Mulailah mendekati anak, bahkan sejak ia belum lahir. Anda bisa memulainya dengan meletakkan tangan atau menempelkan telinga di perut istri yang tengah menggunung. Ikut menemaninya ke dokter, melihat janin lewat USG, dan seterusnya. Sayangnya, banyak calon ayah yang enggan atau lupa melakukan hal ini. Ditambah, ketika si bayi lahir, para ayah menganggap, masa kecil adalah saat anak harus banyak berdekatan dengan ibunya.
Dengan alasan tak mau dituduh mengintervensi kedekatan ibu dan anak dan rasa takut memegang tubuh bayi yang begitu mungil, ia jadi enggan terlibat mengurus anak sejak awal. Padahal, ayah bisa, lo, mengganti popok, memakaikan baju, menyendawakan bayi, mendiamkan tangisnya, dengan keterampilan yang sama dengan yang dimiliki ibu. Tapi yang terjadi, ayah cuma mau berdekatan dengan anaknya ketika si bayi sedang anteng, tertawa lucu, dan bermain bersama.
Ingat, semakin awal Anda terlibat dengan anak, semakin baik kedekatan yang dibangun. Semakin banyak menghabiskan waktubersama anak, akan lebih menguntungkan karena kelak, ketika si anak menghadapi gejolak dalam hidupnya atau butuh nasehat, ayahlah orang yang akan didatangi pertama kali.
3. PERNAH DITOLAK
Mungkin Anda pernah mengajaknya bermain dan anak dengan polos menjawab, "Enggak, ah, aku maunya sama Ibu saja." Anda pun merasa ditolak, "sakit hati", kemudian berjanji dalam hati, "Oke, lain kali aku enggak akan ngajak kamu main." Jangan egois dan buru-buru mengambil kesimpulan sepihak. Si kecil bukannya tak ingin bermain dengan ayahnya, lo. Mungkin saja waktunya tidak tepat karena dia sedang asyik main dengan ibunya. Atau, jangan-jangan si kecil bisa "membaca", Anda tak tulus mengajaknya bermain, karena Anda datang kepadanya dengan wajah kusut dan nada bicara ogah-ogahan.
Bila Anda mengajaknya bermain, tunjukkan kesungguhan dan antusiasme. Bila si kecil tetap menolak, jangan langsung cemberut dan putus asa. Anda boleh bertanya padanya, "Oke, deh, kapan, dong, mau main sama Ayah? Nanti kita cari permainan yang seru, ya."
KOMENTAR