Kendati masih balita, dia sudah bisa diajak kerja, lo. Selain akan menumbuhkan rasa tanggungjawab, juga baik untuk kepribadiannya kelak. Tapi, pekerjaan apa yang pantas dilakukan si kecil dan bagaimana cara melatihnya?
Ketika sedang bersih-bersih rumah, si kecil yang berusia 4 tahun nyeletuk, "Bunda, aku mau nyapu." Nah, apa rekasi reaksi Anda? Kebanyakan, sih, akan mengatakan, "Nggak usah, biar Bunda saja. Kamu, kan, masih kecil." Tentu saja jawaban itu tidak bertujuan melecehkan si kecil karena kita tahu persis, ia belum bisa melakukan hal itu.
Tapi pernahkah terpikir oleh kita, jawaban macam itu justru akan ditangkap anak sebagai, "Saya tak mampu. Buktinya, Bunda nggak percaya padaku." Nah, berabe, kan, jika anak sudah punya anggapan bahwa dirinya tak mampu (dan "vonis" itu dijatuhkan oleh ibu)?
Sebab itulah, para ahli tak setuju bila ayah dan ibu cenderung melarang atau menolak kala anak menunjukkan minatnya terhadap suatu pekerjaan. Selain akan menumbuhkan perasaan tak mampu, harga diri si kecil juga terluka. Apa pun juga, anak tetap memerlukan perasaan dihargai bahwa ia mampu melakukan sesuatu. Dengan kata lain, berilah ia kesempatan meski kita tahu persis, ia tak bisa melakukannya dengan sempurna.
TIDAK MANDIRI
Melatih anak bekerja, ujar psikolog Zahrasari Lukita Dewi, S.Psi., sangat bermanfaat bagi kehidupan anak kelak. Selain anak mengenal kemampuannya, ia juga jadi tahu bahwa setiap individu punya tanggung jawab. Minimal, terhadap dirinya sendiri atas apa yang ia lakukan atau yang ia miliki. Ia pun jadi tahu disiplin, kapan waktu main, belajar, dan bekerja.
"Bila anak tak pernah dilatih bekerja, ia tak pernah belajar tentang apa yang harus dilakukannya dan mengapa," ujar Zahra. Apalagi bila orang tua sampai mengatakan, "Kamu mau gosok gigi atau tidak? Kamu sendiri, lo, yang nanti merasakan akibatnya." Ujaran macam ini hanya akan menumbuhkan sikap tidak percaya diri bahwa ia dapat mengerjakannya.
Begitu pula jika kita cenderung memanjakan anak. Saking sayangnya, anak disediakan sejumlah "asisten" yang selalu siap membantunya. Mau pakai sepatu, tinggal sodorkan kaki. Mau makan, tinggal buka mulut. "Sungguh, ini bukan kebiasaan baik. Anak menjadi kurang mandiri, tak punya rasa tanggung jawab, dan amat bergantung pada orang lain," ingat Zahra.
Tak jadi soal bila hasil kerja si kecil masih belum baik atau rapi. Memang bukan itu, kok, yang terpenting, melainkan penanaman pola kebiasaan tertentu pada anak. Ja bukan agar anak bisa melipat selimut dengan rapi, tapi membiasakannya melipat selimut. "Lebih pada membiasakan anak untuk disiplin dan bertanggung jawab terhadap kepentingan dirinya dan apa yang ia lakukan," terang Zahra.
ABAIKAN JENIS KELAMIN
Jadi, Anda setuju, bukan, melatih anak bekerja? Nah, sebelum melatih, menurut Zahra, perhatikan dulu usia si kecil. Sebab lewat usia, kita bisa mengetahui sejauh mana kemampuan anak. Baik secara fisik, emosional, dan sosial. "Sejak anak sudah bisa berinteraksi dengan dunia di luar dirinya dan secara fisik sudah kuat, berarti ia sudah bisa dilatih bekerja untuk hal-hal yang sifatnya harus dibentuk. Biasanya di usia prasekolah, yaitu 3 sampai 5 tahun," terangnya.
Pekerjaan apa yang cocok baginya? Yang utama adalah yang berkaitan dengan diri si anak sendiri. Mulai dari bangun tidur, mau pergi "sekolah", pulang "sekolah". Seperti belajar mandi, menyabuni badan, memakai sepatu, dan menyisir rambut. Semua itu dilakukan tanpa bantuan orang lain.
KOMENTAR