Bila kita mau jujur, seringkali kita mengabaikan pendidikan yang satu ini. Padahal, dampaknya sangat positif bagi anak. Selain mengembangkan kecerdasannya, juga menumbuhkan rasa cintanya pada alam.
Sebagaimana kita ketahui, pada 23 April pemerintah menerapkan satu hari tanpa kendaraan bermotor dalam rangka memperingati Earth Day atau Hari Bumi yang selama 30 tahun telah diperingati secara mendunia pada setiap 22 April. Namun kegiatan itu bukan bersifat larangan tapi lebih kepada imbauan agar kita tak menggunakan kendaraan pribadi hanya pada satu hari itu untuk mengurangi polusi udara.
Selain itu, peringatan Hari Bumi di negeri kita juga ditandai dengan gerakan penanaman pohon ramah lingkungan berupa pohon buah-buahan di taman-taman kota di seluruh Indonesia. Diharapkan pohon yang ditanam adalah pohon buah-buahan langka semisal pohon kecapi, jamblang, dan buni. Bagaimanapun, kita memang mempunyai kewajiban untuk menjaga dan memelihara bumi beserta segala isinya yang sudah diciptakan Tuhan untuk dimanfaatkan oleh manusia. Kalau tidak, kelangsungan hidup penghuninya dan kelangsungan bumi itu sendiri akan terancam.
BERTAHAP DAN KONKRIT
Nah, untuk dapat memelihara bumi dan segala isinya, maka harus ada rasa cinta pada alam itu sendiri. Sayangnya, rasa cinta pada alam tak bisa tumbuh dengan sendirinya, melainkan harus diajarkan dan dipupuk sejak dini. Itulah mengapa, kita perlu mengenalkan alam dan lingkungannya kepada anak sejak ia berusia balita. "Dengan mendekatkan dan menumbuhkan kecintaannya pada alam, maka ia bisa menyadari dirinya sebagai bagian dari alam dan punya peran untuk memeliharanya," terang psikolog Margaretha Purwanti.
Pada anak usia prasekolah, lanjut dosen di Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya, Jakarta ini, mengajarkan alam dan lingkungan harus secara bertahap dan disertai contoh konkret yang ada di sekitarnya. "Soal polusi udara, misalnya, bagi anak usia ini masih sangat abstrak sehingga kita harus menjelaskannya dengan contoh langsung." Misalnya, "Mobil kalau dijalankan keluar asap knalpotnya. Nah, asap itu bau dan kotor, kan? Sering bikin kita sesak nafas. Bayangkan jika mobil itu banyak, tentu asap yang kotornya makin banyak, kan? Jadi, hari ini kita sepakat ingin udara bersih agar nafas kita tak sesak. Makanya hari ini tak memakai kendaraan."
Sebenarnya, lanjut Margaretha, sebelum kita mengajarkan lingkungan alam di sekitarnya, anak perlu diajarkan menjaga lingkungan di sekitar tubuhnya sendiri lebih dulu; bagaimana menjaga kebersihan badannya, menjaga kebersihan sekitarnya, dan sebagainya. Misalnya, sedini mungkin anak diajarkan membuang sampah di tempatnya.
"Mungkin pada mulanya ia belum tahu mengapa harus buang sampah ke tempat sampah. Ia hanya mencontoh dan meniru perbuatan orang tuanya. Tak apa-apa, yang penting kebiasaan ini sudah berjalan dulu. Nah, dengan bertambahnya usia, ia pasti akan bertanya, mengapa harus buang sampah di tempat sampah? Dari situ orang tua bisa masuk untuk menjelaskan." Selanjutnya barulah ajarkan anak tentang lingkungan sekitarnya; pengenalan pada aneka pohon, bunga, buah, binatang, hingga fenomena alam dan perubahan cuaca.
"Mulanya juga anak tak bisa membedakan pohon yang satu dengan yang lain, tapi setidaknya membuatnya berminat dulu. Terlebih lagi jika itu pohon dari buah yang pernah ia makan, pasti akan lebih menarik perhatiannya." Sejalan dengan pertambahan usianya, jelaskan padanya bagaimana menanam bibit dan merawatnya sampai tumbuh dan mekar. "Kenalkan juga bagaimana perubahan dari bunga menjadi buah atau mengamati kepompong yang berubah jadi kupu-kupu."
Demikian juga halnya dengan pengenalan pada tanda-tanda alam. "Ini mendung, nih, jadi mau hujan," misalnya. Biasanya anak akan balik bertanya, "kok, Mama tahu?" Jawablah, "Ya, karena awannya sudah hitam, sudah gelap. Itu tandanya akan turun hujan." Terangkan pula apa bedanya gelap jika sore hari saat menjelang malam, "Sore hari memang gelap, tapi belum tentu mendung. Lihat, awannya enggak hitam. Kalau mendung, anginnya juga besar, pohonnya bergoyang-goyang, juga awannya bergerak. Nah, kalau sore hari tandanya kalau Papa pulang."
PENGENALAN YANG ADA DI SEKITAR
Dengan melihat peristiwa-peristiwa alam, terang Margaretha, juga merupakan pelajaran yang menakjubkan buat anak. "Minat anak terhadap alam dan sekitarnya juga akan tumbuh. Sebab, dengan lebih mengenal alam, pandangannya terhadap dunia dan kehidupan sekelilingnya akan meluas. Rasa tanggung jawab atas kelestarian alam ikut tumbuh. Bukankah dengan terlibat secara langsung dengan alam, maka ia tak akan tega merusak alam?" Tapi ingat, lo, yang diajarkan baru tahap pengenalan belaka. Nanti setelah ia masuk sekolah dengan sendirinya akan belajar alam dan sekitarnya secara lebih kompleks lagi. Pengenalan pun harus yang ada di sekitarnya agar ia mengenalnya secara langsung. "Kalau yang analogi-analogi, ia belum memahaminya. Jadi, harus benar-benar konkret yang ada di sekitarnya." Jikapun ingin mau mengajarkan hal-hal yang konseptual, maka harus dikaitkan dengan dirinya dan orang-orang di sekitarnya. Misalnya, mengajarkan agar ia menjaga kebersihan lingkungan dengan membuang sampah di tempatnya, maka terangkan alasannya, "Kalau Kakak buang kulit pisang sembarangan, nanti kalau Mama lewat atau Papa lewat akan terpeleset. Kan, sakit."
Dengan demikian, anak pun tergerak untuk ikut bertanggung jawab memelihara kebersihan lingkungannya. Saat menerangkan sampah, bisa dikaitkan pula dengan banjir. Misalnya, "Akibat sampah yang dibuang sembarangan, maka sampah itu bisa masuk got sehingga akan membuat got jadi mampet. Akhirnya, air akan meluap ke mana-mana dan jadilah banjir." Dalam menjelaskan, tutur Margaretha, memang harus panjang-lebar. Pasalnya, anak kadang tak cukup hanya dengan dijelaskan tentang akibat yang terjadi saja tapi harus pula diberikan informasi yang lengkap. "Tentunya dengan menggunakan bahasa yang mudah ditangkap oleh mereka."
DALAM KEGIATAN SEHARI-HARI
Sebenarnya, tak sulit, kok, memperkenalkan anak pada alam dalam arti kita tak harus menyediakan waktu khusus. "Kita bisa mengajarkannya kapan saja dalam kegiatan sehari-hari," ujar Margaretha. Saat kita menyiram tanaman di sore hari, misalnya; biasanya anak, kan, suka ikut nimbrung membantu.
Nah, saat itulah kita masuk untuk menjelaskan bagaimana tanaman akan sakit dan akhirnya mati jika tak dipelihara dan dirawat setiap hari. "Anak juga jadi mengetahui manfaat air bagi tanaman. Juga ia tahu perlakuan kasar dan merusak tanaman bisa membuat tanaman sakit dan akhirnya mati." Untuk itu, lanjut Margaretha, kita harus peka melihat situasi. "Kalau pas hari mendung, kan, bisa, tuh, untuk mengajarkan tentang konsep cuaca."
Begitu juga kalau di TV ada berita mengenai banjir, bisa diulas sedikit mengapa banjir bisa terjadi. Dengan demikian, anak bisa belajar. Begitu juga saat jalan-jalan ke luar kota, anak sekaligus dikenalkan dengan sawah, pohon-pohon langka, hingga binatang-binatang yang jarang dijumpai di kota seperti kerbau, kambing, atau bebek. Terlebih lagi kalau anak bertanya, "rasa ingin tahunya itu harus benar-benar kita manfaatkan," tukas Margaretha.
MENGEMBANGKAN KOGNITIF
Penting diketahui, bila sejak dini kita mengajarkan tentang alam dan lingkungan berarti kita telah mengembangkan aspek kognitif anak. "Bukankah pengenalan alam juga merupakan pengetahuan buat anak?" Dengan demikian, bila sejak kecil tak pernah diajarkan, maka informasi yang didapat oleh anak akan kurang. "Ia jadi anak yang tak tahu apa-apa di sekolahnya nanti." Jangan salah, lo, walaupun sifatnya hanya pengenalan namun informasi yang didapat akan bertumpuk di otak anak.
Jadi, saat diajarkan di sekolah, ia sudah tahu. Misalnya, mengenai terjadinya hujan. Ia, kan, sudah pernah dengar, yaitu salah satu tandanya awan hitam. Nah, saat di sekolah diajarkan, ia akan lebih cepat mengerti dibanding teman-temannya yang tak pernah dikenalkan dengan alam oleh orang tuanya. "Ia pun akan lebih tertarik lagi; mengapa awan itu bisa hitam, ia akan belajar lebih jauh lagi di sekolah."
Disamping mengembangkan aspek kognitifnya, pengenalan lingkungan juga akan membuat anak jadi tahu aturan atau norma-norma. Dalam hal kebersihan, misalnya, "ia tak akan buang sampah sembarangan karena ia mengerti apa perlunya membuang sampah di tempatnya." Nah, Bu-Pak, jangan "lupa" lagi, ya, untuk mengajarkan tentang alam dan sekitarnya pada sang buah hati. Manfaatnya luar biasa, lo.
MEMPERKENALKAN KONSEP DAUR ULANG
Kita juga perlu, lo, memperkenalkan konsep daur ulang pada si kecil. Sejumlah ahli mengatakan, pengenalan dini terhadap konsep daur ulang akan membentuk tingkah laku yang benar terhadap lingkungan ke dalam pribadi anak. Nah, bagaimana cara memperkenalkannya?
* Ajak anak mengumpulkan plastik yang dapat didaur ulang, serta majalah bekas maupun koran. Setelah terkumpul, tarulah di tempat yang telah disediakan. Tentunya jangan lupa memberi penjelasan pada si kecil, misalnya, "Kantung plastik bekas ini akan dibuat kantung plastik baru, jadi tak akan memenuhi tempat penampungan sampah lagi. Kita pun tak harus membakarnya lagi sehingga tak ada lagi asap yang bisa membuat udara jadi kotor."
Selanjutnya, Anda dapat menyerahkan barang-barang tersebut kepada pemulung; entah dengan mendatangi tempat-tempat pemulung atau memberikannya kepada pemulung yang lewat di depan rumah. Ajaklah si kecil saat Anda memberikan barang-barang tersebut kepada pemulung. Beri tahu bahwa barang-barang tersebut akan dijual oleh si pemulung ke pabrik-pabrik untuk dibuat menjadi baru kembali.
* Minta anak untuk menggunakan kembali barang-barang bekas yang habis dipakainya. Misalnya, kantung-kantung plastik bekas bungkus belanja bisa digunakan sebagai kantung sampah, wadah bekas makanan digunakan sebagai wadah menyimpan krayon, halaman belakang katalog atau kertas promosi dapat digunakan untuk mencoret-coret. Bisa juga gambar katalog yang berwarna tersebut digunting untuk kolase. Kotak bekas sepatu sebagai tempat penyimpanan krayon atau benda-benda kecilnya, dan sebagainya.
Jangan lupa pula untuk memberi pengertian, misalnya, "Tahukah Kakak bahwa kertas-kertas ini dibuat dari pohon? Jadi, kalau Kakak boros memakai kertas, maka pohon-pohon itu lama-lama akan habis. Nah, kalau Kakak memanfaatkan halaman belakang katalog ini untuk tempat coret-coret, berarti Kakak sudah membantu menyelamatkan pohon."
* Ajari anak untuk mengurangi beban lingkungan semisal mengurangi pemakaian listrik dan air. Selalu minta ia mematikan lampu saat meninggalkan ruangan atau tak membiarkan air mengalir saat menggosok gigi maupun menyabuni tangan.
Juga, minta ia menggunakan wadah makanan yang dapat dicuci ulang daripada membungkus kue atau roti bekalnya dalam plastik sekali buang. Jelaskan padanya, "Kalau kita terus menerus membuang sampah, nanti enggak akan cukup tempat di bumi untuk menyimpan sampah itu. Bisa-bisa kamar Kakak pun nanti penuh dengan sampah sehingga tak ada lagi tempat bagi Kakak untuk main atau tidur."
* Ajak anak berbelanja produk yang bertanggung jawab pada lingkungan, seperti kertas gambar daur ulang, produk yang dapat diisi kembali. Terangkan padanya manfaat dari pilihan produk tersebut.
* Ajak ia membuat kompos keluarga dari sampah dapur dan sampah kebun. Tempatkan sebuah wadah untuk menumpuk kompos.
HADIAH DAN HUKUMAN
Dalam hal menanamkan kebiasaan dan tanggung jawab pada kebersihan lingkungan, menurut psikolog Margaretha, kita bisa menerapkan punishment (hukuman) dan rewards(hadiah). Tujuannya, agar anak tahu bila ia tak membuang sampah di tempatnya akan mengundang risiko. Misalnya, orang bisa terpeleset atau jadi banjir.
Bentuk punishment yang diberikan bisa berupa menunda kesenangan anak. Jika ia hobi main mobil-mobilan, misalnya; nah, ia tak boleh main dulu bila belum membuang bungkus permennya di tempat sampah. "Sering, kan, anak ngotot, 'Pokoknya nggak mau!' Kalau sudah begitu, kita harus turun tangan, 'Ayo, kita buang sampahnya sama-sama.' Gandeng si anak dan buanglah bersama kita. Hal ini untuk menunjukkan kekonsistenan kita juga sebagai orang tua."
Sebaliknya, bila anak membuah sampah di tempatnya, berilah rewards atau pujian.
Indah Mulatsih
KOMENTAR