Takut Ditinggal
Penyebab lainnya biasa disebut dengan Cinderella Complex. Artinya, "Perempuan mempunyai ketakutan jika ia terlalu sukses akan mengganggu harga diri suami." Sehingga yang berputar-putar di benaknya adalah pikiran negatif, seperti ditinggalkan atau tidak disayang suami. Ketakutan ini disebabkan karena di alam bawah sadarnya, wanita memiliki kebutuhan afeksi yang lebih besar, seperti disayangi atau diperhatikan. "Akibatnya, ia berusaha menutupinya dengan memberikan material kepada pasangannya semata-mata karena ingin lebih dicintai," papar Nina panjang lebar.
Dalam kondisi tertentu, karena bagian otak perempuan memiliki sisi emosional lebih peka ketimbang pria, sehingga dia lebih mudah tersentuh dan berempati. "Saat-saat seperti itu, perempuan cenderung mengandalkan perasaan, hingga ia mudah melunak," tutur ibu dari Stella dan Dani ini. Apalagi ketika dia terjepit karena, "Memikirkan nasib anaknya jika ditinggalkan suami. Dengan mudah ia memberikan semua yang diinginkan pasangannya."
Jika sang pasangan tahu betul betapa rapuhnya si istri, bukan tidak mungkin ketakutannya akan dijadikan sebagai bahan manipulasi. "Istri tak bisa menolak, suami sudah terbiasa," ujarnya. Menurut Nina, perlakuan semacam ini sudah bisa dikategorikan sebagai kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Terampil Bernegosiasi
Langkah yang harus dilakukan segera jika tidak ingin hal semacam ini meracuni hubungan Anda dan pasangan adalah pintar bernegosiasi. Ingat, pernikahan berarti berkompromi agar kedua sama-sama merasa nyaman. "Perempuan itu harus pintar dan terampil bernegosiasi. Istri boleh mengorbankan sesuatu, tapi istri juga harus mendapatkan apa yang dia mau," saran perempuan berzodiak Aries ini
Negosiasi ini berjalan layaknya proses tawar menawar dalam bertransaksi. "Jadi, tidak selalu menolak tapi juga tidak selalu menerima. Ini berlaku tidak hanya dalam kebutuhan materi tapi juga kebutuhan afeksi, tanggung jawab rumah tangga," urai Nina. Contohnya, jika suami menginginkan gadget terbaru untuk komputernya sementara penghasilannya tidak mencukupi. Yang harus dilakukan istri jika sepakat untuk menambal kekurangan dana suami, bisa dengan meminta suami (misalnya) mengurangi rokok atau hobinya yang memakan biaya banyak.
Nina lalu menekankan prinsip menyelamatkan pernikahan sebelum memulainya. Karena, masalah keuangan sangat sensitif, tak ada salahnya menghindari kesalahpahaman dengan menyepakati pengaturan keuangan sejak awal. Siapa yang membiayai kehidupan sehari-hari, investasi, hingga cicilan.
"Jika diputuskan suami tetap menjadi tulang punggung meski penghasilannya lebih kecil, sesuaikan agar penghasilan suami cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga," jelas Anna panjang lebar. Sementara penghasilan istri ditabung untuk kebutuhan darurat atau dana hiburan. Tidak ada salahnya juga istri yang menjadi tulang punggung, asalkan suami menghargai diri dan pasangannya. Tidak serta merta membiarkan istri bekerja sendiri apalagi membebaninya dengan macam-macam permintaan.
Poin terpenting lainnya adalah keterbukaan. "Tidak apa-apa, jika penghasilan mau disatukan atau disimpan sendiri-sendiri. Asalkan masing-masing tahu bahwa pengeluaran pribadi tidak mengganggu kebutuhan keluarga," saran Nina. Ke depannya, risiko sakit hati, curiga, atau menggerutu akan semakin mengecil sehingga hubungan makin intim.
ASTRID ISNAWATI
KOMENTAR