SINAR MATAHARI
Setelah beberapa hari lahir dan bayi dibawa pulang, biasanya para ibu akan menjemur si bayi di bawah sinar matahari. Dokter sendiri pun menyarankan demikian, namun hanya apabila si bayi mengalami kuning. Tapi kuning tersebut bukan berarti bayi terkena penyakit hati atau hepatitis, melainkan kuning yang normal (faali/fisiologis) oleh karena adanya timbunan bilirubin, yaitu zat/komponen yang berasal dari pemecahan hemoglobin dalam sel darah merah di bawah kulit dan selaput lendir. Nah, kuning ini bisa dikurangi bila terkena sinar matahari. Sebab, terang Waldi, "sinar matahari dapat membuat bilirubin menjadi suatu zat yang dikeluarkan lewat air seni."
Namun begitu, bukan berarti si bayi lantas dijemur secara langsung di bawah sinar matahari seperti menjemur pakaian. "Itu tidak boleh," tandas Waldi. "Sudah cukup bila bayi hanya mendapat pantulan cahaya terang dari sinar matahari," lanjutnya. Jadi, Bu, si bayi enggak harus dibawa keluar rumah, cukup di teras. Tetapi sebaiknya tidak di dalam ruangan, sebab kemungkinan jumlah sinar yang didapat masih kurang cukup untuk kulit bayi. Bagaimanapun sinar matahari yang berada di teras tentu lebih banyak daripada yang di dalam ruangan.
Makin kuning bayi akan makin banyak sinar matahari yang harus mengenai tubuhnya. Beberapa dokter menyarankan agar saat dijemur, si bayi dibuka pakaiannya sehingga sinar matahari bisa banyak sampai ke tubuh bayi. "Tapi orang tua harus hati-hati karena bayi bisa kedinginan," pesan Waldi dan menganjurkan agar bayi sebaiknya tetap dikenakan pakaian namun yang tipis. "Toh, sinar matahari juga bisa menembus baju yang tipis," lanjutnya. Sementara waktu untuk menjemur disarankan Waldi antara pukul 6 hingga 9 pagi. Karena pada jam-jam tersebut, matahari masih "bersahabat", sinarnya tak terlalu terik dan tak terlalu bersembunyi. "Nah, dikisaran waktu ini bayi bisa dijemur selama setengah jam," ujarnya.
Tapi, sampai kapan si bayi dijemur? Menurut Waldi, soal kuning ini mudah-mudah susah. Sebagai patokan kuning yang tak berbahaya biasanya hanya meliputi wajah bayi dan dada bagian atas serta timbulnya sekitar hari ke-3 setelah lahir dan berangsur-angsur reda beberapa hari kemudian. Namun begitu, boleh-boleh saja jika Ibu mau menjemur bayi meskipun sudah tak kuning lagi. "Untuk iklim tropis, tempat sinar matahari ada di mana-mana. Jadi, tak dijemur secara khusus pun bayi tetap mendapat sinar, bukan?"
Adapun kegunaan sinar matahari untuk bayi ada beberapa macam. Unsur warna biru yang terdapat di matahari sangat baik untuk mengolah dan mengurangi zat bilirubin yang menumpuk di dalam tubuh bayi. Sinar dengan panjang gelombang 236-310 nm (ultra violet), yang juga terdapat dalam sinar matahari, banyak berguna untuk menghasilkan vitamin D. Oleh karena itu, meski bayi tak mengalami kuning, juga boleh dijemur, "tapi persisnya bukan dijemur, ya, melainkan mendapat sinar matahari tak langsung," ujar Waldi.
Sinar matahari, lanjut Waldi, mengandung beberapa sinar dengan panjang gelombang tertentu, bahkan seluruh spektrum warna yang panjang gelombangnya bermacam-macam itu terdapat dalam seberkas sinar matahari. Pembentukan vitamin D yang berguna dalam pembentukan kalsium yang akan memperkokoh tulang-tulang bayi, memerlukan sinar tertentu yang bisa didapatnya dari sinar matahari. Jadi jangan remehkan sinar matahari, ya. Tentu saja konsumsi vitamin D dapat juga diperoleh dengan makan makanan yang banyak mengandung vitamin D.
Konon, sinar matahari juga bisa menyembuhkan batuk-pilek yang diderita bayi. Menurut Waldi, tidak demikian. Yang lebih tepat adalah, dengan membawa bayi keluar berarti bayi akan menghirup udara segar ketimbang udara di kamarnya. "Dulu, kan, kamar masih dipakai bersama-sama antara bayi dan orang tua. Jadi kalau orang tuanya sakit, si bayi akan sakit juga dan kamar pun jadi tak sehat. Makanya kalau dibawa keluar, bayi lebih segar karena memang udaranya lebih sehat." Tapi dengan kondisi sekarang kamar bayi sudah banyak yang terpisah dari orang tuanya, maka tak perlu si bayi dibawa keluar apabila orang tua bisa menjamin ventilasi kamarnya bagus. "Lagipula, tak semudah itu bayi sakit flu terlebih jika bayi minum ASI," tukasnya.
Bagaimana dengan krim pelindung terhadap sinar matahari? "Ah, enggak perlu," sahut Waldi ketawa. "Orang kita, kan, tak seperti bule-bule yang senang berjemur di pantai langsung di bawah terik matahari. Kalaupun kita membawa bayi berjemur, paling cuma jalan-jalan di sekitar rumah dan waktunya pun enggak lama, bukannya berjemur beneran macam bule," lanjutnya.
AC DAN KIPAS ANGIN
Bayi, tutur Waldi lebih lanjut, sebenarnya mampu untuk beradaptasi di suhu panas maupun dingin. Adaptasi ini tergantung dari lingkungan yang diciptakan oleh orang tuanya. Karena itu kalau ada sesuatu yang akan menjadi patokan bagi si bayi nantinya, sebaiknya orang tua menerapkannya sedini mungkin. Misalnya, kalau orang tua ingin bayinya nanti bisa tidur dalam gelap, maka sejak dini orang tua perlu mengecilkan sinar lampu bila si bayi berangkat tidur.
Demikian pula halnya dengan suhu. "Kalau orang tua menginginkan bayi terbiasa dengan ruangan tanpa AC, maka bayi bisa menyesuaikan dengan keadaan ini." Kita tak perlu takut si bayi akan merasa kegerahan, meskipun dia mengeluarkan keringat. Kalau betul ia kegerahan, maka biasanya ia akan menampilkan keluhannya seperti rewel, uring-uringan. Jadi, tandas Waldi, "asal si bayi enggak rewel, meskipun berkeringat, ya, enggak apa-apa. Keringat itu, kan, reaksi tubuh untuk mendinginkan tubuh. Makanya si bayi berkeringat."
Kalau mau jujur, lanjut Waldi, sebenarnya yang membutuhkan AC lebih pada orang tua, bukan si bayi sendiri. Tapi karena bayi hidup bersama dengan orang tuanya (malah sering sekamar), mau tak mau dia harus beradaptasi dengan ruangan ber-AC tersebut. "Kalaupun orang tua tak bisa lepas dari AC, sebaiknya pasang AC pada suhu yang bisa diterima bayi, yaitu sekitar 26 atau 27 derajat celcius," anjurnya. Tak jarang kita sering menyetel suhu AC kita hingga 20-22 derajat Celcius.
Waldi menyarankan agar orang tua sebaiknya tak memakai AC untuk kamar bayinya. Dikhawatirkan pas listrik mati, si bayi malah akan rewel dan tak bisa tidur lantaran sudah terbiasa dengan AC. Namun AC itu sendiri tak memiliki efek yang membahayakan bayi, kecuali suhunya yang bisa terlalu dingin untuk bayi. "Sebenarnya efek yang paling mengganggu adalah daya pengering AC. Kelembaban kulit bayi pun bisa terganggu karena AC membuat udara lebih kering dari semestinya."
Yang juga perlu dihindari ialah pemakaian kipas angin secara langsung pada bayi, karena akan membuat perubahan suhu yang mengganggu keseimbangan bayi. Namun berbeda dengan AC, masalah yang sering terjadi bukanlah bagaimana bayi beradaptasi dengan suhu kipas angin, melainkan justru suara khas yang dikeluarkan kipas angin selagi berputar. "Ini ada pengaruhnya pada bayi." Maksudnya, kalau bayi sudah biasa mendengar suara tersebut tapi lalu suatu hari kipas angin itu rusak, maka bayi akan rewel, "karena bunyi yang biasa menemaninya itu hilang," jelasnya.
Nah, sekarang sudah paham, kan!
Faras Handayani . Foto : Rohedi (nakita)
KOMENTAR