Entah mengapa, Si Kecil lebih suka makan makanan instan ketimbang nasi tim buatan ibu. Tentu saja kebiasaan ini membuat ibu khawatir. Berbahayakah bila Si Kecil terus menerus mengonsumsi makanan instan setiap hari?
Setiap orangtua pasti menginginkan putra putrinya tumbuh sehat dengan memberi mereka makanan bergizi. Sayangnya, keinginan tadi tak mudah terwujud, apalagi bila anak sudah mengenal makanan instan yang umumnya memiliki rasa lebih nikmat.
Meski banyak produsen makanan instan mengklaim produknya dilengkapi tambahan berbagai kandungan vitamin, namun sebaiknya makanan itu tak dikonsumsi sebagai makanan sehari-hari.
Menurut dr. Endang Darmo Utomo, MS. Sp.GK, clinical nutritionist dari Siloam Hospital Karawaci, memang tak bisa sepenuhnya menyalahkan gencarnya iklan dan informasi dari produsen makanan instan. Orangtua juga tak bisa menghakimi makanan instan itu selalu buruk bagi anak.
"Hanya karena kita mendengar satu kasus, bukan berarti makanan instan itu buruk untuk dikonsumsi. Tapi, sebaiknya direncanakan saja, berapa lama tenggang waktu mengonsumsinya dan bagaimana menyiasatinya agar lebih bermanfaat buat anak," papar Endang.
Penghakiman terhadap bahaya makanan instan yang berlebihan tak akan membuat anak-anak memahami seperti apa makanan sehat yang sebenarnya. Akan tetapi, bila disiasati dengan tepat, sebenarnya makanan instan juga bisa bermanfaat.
Tinggi Kalori, Kurang Serat
Apa hal yang paling dikhawatirkan dari konsumsi makanan instan? Apakah unsur pengawet atau penyedap yang terkandung dalamnya? Ternyata, menurut Endang, bukan keduanya.
Endang menerangkan, hal utama yang patut diwaspadai dari mengonsumsi makanan instan adalah kandungan kalorinya yang tinggi. "Pada prinsipnya makanan instan, kan, makanan yang sudah melalui proses berulang. Proses ini menyebabkan kandungan gula sederhana pada makanan instan mudah terserap tubuh."
Padahal, ketika mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik tinggi, seperti kebanyakan makanan instan, menyebabkan rasa candu. Rasa ini didapat dari perasaan nikmat akibat gula darah yang lekas naik. Kemudian ada efek craving (perasaan ingin selalu ngemil), begitu gula darah turun cepat.
Selain indeks glikemik yang tinggi, makanan instan yang diolah berulang ini sudah pasti kurang mengandung serat. Padahal, pada kondisi normal, serat amat dibutuhkan untuk menjaga siklus buang air besar (BAB) secara teratur dan mengimbangi intake kalori yang terlalu banyak.
"Pada dasarnya serat dibutuhkan untuk mengurangi penyerapan makanan yang diasup. Kalau seratnya tidak ada, akibatnya makanan cepat terserap," ungkap Endang.
Bila dibiarkan dengan pola makan yang tinggi kalori dan kurang serat terus menerus, anak akan menjadi gemuk. Apalagi makanan dengan indeks glikemik tinggi yang memicu produksi insulin terus menerus. Lama-lama akan meningkatkan risiko diabetes pada anak.
Laili Damayanti
KOMENTAR