Setelah anak dileraikan atau bisa juga ketika si anak sudah selesai bertengkarnya dan agak tenang, minta masing- asing untuk duduk dan bicara di antara mereka tentang apa yang jadi masalah atau penyebabnya. Lakukan dialog.
Contoh:
Orangtua: "Kenapa sih, kalian bertengkar terus, kepala Mama jadi pusing nih."
Misalnya si kakak mengatakan: "Iya, Ma tadi Adek duluan yang jadi gara-garanya."
Orangtua: "Mama tidak tahu siapa yang benar dan siapa yang salah. Mama juga enggak tahu masalahnya apa. Nah, sekarang coba kalian berdua bicaranya bergantian, tidak pakai pukul-pukulan."
Di sini orangtua bersikap sebagai wasit yang hanya mengawasi dan membantu mengarahkan saja bagaimana kedua anak membahas masalah pertengkaran mereka.
4. Tidak mengintervensi.
Ketika anak bertengkar, orangtua jangan mengintervensi seperti, "Sudah! Bisa diam enggak kalian?! Ayo, Adek minta maaf sama Kakak, dan Kakak ngalah sama adiknya!" Atau, misalnya si adik mengatakan, "Kakak sih yang begitu, Ma," orangtua jangan lantas mengintervensi dengan menegur si kakak, "Kenapa sih, Kak? Kamu apakan adiknya?" Hindari intervensi semacam ini karena orangtua belum tahu masalahnya.
Jika orangtua selalu mengintervensi, berusaha mendamaikan anak, menentukan yang salah dan yang benar, membuatkan keputusan, maka anak takkan belajar untuk mencari jalan keluar dari konflik yang dihadapinya, juga tidak belajar mengambil keputusan sendiri. Jadi, biarkan saja anak saling mengungkapkan pendapatnya dan memperdebatkannya.
5. Beri arah dan penguatan untuk solusinya.
Selama antaranak mendebatkan masalahnya, orangtua tetap membantu memberikan arahan akan keputusan dari penyelesaian konfliknya. "Jadi, sekarang kalian sudah mengerti kan masalahnya. Nah, menurut kalian, sekarang masing-masing harus bagaimana?" Bisa saja si kakak mengatakan, "Adek harus minta maaf sama aku." Bila si adik setuju untuk minta maaf, tentu tak jadi soal. Tapi bagaimana kalau anak tak mau minta maaf karena mungkin ada rasa enggan atau gengsi melakukannya? Orangtua bisa mengatakan, "Kenapa Adek enggak mau minta maaf? Adek merasa malu ya? Enggak apa-apa kok, Dek. Kalau kita bersalah, kita memang harus minta maaf." Jadi, orangtua sebatas memberikan penjelasan dan mengarahkan saja agar anak mau minta maaf tanpa ikut menentukan. Biarkan anak yang menentukan apa yang mau dia lakukan.
Jika anak tetap tak mau melakukannya tak masalah. Jangan dipaksakan karena anak nanti melakukannya bukan atas dasar kesadaran dirinya atau keputusannya sendiri melainkan karena rasa terpaksa. "Oke, jika itu pilihanmu, ya. Tapi sekarang sudah berbaikan dan bisa main bersama lagi, kan?" Biasanya setelah itu pun anak akan kembali main bersama dan lupa dengan pertengkaran yang terjadi. Untuk hal minta maaf ini sebaiknya orangtua dalam kesehari-harian menjadikan dirinya contoh bagi anak. Ketika orangtua melakukan kesalahan pada anak hendaknya tak segan-segan untuk meminta maaf pada anak. Dengan begitu, anak pun akan mudah meminta maaf jika ia melakukan suatu kesalahan.
KOMENTAR