Setiap anak merupakan individu unik yang berbeda. Oleh karena itu, anak-anak butuh stimulasi yang tepat dan sesuai dengan potensi bakat, karakter dan gaya belajar mereka, sehingga dapat menyerap, mengolah informasi dan mengembangkan potensinya secara optimal. "Dengan mengenali bakat, karakter dan gaya belajar anak sedari dini, diharapkan orang tua akan lebih mudah memberikan stimulasi dan pengarahan yang tepat dalam mengoptimalkan kecerdasan anak," kata psikolog anak, Efnie Indrianie, S.Psi. saat jumpa pers Program Sidik Jari Cerdas Frisian Flag di Jakarta.
Howard Gardner, psikolog dari Harvard University, meyakini bahwa setiap anak memiliki cara yang berbeda-beda untuk menjadi pandai. Cara tersebut bisa melalui kata-kata, angka, gambar, musik, ekspresi fisik, pengalaman dengan alam, interaksi sosial dan pemahaman diri sendiri. Perbedaan cara inilah yang seringkali tidak disadari orangtua ketika memberikan pola pengasuhan dalam proses tumbuh kembang anak.
Secara umum, faktor tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu genetik, lingkungan/stimulasi, dan nutrisi. Perkembangan anak juga dipengaruhi 3 aspek, yakni kepribadian, kecerdasan, dan bakat. Menurut Dr. Dwi Putro Widodo, Sp.A (K)., spesialis neurologi anak dari RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, aspek bakat bersifat alami dan dipengaruhi genetika (nature). Sementara perkembangan kepribadian dan kecerdasan, selain dipengaruhi serta ditentukan oleh aspek alami atau genetis (nature), juga dipengaruhi aspek bimbingan lingkungan (nurture). Nutrisi dan stimulasi merupakan aspek bimbingan lingkungan (nurture) yang berperan besar dalam perkembangan kepribadian dan kecerdasan anak.
Sejak Janin
Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita temui orang tua yang kesulitan berinteraksi dan memberikan pengarahan kepada anak-anaknya. Tak jarang, mereka memaksa anak mengikuti berbagai kegiatan ekstrakulikuler, dengan harapan dapat mengoptimalkan kecerdasan, sekaligus menyalurkan ambisi orang tua sendiri. Padahal, belum tentu semua kegiatan tersebut sesuai dan tepat. Orang tua perlu mengenali terlebih dulu potensi apa yang dimiliki anak sebelum menentukan kegiatan yang akan diikuti.
Salah satu tool yang dapat membantu orang tua mengetahui potensi anak sejak dini adalah Analisa Sidik Jari (ASJ) atau fingerprints analysis. Dengan ASJ, orang tua dapat memberikan stimulasi yang sesuai untuk tumbuh kembang serta minat anak dengan optimal.
Para ahli di bidang ilmu dermatoglyphics (ilmu yang mempelajari pola sidik jari) dan kalangan neuroanatomi (kedokteran-anatomi tubuh) menemukan fakta bahwa pola sidik jari bersifat genetis dan telah muncul ketika janin dalam kandungan berusia 13 hingga 24 minggu. Pola guratan-guratan kulit pada sidik jari ternyata memiliki keterkaitan dengan sistem hormon pertumbuhan sel pada otak. Karena itu, sangat wajar bila bukti ilmiah menyebutkan adanya korelasi lahiriah antara sidik jari dengan kualitas, bakat, dan gaya belajar seseorang.
Seperti Peta
ASJ merupakan sebuah metode pengukuran dengan pemindaian (scanning) sidik jari anak untuk mengetahui gaya bekerja otak yang paling dominan dalam kaitannya dengan potensi bakat, motivasi, karakter dan gaya belajar anak. ASJ didasari penelitian dan metode ilmiah yang versifat analisis deskriptif atau perkiraan potensi bakat yang dimiliki seseorang dan pengembangannya di masa mendatang.
Jadi, ASJ bisa dibilang menjadi semacam "peta" yang dibawa anak, bahkan sejak dalam kandungan, yang menggambarkan potensinya. Dengan mengetahui "peta" ini, orang tua dapat membimbing anak untuk menstimulasi potensi yang tepat, sehingga anak bisa belajar sesuai dengan bawaannya. Ingat, jika anak belajar dengan gembira, hasilnya tentu akan lebih optimal.
ASJ juga dapat memberikan arahan bagi orang tua dalam menentukan pola pengasuhan yang tepat, serta mendeteksi sampai sejauh mana daya tahan seorang anak terhadap stres. Hebatnya lagi, ASJ bersifat obyektif tanpa dipengaruhi unsur kondisi fisik (sehat atau sakit) dan unsur psikologis (sedih, senang, stres). Jadi, bersifat apa adanya dan tanpa rekayasa.
ASJ juga membantu mengembangkan potensi kepribadian si kecil untuk dapat berkomunikasi dan beradaptasi dengan siapa pun dan dalam kondisi apa pun. Di samping itu, orang tua juga bisa menemukan potensi kekurangan atau kelemahan pada anak, sehingga dapat ditentukan solusi yang baik supaya anak tetap bisa berprestasi dan produktif. Setelah mengikuti analisa sidik jari ini, orang tua bisa merumuskan cita-cita anak yang sesuai dengan potensi kecerdasan alamiah anak.
Kenali gaya Belajar Anak
Melalui ASJ, banyak hal yang bisa dibaca orang tua, salah satunya mengenali dan menerapkan gaya belajar yang tepat bagi anak. Ada tiga model gaya belajar, yaitu:
Visual
Anak dengan gaya belajar ini cenderung lebih mudah menyerap, mengatur, dan mengolah informasi melalui indera penglihatan. Anak-anak ini sering disebut memiliki mata yang tajam. Mereka lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar. Tak perlu heran jika mereka mudah menghafal tempat dan lokasi, lebih suka membaca, melihat gambar, grafik, tabel, angka, bentuk dan pemandangan. Anak-anak visual ini lebih suka seni lukis, pahat dan gambar ketimbang seni musik dan tari.
Auditory
Cenderung lebih mudah menyerap, mengatur, dan mengolah informasi melalui indera pendengaran. Anak dengan gaya belajar ini sering disebut memiliki telinga yang tajam. Anak auditory bisa belajar lebih cepat jika berada dalam forum interaksi kelompok atau diskusi verbal. Ia bisa menyimak dengan cermat apa saja yang dikatakan orang lain sampai ke hal-hal kecil. Anak-anak seperti ini biasanya lebih mudah dan lebih cepat menghafal dengan cara membaca dengan menyuarakan teks atau mendengarkan melalui audio. Sebaliknya, informasi tertulis mempunyai makna yang minim bagi mereka.
Kinestetik
Cenderung lebih mudah menyerap, mengatur dan mengolah informasi melalui gerakan tubuh atau gerakan tangan. Tak heran jika anak kinestetik sering dianggap sebagai tidak bisa diam, pengganggu, usil dan nakal. Anak tipe kinestetik lebih mudah belajar melalui praktik langsung atau dengan peraga. Umumnya, mereka unggul dalam pelajaran olahraga atau keterampilan tangan. Anak-anak kinestetik sebaiknya bersekolah di sekolah dengan sistem pembelajaran active learning, di mana siswa dilibatkan dalam proses belajar agar kemampuannya berkembang optimal.
Hasto Prianggoro
KOMENTAR