Dampak yang ditimbulkan pun berbeda. Makanan pedas yang masuk dari mulut, dampaknya akan semakin berkurang ketika sudah masuk dalam tubuh. Maksudnya, makin ke bawah (perut), dampak makin berkurang. Pertama-tama, setelah menyantap makanan pedas, yang kena dampaknya adalah daerah mulut atau lidah. Iritasi yang ditimbulkan biasanya menimbulkan sariawan. "Makin turun makanan itu ke bawah, masuk ke darah lambung dan cerna, iritasinya berkurang. Begitu pun ketika masuk ke dalam usus."
TAK ADA KALORI
Masalah yang juga kerap ditanyakan orang adalah, kenapa ada orang yang suka sekali makanan pedas? Umumnya makanan pedas dikonsumsi oleh masyarakat di daerah yang dingin. Alasannya, untuk mendapatkan sesuatu yang panas, untuk menghangatkan tubuh. Makanan pedas tersebut didapat dari campuran cabai merah atau rawit atau merica. Tentu saja kadarnya berbeda. Dampak merica lebih ringan dari cabai. Tapi itu pun dalam jumlah yang sedikit. Pada cabai yang dikeringkan, zat asamnya lebih kental karena bila kering konsentrasinya jadi lebih besar.
Yang perlu dicatat, makanan pedas ini tidak mengandung nilai gizi dan tidak memiliki kalori. Misalnya masakan rendang yang pedas, nilai gizinya ada pada dagingnya, asinan sayuran atau buah-buahan, nilai gizinya juga terletak pada sayuran dan buah-buahan tersebut. Bukan pada campuran pedasnya. "Makanan pedas hanyalah sebagai aroma dan penambah selera atau rasa. Nilai-nilai itulah yang dikandung oleh makanan pedas," jelas Rahmat.
Jadi, apa perlunya makanan pedas itu diberikan pada anak? Karena pada prinsipnya, anak hanya perlu makanan yang bergizi. Artinya, mengandung jumlah nutrien atau bahan makanan yang cukup dan seimbang, seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan air. Makanan yang mengandung nilai gizi itulah yang sebaiknya diperkenalkan orang tua pada anak.
Meski anak diajarkan untuk mengenal rasa, tapi jangan dipaksakan untuk mengenal makanan pedas ini. Bila memang sudah karena kebiasaan atau faktor budaya, misalnya umur 3-5 tahun sudah makan rendang, tanpa diperkenalkan pun, anak akan mengenal dengan sendirinya seiring dengan bertambahnya usia. Malah sebaiknya jika si balita sudah ingin mencoba makanan pedas, laranglah dengan alasan yang jelas.
Karena, kata Rahmat mengingatkan, kebiasaan-kebiasaan itu tidak sesuai dengan nilai-nilai kesehatan dan gizi yang diperlukan anak balita untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Nah, kini ayah dan ibu sudah tahu perlu tidaknya makanan pedas buat si kecil. Jadi, jangan coba-coba lagi ya!
Dedeh Kurniasih/nakita
KOMENTAR