Umumnya anak suka rewel dan marah dalam masa disapih. Lantaran porsi susu yang didapatnya berkurang sehingga ia merasakan sesuatu yang tak enak. Oleh karena itu Ninik minta agar orang tua memberikan perhatian dan kasih sayang lebih dari biasanya kepada anak, agar anak tetap mendapatkan suatu kenyamanan. Misalnya, ketika anak sedang rewel, orang tua jangan malah memarahinya, tapi, "dekati anak, peluk atau ajak membaca buku, main, dan sebagainya. Jadi, ada perhatian yang ditambah."
Jika anak dimarahi, malah akan mempersulit. Sebab, anak usia ini pada dasarnya masih ada kebutuhan untuk mengisap. Jangan lupa, menyusu pada anak selain berfungsi memenuhi gizi, juga ada kenyamanan. Nah, dengan disapih, kenyamanan anak dengan mengisap dot pun jadi berkurang. Jadi, bila kebutuhan tersebut dihentikan secara tiba-tiba, mengejutkan anak, dan tak secara bertahap, "anak akhirnya akan mengisap jempol atau jari lainnya untuk mendapatkan kenikmatan mengisap," jelas Ninik.
Begitu pula jika anak diberikan punishment atau hukuman, Ninik sangat tak menganjurkan. "Kalau anak dihukum, ia akan merasa tak aman. Akibatnya, perkembangan anak selanjutnya jadi tak baik." Tentunya bila anak merasa tak aman, ia akan menarik diri, penakut, tak percaya diri dan tak mau bersosialisasi.
Yang terbaik, lanjut Ninik, selain memberikan perhatian ekstra, anak juga perlu diberikan reward berupa pujian. Misalnya, "Wah, Adik sudah besar, sudah pintar, minum susunya enggak pakai botol lagi." Dengan begitu, si kecil akan merasa senang.
SAMPAI BESAR
Ninik mengingatkan, jarang sekali anak yang tak disapih dapat lepas dari botol dengan sendirinya. "Memang ada juga anak yang bisa lepas dari botol dengan sendirinya. Itu karena anak tak lagi mendapatkan kenikmatan dari menyusu botol tersebut," jelasnya. Bisa lantaran dotnya sudah jadi jelek karena sudah lama dipakai, sehingga dipakainya jadi tak enak. Bisa pula karena anak punya pengalaman, misalnya, mau tumbuh gigi sehingga dot yang kena gusi membuatnya jadi sakit. Atau, anak melihat di lingkungannya semua minum dari gelas lalu ia mencoba minum sendiri pakai gelas dan ia merasakan suatu yang berbeda, bukan sesuatu yang tak mengenakkan. "Cuma jarang anak yang lepas dari botol dengan sendirinya, kebanyakan memang harus dilatih oleh orang tuanya."
Bahkan, tambah Ninik, bisa jadi kebiasaan minum susu dari botol ini akan berlanjut sampai anak usia sekolah. Selain dampaknya terhadap perkembangan rahang dan giginya tak baik, juga merupakan suatu ketergantungan yang sebetulnya tak boleh dilakukan, "karena anak akan mengalami hambatan, ada rasa tak aman bagi anak." Bukankah ia harus mencari waktu-waktu tertentu untuk minum susu dari botol secara sembunyi-sembunyi? Ia, kan, tak mungkin melakukannya di muka umum karena merasa malu bila ketahuan, takut ditertawakan. Sementara di sisi lain kebutuhannya cukup tinggi untuk minum susu dari botol. "Nah, tentunya ini tak bagus untuk perkembangan anak."
Yang tak kalah penting, pesan Ninik, setelah anak sudah mau minum susu dari gelas/cangkir, jangan lupa untuk memperhatikan asupan makanannya. Karena dengan tidak menyusu dari botol lagi berarti konsumsi susunya menjadi berkurang, sehingga anak perlu ditambah gizinya dari makanan lain. "Jangan sampai susunya berkurang dan makanannya juga enggak ditambah. Nanti perkembangannya jadi enggak bagus."
Sudah paham, kan, Bu-Pak?
Dedeh Kurniasih. Foto : Iman (nakita)
KOMENTAR