Hal lain yang memicu ketakutan anak ialah proses belajar atau pengalaman yang diserapnya. Yang berperan di sini adalah faktor lingkungan. "Jadi, ada input dari luar," ujar Enggawati. Biasanya ini terjadi jika orang tua menerapkan konsep pengajaran yang salah pada anak. Sering, kan, kita mengancam atau menakut-nakuti, "Kalau nggak mau makan, Mama tinggal, lo." Atau, "Kalau enggak mau tidur siang, nanti dibawa kuntilanak." Akibatnya, anak akan menyerap, kuntilanak itu adalah sesuatu yang menakutkan.
Bisa juga karena anak meniru dari orang tua atau orang dewasa di sekelilingnya. Bila anak biasa melihat ibunya takut pada cacing, misalnya, maka ketakutan ini akan "menular". Anak pun akan beranggapan bahwa cacing itu sesuatu yang menakutkan. Karena itu penting bagi orang tua untuk mengontrol rasa takutnya. "Anak kecil, kan, belum bisa menyaring, mana contoh yang baik dan kurang baik untuk ditiru," kata pemilik Sanggar Bermain Balita Kreatif di Surabaya ini.
Jadi, jika putra-putri Anda ketakutan terhadap sesuatu, "Runut latar belakangnya. Jangan-jangan, lingkungan keluarga yang menjadi pencetus ketakutannya," tutur dosen luar biasa di Universitas Surabaya, Putra Bangsa, dan Widya Mandala ini.
Hal lain yang menimbulkan ketakutan anak ialah trauma. Misalnya ia pernah digigit anjing. "Bisa jadi baru mendengar suara gonggongan anjing, sudah membuatnya keluar keringat dinginnya. Pengalaman buruk ini membuatnya trauma."
MIMPI BURUK
Yang sering kita lupakan adalah tak menyadari ketakutan anak. Kita baru sadar setelah hal itu tercetus secara spontan, entah dari kata-kata si kecil saat sedang bermain atau dari mimpinya. Biasanya anak akan menceritakan mimpinya kepada orang tuanya. "Tadi aku ketemu vampir, takut sekali. Vampirnya ada taringnya. Ih, serem." Nah, dari sini sebetulnya kita harus bisa mengambil kesimpulan, ia betul-betul takut pada vampir.
Sebaiknya, anjur Enggawati, tanggapi cetusan anak yang seperti itu. "Sehingga bila ada yang negatif atau imajinasinya keliru, bisa segera dibenahi." Ia mengingatkan, dunia anak berbeda dengan dunia orang dewasa. "Mereka hidup di dunia yang tak realitis, belum bisa membedakan antara khayalan dengan realitas yang ada. Buktinya, mereka suka ngomong sendiri, kan?"
Ketakutan yang dibawa hingga ke dalam mimpi biasanya terjadi karena di siang hari si kecil mengalami pengalaman-pengalaman mencekam yang diserapnya sehingga terbawa dalam tidurnya. Bisa juga jika ia diancam, entah oleh orang tua atau tetangga, sehingga hatinya tercekam dan tercetus dalam mimpi buruk.
Mimpi buruk ini, kata Enggawati, tak selalu jelek. "Mimpi buruk berguna sebagai pencetusan untuk menghilangkan ketegangan. Ketegangan yang tak disadarinya, yang tadinya ia tahan, bisa dicetuskan. Keluarnya bisa berupa mimpi buruk, bisa juga berbentuk igauan."
Jadi, tak perlu panik kala menjumpai anak mengalami mimpi buruk. "Peluk saja agar ia tenang kembali." Tentu saja, mimpi buruk jangan sampai sering terjadi. "Jika keseringan mimpi buruk, ya, orang tua harus waspada, mengapa anak begitu penuh ketakutan. Jangan-jangan, tiap hari ia ditakut-takuti. Itu, kan, bahaya dan bisa mengganggu perkembangannya nanti."
PERLU PERHATIAN
Ketakutan yang terus-menerus akan mengakibatkan anak selalu tegang. "Banyak energi yang terbuang percuma demi mengatasi rasa takutnya yang berlebihan, sehingga mengganggu kegiatan rutinnya. Tak bisa konsentrasi dalam belajar, misalnya. Yang seharusnya energinya dipakai untuk belajar, jadi dipakai untuk mengatasi masalah takutnya."
KOMENTAR