NEGOSIASI
Dalam negosiasi antara anda dan suami, bukan berarti harus ada satu pihak yang kalah dan mengalah. Kalau mau, anda berdua pun bisa sama-sama menang.
Dalam negosiasi seperti itu, anda berdua punya kesempatan yang sama untuk mengungkapkan keinginan dan ide, menyadari perbedaan-perbedaan yang ada, dan menemukan solusi yang adil buat kedua belah pihak.
Ada banyak contoh negosiasi serupa.Jika pusing menentukan tujuan liburan keluarga, misalnya, anda bisa bilang, "oke, sekarang saya yang menentukan kemana, tahun depan giliran kamu yang memilih."
DAFTAR KEINGINAN
Apa yang kita lakukan dalam perkawinan, hampir pasti selalu dilatarbelakangi motif kita yang sebenarnya. Apa, sih, yang sebenarnya diharapkan dan diinginkan dari perkawinan tersebut dan si partner ?. Inilah yang menjadi motif pendorong, yang selalu membentuk sifat dan prinsif serta cara pandang yang di bawa kedalam perkawinan, untuk seumur hidup.
Motif inilah yang menjelaskan, kenapa pasangan yang satu, kok, bisa menghadapi krisis dengan rasa humor dan tenang, sementara pasangan lain justru ketakutaan atau marah.
MILIKMU, MILIKKU, MILIK KITA
Kecenderungan ini dapat membentuk keseimbangan positif antar tiga pemain enting dalam perkawinan. Yaitu, kamu, saya, dan kita. Sekaligus menunjukkan rasa respek yang besar atas hubungan antarindividual.
Cobalah pandang perkawinan sebagai satu lingkaran yang saling tumpang tindih. Memeng, ketumpang-tindihan itu tidak akan menghilangkan Anda sebagai pribadi, tapi disisi lain, tetap ada pengaruhnya. Dengan kata lain, ada waktu-waktu di mana anda harus bersikap toleran atau berkompromi. Tapi di saat lain, ada"daerah"dimana diri anda pribadi harus dibiarkan tak terusik alias di ganggu gugat.
Yang sulit adalah menetapkan batas-batasnya yang jelas. Beberapa pasangan sangat memandang penting kenyamanan. Yang lain dapat mentolerir sekian banyak perbedaan di antara mereka. Si istri tak'selalu harus setuju dengan pandangan politik suami, misalnya, dan sang suami tak mesti suka bergaul dengan teman-teman istrinya. Begitu pula, tak seorang pun dari mereka harus selalu setuju dengan setiap keputusan pasangannya, sampai hal yang sekecil-kecilnya.
Jadi, kebebasan pribadi, serta perbedaan adalah juga unsur penting yang harus ada dalam perkawinan. Jangan pandang ia sebagai sekadar"suamiku" atau "istriku" tetapi pandang dan hargailah ia sebagai individu yang juga memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan kita.
PASANGAN SEKALIGUS TEMAN
Diantara anda berdua harus ada pertemanan. Ketika masih kecil dulu, punya kah anda seoraang teman yang membantu menghabiskan roti bekal dengan isi yang kurang anda sukai, sehingga anda tak perlu makan roti itu dan tidak kena marah ibu di rumah sepulang sekolah nanti ?
Nah, yang menolong anda itu adalah seorang teman, karena ia membantu anda mencapai apa yang anda inginkan. Sementara orang tua, di sisi lain, lebih berperan memutuskan apakah sesuatu itu baik dan cocok untuk anda. Harus diakui bahwa kita perempuan kadang lebih sering bersikap sebagai orang tua si pasangan dari pada temannya.
Menjadi teman pasangan hidup berarti juga harus menyadari haal-hal berikut.Misalnya, tak ada seorang pun dari anda yang punya hak untuk mengontrol atau bahkan melontarkan komentar atas tiap aspek hidup orang lain, dalam hal ini si pasangan.
KETIKA JALAN MENANJAK
Akhirnya, yang tak dapat dilupakan adalah satu sikap yang menjadi dasar semua hal di atas, yaitu kerelaan dan kekuataan untuk berjalan sendiri ketika ibarat mengendarai mobil, anda harus melalui jalan menanjak. Bahkan ketika pasangan hidup tidak mau atau tidak mampu mendampingi anda.
Salah satu penghalang yang sering terlihat adalah anggapan bahwa Anda merasa telah lebih banyak memberi dan mengkontribusi dari pada menerima.
"Ya, tapi tidak melakukan hal yang sama," adalah jeritan kecewa yang lumrah di antara perempuan yang merasa telah memperlakukan suami dengan penuh respek sebagai satu individu, tapi sayangnya tidak memperoleh perlakuan yang sama sebagai kompensasi dari si suami.
Perasaan ini adalah alami. Tapi kalau dibiarkan berlarut-larut, tak akan pernah membawa kita mencapai apa yang diinginkan. "Untuk apa susah-susah jadi temannya, kalau ia tidak ingin jadi temanku?" Kalau ia memang tidak ingin jadi teman Anda, mengubah diri jadi musuhnya pun tak akan menyelesaikan masalah.
Memang, ketika jalan menanjak, itulah bagian terberat dalam perjalanan ini. Apalagi itu adalah ketika saat kita harus jalan sendiri. Tapi ingat, jalan yang tengah ditempuh itu menuju ke arah cinta dan di situlah Anda ingin perkawinan Anda berhenti, setelah bertahun-tahun bersama-sama. Iya, kan?
FC/Nita (Dok. NOVA)
KOMENTAR