bila kebiasaan anak sudah bangun pagi berlangsung terus-menerus. Selain karena ia memang tak terampil, belum punya pengalaman bahwa kalau bangun tidur itu harus ngapain -misalnya, harus langsung masuk kamar mandi-, menurut Rahmitha, bisa juga disebabkan anak mencari perhatian orang tua. Untuk itu, kita harus cermat melihat pada diri anak. "Kalau kita lihat si anak memang mengantuk sekali, berarti tidurnya kurang. Bila demikian, kita harus lihat jadwal tidur malamnya, apakah terlalu larut? Kenapa ia bisa tidur hingga larut? Apakah karena menunggu bapak-ibunya pulang ataukah terlalu asyik menonton TV, misalnya? Berarti ada schedule yang tak benar dan harus diperbaiki." Tapi kalau tidur malamnya memang sudah cukup dan ia tetap saja mengantuk, lihat lagi, apakah ia cukup sehat atau tidak? "Kalau semua itu oke, berarti memang ia cari perhatian. Bisa saja ia berpikiran, 'Kalau aku tidur cepat-cepat, nanti aku enggak ketemu Mama-Papa lagi. Ya, sudah, bikin alasan macam-macam.' Padahal maksudnya memang ingin dipeluk ibunya, didekati ibunya, dan sebagainya," lanjut Mitha. Jadi, kita harus tanggap akan hal ini.
JANGAN BIARKAN SI KECIL MENUNGGU
Sering terjadi, anak tidur malam terlalu larut gara-gara menunggu kita pulang dari kantor. Mayoritas orang tua di Jakarta, kan, tiba di rumah kira-kira jam 9 malam. Kalau mereka pulang dan anaknya sudah tidur, mereka merasa enggak ketemu dengan anaknya. Sebaliknya, anak juga merasa tak ketemu orang tuanya. "Ini memang sebuah dilema," aku Rahmitha. Namun sebaiknya anak tak dibiarkan tidur larut karena menunggu orang tua pulang kantor. Toh, esok paginya orang tua dan anak masih bisa saling ketemu. Apalagi kalau anak sudah biasa bangun pagi, "maka pagi hari akan sangat panjang dan bisa dimanfaatkan untuk ketemu dengan orang tua. Orang tua pun bisa menyiapkan segala sesuatunya bersama anak."
AWAS "SEKOLAH" BISA JADI PENYEBAB!
Tak jarang anak sulit dibangunkan karena malas "sekolah". Bila demikian, kita harus tanggap, apakah ada masalah dengan "sekolah"nya? Misalnya, bekalnya selalu diambil temannya, padahal bekalnya itu adalah makanan kesukaannya. "Hal ini bisa menjadi masalah besar, lo, bagi anak sehingga ia jadi tak betah 'sekolah'. Karena anak itu, kan, peka sekali dengan segala perubahan. Ia belum punya pengalaman dan cara berpikirnya juga terbatas, sehingga kemampuan adaptasinya belum secepat orang dewasa. Jadi, kalau ada masalah, ia tak tahu teknik mengatasinya," papar Rahmitha. Banyak hal yang bisa membuat anak malas "sekolah". Hanya gara-gara duduknya di pojok dan di situ banyak nyamuk atau sepatunya sudah kesempitan tapi ia tak punya kesempatan bilang pada orang tuanya, juga bisa membuatnya malas "sekolah". Itulah mengapa, kita harus tanggap terhadap perubahan anak. "Ajak ia bicara. Dari situ akan ketahuan apa penyebabnya malas bangun pagi," lanjut Mitha. Kita juga harus jalin kerja sama dengan 'sekolah', sehingga kalau ada masalah bisa cepat ketahuan. Dengan demikian kita tahu betul bagaimana keadaan anak kita.
Julie/Indah Mulatsih
Cara Mengatasi Pengeluaran Membengkak saat Liburan Akhir Tahun Bersama Keluarga
KOMENTAR