TabloidNova.com - Dua hari ini, Australia dikejutkan dengan berita tentang pembunuhan seorang Warga Negara Indonesia bernama Mayang Prasetyo. Berbondong-bondong, media Australia menulis kisah Mayang, seorang transgender yang diisukan juga bekerja sebagai gadis panggilan dengan bayaran selangit.
Sementara sang pembunuhnya, Marcus Valke, adalah seorang chef yang di laman Facebooknya mengaku anti-kekerasan terhadap perempuan.
Berita yang menyudutkan posisi Mayang ini kemudian banyak pula dikritisi oleh jurnalis Negeri Kangguru.
Amy Gray dari The Guardian, misalnya, menuliskan sebuah artikel bernas dengan judul panjang, "Mayang Prasetyo tidak dibunuh karena jenis kelamin atau pekerjaannya. Dia meninggal karena ada seorang pria yang merasa berhak untuk mencabut nyawanya."
Dalam artikel yang menuai banyak pujian di Twitter dan Facebook tersebut, Amy menegaskan bahwa semestinya kasus ini dipandang sebagai kasus KDRT yang mengkhawatirkan, tanpa menyorot jenis kelamin maupun pekerjaan Mayang. Secara statistik, di negara manapun, rumah adalah tempat yang paling berbahaya bagi seorang wanita. Ini tentu berkaitan dengan tingginya angka KDRT yang mengakibatkan wanita kehilangan nyawa.
Di Australia sendiri, tingkat KDRT atau disana disebut sebagai Family Violance (FV) dan Intimate Partner Violance (IPV) menunjukkan fakta yang cukup mengkhawatirkan.
Dilansir oleh Dailylife, berikut fakta-fakta tentang FV dan IPV di negara Australia, menurut The Australian Institute of Criminology.
- Satu orang wanita di Australia meninggal setiap hari di tangan pasangan atau bekas pasangannya.
- Periode waktu paling berbahaya bagi wanita korban FV dan IPV adalah ketika sang wanita meninggalkan pasangan, misalnya ketika ia hendak keluar rumah dalam upaya melarikan diri dari pasangan. Inilah waktu pembunuhan paling tinggi.
- Fakta menyebut, 36% kasus pembunuhan di Australia terjadi di rumah tangga.
- Dari kasus KDRT di atas, 73% di antaranya adalah pembunuhan wanita oleh pasangan pria.
KOMENTAR