* Bisa jadi, kemarahan muncul dari tumpukan permasalahan selama ini. "Untuk itu sangat disarankan, sampaikan apa yang menjadi masalah kita saat itu juga sebelum bertumpuk dan menjadi banyak. Dengan begitu, penyampaian masalah juga bisa dilakukan dengan tenang, tanpa nada tinggi," saran Clara.
* Sebelum benar-benar marah tarik napas dalam-dalam, beberapa kali, hal ini akan sedikit mengurangi ketegangan. Bila perlu hitung sampai 100. Dengan begitu perhatian dapat dialihkan. Fokuskan isi pembicaraan pada kesalahan yang dilakukan anak saat itu jangan mengungkit-ungkit kesalahan yang telah dilakukan sebulan yang lalu.
* Saat marah pada batita atau balita, semua harus dikaitkan dengan sesuatu yang konkret. Berikan saja contoh yang benar tanpa perlu marah-marah. Cara ini bisa dipakai untuk mengarahkan tingkah lakunya. "Misalnya bila anak membuat berantakan makanannya, katakan dan beri contoh bagaimana makan dengan benar. Tak perlu menghardik, apalagi membentaknya."
* Saat hendak memarahi anak, orang tua juga disarankan untuk memanggilnya ke dalam ruangan tersendiri yang suasananya berbeda. "Maksudnya supaya situasi jadi agak tegang yang baik untuk menggiring anak pada fokus permasalahan. Dengan begitu pesan akan lebih tersampaikan dibanding orang tua marah-marah di samping anak yang sedang nonton teve."
* Pada anak-anak yang lebih besar, dimana daya nalarnya telah berkembang, maka kemarahan ini bisa dikaitkan dengan hal-hal yang lebih abstrak. "Kalau anak tidak mau belajar, misalnya, beri ia gambaran bagaimana masa depan anak yang malas belajar," kata psikolog lulusan Universitas Indonesia ini.
* Lain anak bisa jadi lain pula cara memarahinya, walaupun mereka saudara sekandung. "Pada anak yang sangat peka, hanya dengan menatapnya saja, ia sudah mengerti orang tuanya tidak berkenan. Namun ada juga anak yang harus ditegur dengan nada tinggi, baru menyadari perilakunya yang salah."
KOMENTAR