"Rohedi/nakita "
Mayoritas orang tua lebih takut bayinya kedinginan ketimbang kepanasan. Sehingga sering terjadi, bayi dibedong sepanjang hari atau dikenakan pakaian yang menutupi seluruh tubuh, sekalipun cuaca hari itu panas terik. Bahkan, kala si bayi diajak berjalan-jalan saat siang dan dalam cuaca cerah ceria, orang tua juga tak lupa untuk "membuntel" bayinya sedemikian rupa.
Namun anehnya, si bayi ternyata anteng-anteng saja. Dia seolah merasa nyaman dan tak merasa kegerahan sama sekali. Sekalipun butir-butir keringat terlihat jelas di keningnya. Dia tetap saja nyenyak tidurnya ataupun asyik bermain sendirian. Kok, bisa begitu, ya? Sebaliknya, ada pula bayi yang justru tak suka bila seluruh tubuhnya ditutup rapat oleh pakaian. Dia lebih senang kalau hanya dipakaikan kaos oblong dan celana pendek, meski dalam cuaca dingin sekalipun. Aneh, kan!
Sebenarnya, kata Dr. Waldi Nurhamzah, tak ada patokan pasti mengenai suhu lingkungan yang membuat bayi merasa nyaman. "Masing-masing bayi akan beradaptasi dengan suhu yang didapat dari lingkungannya," terang spesialis anak dari Sub. Bag. Pencitraan Bag. Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSUPN Cipto Mangungkusumo ini. Yang pasti, bila si bayi merasa kedinginan atau kegerahan, maka dia akan menangis protes. Sama halnya bila dia merasa lapar atau popoknya basah dan ketidaknyamanan lainnya yang dia rasakan. "Dia akan rewel. Itulah cara bayi mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan yang dialaminya."
BELUM SIAP KENA DINGIN
Kalau dirunut-runut mulai dari kelahirannya, bayi sejak awal sudah harus beradaptasi dengan suhu ruangan tempat dia dilahirkan. "Sewaktu masih di dalam perut sang ibu, suhu bayi sama dengan suhu ibu yang normalnya 37 derajat celcius. Namun ketika lahir ke dunia, bayi akan berada dalam suhu yang bukan 37 derajat," terang Waldi. Jadi, karena ada perubahan suhu itulah, makanya si bayi yang baru lahir harus beradaptasi agar dia bisa terus hidup.
Bayi yang lahir di zaman dulu, tutur Waldi, mungkin lebih enak dibanding bayi-bayi yang lahir kemudian. Sebab, mereka lahir dalam suhu ruangan yang relatif tak terlalu dingin, terutama bagi yang lahir di iklim tropis. Misalnya, sebelum ada AC, suhu ruangan biasanya 30 atau 31 derajat celcius. Tapi sekarang, karena sudah lain kondisinya, maka bayi lahir dalam suhu 24 atau 25 derajat celcius, sehingga dia harus lebih mampu beradaptasi dibanding bayi-bayi zaman dulu.
Namun tak semua bayi baru lahir mudah beradaptasi dengan suhu lingkungannya yang baru. Hal ini tergantung dari usia si bayi saat dilahirkan. "Semakin muda bayi dilahirkan, maka dia akan semakin sukar beradaptasi." Itulah mengapa bayi yang lahir prematur biasanya akan dimasukkan dulu ke dalam inkubator untuk menyesuaikan suhunya.
Selain itu, makin kecil bayi juga akan makin sulit untuk beradaptasi. Kecilnya si bayi bisa lantaran usia kelahirannya yang muda, tapi bisa juga usia kelahirannya normal namun si bayi kurang mendapatkan cukup gizi yang dibutuhkan selama di kandungan. "Makin kecil bayi, maka dia memerlukan proses yang lebih lama untuk menyesuaikan dari suhu 37 milik ibunya dengan suhu luar yang sekitar 29 atau 30 derajat," jelas Waldi.
Lain halnya dengan bayi yang lahir cukup bulan dan berat lahirnya normal (2500-3500 gram). Penyesuaiannya tak serumit bayi kecil ataupun yang lahir prematur. "Biasanya setelah bayi dimandikan, dia akan dikeringkan lalu diberi baju dan dibedong. Nah, dengan dibedong, bayi akan merasa hangat dan nyaman karena tinggal leher dan kepalanya saja," tutur Waldi.
Kendati demikian, si bayi baru lahir yang normal ini tetaplah belum bisa diharapkan beradaptasi penuh dengan suhu dingin. Sering terjadi, si bayi tak disatukan dengan ibunya dalam satu kamar lantaran si ibu ingin ruangan yang dingin, sementara si bayi belum siap untuk berada di dalam ruangan bersuhu dingin. "Ya, akhirnya terpaksa dipisah dengan ibunya," tukas Waldi seraya melanjutkan, "Padahal kita sekarang sedang menggalakkan rawat-gabung, yaitu bayi tidur bersama ibu." Apa boleh buat, daripada si bayi kedinginan lantaran ruangan si ibu yang dinginnya kayak kulkas.
KOMENTAR