Kendati demikian, tak setiap anak usia 3 tahun sudah siap "sekolah" karena untuk "sekolah" ada syaratnya. Yakni, anak sudah harus punya kematangan visual, auditif, dan sosialisasi. "Tak perlu kecil hati jika anak belum siap. Toh, di usia 4 atau 5 tahun, masih belum terlambat untuk di"sekolah"kan. Lagipula, setiap anak punya tempo perkembangan masing-masing," kata Gerda.
Jangan pula memaksa anak "sekolah" tanpa menyadari bahwa usia anak belum waktunya. "Itulah pentingnya orangtua menyiapkan anak sejak jauh-jauh hari," katanya. Berikut, aspek-aspek yang harus disiapkan:
1. Fisik
Beri gizi yang baik agar taraf kemampuan perkembangan fisiknya menjadi optimal. Jika gizi tak baik, fisik anak akan lemah dan aktivitasnya pun berkurang.
2. Emosi
Di usia 3 tahun, anak memasuki masa temper tantrum. Emosinya meletup-letup, suka ngambek, menangis berguling-guling, membanting-banting tanpa sebab yang jelas. Bantulah perkembangan emosinya agar ia bisa mengekspresikannya dengan bahasa yang baik dan melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat receptive (menerima). Misalnya, dapat mendengarkan cerita dan melakukan tugas-tugas tertentu.
3. Sosial
Ajari anak mengenal orang lain, bergaul dengan lingkungannya sehingga ia berkembang menjadi anak yang tak egosentris, bisa mengenali nuansa emosi orang lain, dan komunikatif.
4. Kognitif
Ajari anak untuk membantu dirinya sendiri (self help), melakukan kebiasaan sehari-hari. Misalnya, cuci tangan dan kaki sendiri, makan tak berceceran, buka baju sendiri kalau mau mandi, dan sebagainya.
5. Motorik
Bantu anak mengembangkan kemampuan motorik (gerakan) kasar dan halusnya. Di usia 3 tahun, seorang anak diharapkan memiliki kemampuan motorik kasar antara lain: lari tanpa jatuh, melompat di tempat dengan kedua kaki jatuh bersamaan, berdiri pada satu kaki tanpa pegangan, berjingkat di atas jari-jari kedua belah kakinya, dan menendang bola.
Sedangkan motorik halusnya antara lain: memegang alat tulis dengan benar, menirukan garis-garis (lurus, lingkaran, memanjang), melukis bentuk tertentu (bulatan, segi empat, dan lainnya), memulung tanah liat atau meremas-remas kertas dan sebagainya, membolak-balik halaman buku satu per satu, mengatur dan merangkai benda-benda. Ia pun diharapkan mampu menggunakan satu tangan secara tetap untuk melakukan sesuatu kegiatan. Misal, makan dengan tangan kanan, melempar bola, mengambil sesuatu benda, dan sebagainya.
Diajak Ke "Sekolah"
Orang tua yang peduli, kata Gerda, harus sudah memperkenalkan anak pada "sekolah" sedini mungkin. Kita harus meluangkan waktu datang ke "sekolah" terdekat untuk memperkenalkan lingkungan belajar pada anak. Misalnya mengajak anak melihat "sekolah" dari luar pagar. "Bila orang tua sibuk atau bekerja, sempatkanlah di hari Sabtu," anjur Gerda.
Seandainya kita kenal baik dengan guru "sekolah" itu, ajaklah anak masuk ke sana. Bisa juga dengan mengajak anak ikut kakaknya ke "sekolah" atau ketika ada perayaan "sekolah". Anak jadi bisa mengenal "sekolah" lebih dekat, karena ia bisa melihat gedung "sekolah", permainan-permainan yang ada, hewan peliharaan, dan lainnya. Sehingga anak jadi terbiasa dengan lingkungan belajar.
Yang tak kalah penting, anak bisa mengenal guru sehingga ia tahu, "Oh, Bu Gurunya ternyata baik-baik, ramah, murah senyum, dan sebagainya." Semua itu akan membuatnya memperoleh sebuah nuansa kehidupan yang nyaman dan menyenangkan di "sekolah". Anak akan merasa "sekolah" merupakan tempat memupuk rasa ingin tahunya.
Perlengkapan Yang Dibawa
Anak-anak prasekolah tak membutuhkan banyak perlengkapan "sekolah" karena mereka belum menjalani kegiatan pembelajaran sebagaimana di Sekolah Dasar. Cukup sediakan satu tas kecil dan biasakan agar ia sendiri yang membawa tas itu (bukan sang ibu atau pengasuhnya).
Isi tasnya dengan barang-barang yang diperlukan seperti tempat makan dan botol minum, sehingga bebannya tak berat. Kadang anak tak mau membawa tasnya, bukan karena ia malas atau manja, tapi bebannya terlalu berat untuk anak seusianya.
Siapkan juga baju dan celana ganti, terutama untuk anak yang sering berkeringat. Baju dan celana ganti ini juga berguna bila si anak tiba-tiba mendapat "kecelakaan" seperti muntah, buang air besar di celana, dan lainnya. Simpan baju dan celana di tas tersendiri, lalu berikan pada guru. Nanti guru asistenlah yang membantu anak mengganti pakaiannya.
Bila anak ingin membawa benda atau mainan kesayangannya semisal boneka, boleh-boleh saja. Tapi jangan lupa katakan padanya, mainan itu harus disimpan saat jam-jam kegiatan "sekolah". Jangan sampai si anak menggambar, misalnya, sambil pegang-pegang tangan bonekanya. Ini bisa mengganggu konsentrasinya. Mintalah bantuan pada guru.
KOMENTAR