Tabung menyerupai kapal selam ini awalnya diperuntukkan bagi para penyelam yang terkena dekompresi.
Seiring berjalannya waktu, alat yang disebut tabung hiperbarik ini ternyata juga bisa dipakai untuk pengobatan dan kecantikan.
Sejak tahun 60-an, mesin hiperbarik sudah mulai digunakan secara terbatas untuk kasus-kasus akibat penyelaman. Menurut dr. Susan H.M. Ms. dari Klinik Udara Bertekanan Tinggi (KUBT) RSAL dr. Mintohardjo Jakarta dan Letkol. dr. Janti Undari, Kasubdep KUBT, perintisnya di Indonesia adalah Angkatan Laut di Surabaya.
Waktu itu hanya terbatas untuk para penyelam. Penyelam yang bekerja terlalu lama di bawah air dan naik ke permukaan tak sesuai prosedur penyelaman, bisa terkena penyakit yang dinamakan dekompresi. Penyakit ini timbul dengan berbagai gejala, dari pegal-pegal sampai tuli, buta hingga lumpuh. "Penyebabnya, gelembung udara di dalam pembuluh darah menyumbat aliran darah ke beberapa bagian tubuh," kata Janti.
Darah bak minuman bersoda, yang dalam pembuatannya diberi gas dengan tekanan tinggi. "Begitupun darah manusia. Udara dari tabung yang dibawa akan larut di dalam air, tapi jika dia naik ke permukaan tak sesuai prosedur, udara yang dihirupnya akan berubah menjadi gelembung dan menyumbat pembuluh darah."
Untuk melencarkan kembali pembuluh darah yang tersumbat, dibutuhkan tekanan tinggi. "Jawabannya adalah dengan terapi hiperbarik. Dengan hiperbarik, kita memberikan tekanan kembali, sehingga diharapkan gelembung mengecil dan larut dalam darah," jelas Janti.
PERCEPAT PERTUMBUHAN JARINGAN
Dari berbagai penelitian terungkap, hiperbarik mempunyai manfaat lebih, tak cuma untuk penyelam semata. Dengan memanfaatkan tekanan oksigen murni itu, berbagai penyumbatan yang tak hanya disebabkan gelembung udara, dapat ditembus oksigen. Normalnya, kita menghirup udara yang kemudian diproses paru-paru untuk diambil oksigennya saja. Oksigen tersebut akan diikat hemoglobin dalam sel darah merah dan diantarkan ke seluruh tubuh.
Dengan bertambahnya usia dan berbagai faktor, misalnya terdapat luka yang menyebabkan pembuluh darah terputus, membuat sel darah merah tidak dapat mengantarkan oksigen dengan baik. "Dengan terapi hiperbarik, oksigen ditekan sehingga larut di plasma darah. Jadi, dia bisa meresap ke seluruh tubuh tanpa bantuan pembuluh darah," ucap Susan.
Menurut penelitian, pada tahun 1959, seekor babi dapat bertahan hidup tanpa sel darah. Seorang dokter di Belanda membuat percobaan dengan mengambil semua sel darah babi dan hanya meninggalkan plasmanya. Darah sendiri terdiri dari sel darah merah, sel darah putih, butir pembeku dan plasma. Oksigen harus dibawa sel darah merah. Setelah dimasukkan ke dalam hiperbarik, babi itu ternyata tetap hidup. Lewat penelitian itu terbukti bahwa dengan hiperbarik, oksigen dapat tersebar dengan baik ke seluruh tubuh meski tidak dibawa oleh sel darah merah.
Hiperbarik diketahui juga dapat mempercepat pertumbuhan jaringan. Beberapa tahun lalu, RSAL dr. Mintohardjo pernah menangani sebuah kasus transplantasi. "Jari seorang pasien terpotong lalu disambung. Sesaat setelah operasi, pasien dimasukkan hiperbarik. Ternyata penyembuhannya lebih cepat, dan sel-sel baru pun tumbuh lebih cepat," ujar dokter berkacamata itu. Hiperbarik merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru. Dengan hiperbarik, pembuluh darah yang rusak atau tersumbat akan terbentuk sampai 30 kali.
PRIA LEBIH SUBUR
Hiperbarik ternyata juga bisa digunakan dalam hal kecantikan. Fungsi lain ini ditenmukan secara tak sengaja. Awalnya, beberapa pasien merasakan perubahan pada kulit mereka, menjadi lebih baik dari sebelumnya. "Ternyata, dengan terapi hiperbarik, jaringan kolagen menjadi lebih elastis, sehingga membuat kulit lebih kenyal dan lembab. Bahasa sederhananya, sel-sel itu diberi lebih banyak oksigen, sehingga merangsang pertumbuhan kolagen menjadi lebih baik."
Selain kulit, perubahan yang sangat terlihat terjadi pada pertumbuhan rambut. Bagi yang sudah beruban, terapi hiperbarik akan membantu mereka tak lagi mengecat hitam rambutnya, karena berkurangnya jumlah uban. "Rambut jadi sehat, tak lagi rontok. Yang sudah botak bisa tumbuh kembali," aku Janti.
Bagi mereka yang ingin menjaga kecantikan dan kebugaran, terapi hiperbarik terbukti sangat membantu. Namun perlu diingat, hasil yang didapat akan berbeda satu dengan lainnya. Untuk mendapatkan hasil maksimal, terapi paling tidak dilakukan sebanyak 10 kali.
Untuk menjalankan terapi tersebut, pertama harus ada booster. Awalnya, 5 atau 6 kali berturut-turut setiap hari. "Maksudnya untuk mengusir radikal bebas dari dalam tubuh." Selanjutnya semakin berkurang, misalnya 3 kali seminggu, terus 2 kali seminggu sampai hanya tinggal sebulan dua kali.
Ini mengikuti prinsip pertumbuhan sel kulit yang selalu beregenerasi setiap tiga minggu. "Jadi, kalau dioksigenasi sebulan dua kali, sebelum tumbuh sel baru dia akan mendapat oksigen yang baik sehingga pertumbuhannya menjadi lebih baik. Apalagi di kota besar seperti Jakarta, tingkat polusinya sudah tinggi sekali," ujar wanita berambut pendek ini.
Bagi lelaki, selain berfungsi sebagai penjaga kebugaran, terapi hiperbarik ternyata mampu meningkatkan kesuburan sperma. "Penelitian di Surabaya menunjukkan, gerakan sperma jadi lebih cepat dan jumlahnya pun bertambah. Dan itu sudah terlihat hanya dengan 5 kali berturut-turut menjalani terapi ini."
Melihat perkembangan yang terbaru, terapi hiperbarik ternyata juga mempercepat penyembuhan penderita autisme. "Di luar negeri, terapi hiperbarik sudah disarankan bagi penderita autis." Di RSAL sendiri pernah ada anak autis yang menjalani terapi hiperbarik. "Ternyata, setelah menjalani terapi, kondisinya membaik. Memang harus ditambah terapi lain, tapi dengan hiperbarik hasilnya menjadi lebih cepat."
Namun, terapi hiperbarik ternyata juga mempunyai beberapa efek negatif. Karena menggunakan penekanan, beberapa pasien bisa terkena penyakit yang disebut barotrauma, seperti tuli. "Mestinya enggak terjadi, tapi terkadang pasien tak bilang kalau ia sedang flu. Akibatnya, saluran pendengarannya mampet dan jadi budek, lama-lama sakit bahkan sampai keluar darah," terang Susan.
Selain itu, penggunaan hiperbarik yang terlalu sering juga dapat mencetuskan kanker. "Karena yang dipakai adalah oksigen murni, maka jika terlalu banyak, bisa menjadi radikal bebas juga. Nah, radikal bebas itu bisa menyebabkan kanker."
DARI VERTIGO HINGGA KANKER
Sejak tahun 1970, setelah RSAL dr. Mintohardjo memiliki tabung hiperbarik, penggunaannya meluas tak hanya untuk penyelam atau prajurit TNI. Tahun 1998, RSAL mendapat tambahan dua lagi, yaitu vertical dan horizontal chamber. Keduanya multiplace chambers, bisa untuk banyak orang.
Sejak itu pula, tabung tersebut sudah dimanfaatkan untuk berbagai penyembuhan penyakit. "Dari sakit kepala seperti vertigo sampai penyembuhan gangren pada penderita diabetes dan pasca-stroke serta pemulihan habis operasi. Bahkan, baru-baru ini untuk mengobati kanker," terang Janti.
Khusus untuk penderita kanker, pihak KUBT sebelumnya bekerjasama dengan beberapa dokter radioterapi, sesuai sifat dasar hiperbarik yang mempercepat pertumbuhan sel atau jaringan. Jadi, pasien harus menjalani radioterapi dan hiperbarik. "Radioterapi merusak jaringan seputar kanker, nah tugas hiperbarik adalah memperbaiki jaringan yang rusak tersebut. Tetapi tak bisa dengan hiperbarik saja, karena dikhawatirkan sel kankernya tumbuh cepat, ibarat tanaman yang diberi pupuk," jawab Janti.
JAUH LEBIH HEMAT
Dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan untuk menangani penyakit tanpa hiperbarik, terapi hiperbarik memang relatif lebih murah. Lama tinggal di rumah sakit juga jauh berkurang.
Sekali menggunakan hiperbarik, pasien dikenakan biaya Rp 150 ribu. Biaya yang lumayan murah dibandingkan terapi yang sama di negara berbeda. Di Amerika, biayanya 4 ribu US dolar. Biaya tersebut sebenarnya tak sesuai dengan biaya yang harus dikeluarkan pihak rumah sakit untuk perawatan mesin. "Oli dan suku cadangnya belum diproduksi di dalam negeri. Jadi, harus pesan di luar negeri. Seliter oli harganya Rp 300 ribu rupiah dan perlu diganti setiap seribu jam putaran. Belum lagi filternya yang harus diganti setiap tahun, yang harganya Rp 300 juta. Biaya perawatannya memang tinggi," jelas Janti.
Itulah kenapa, RSAL dr. Mintohardjo tidak melayani pasien hingga sore hari. "Takut mesinnya rusak," ujar Janti setengah bercanda. Namun, "Untuk kasus-kasus, kita bekerja 24 jam, kok," sambungnya.
Tak semua orang bisa mendapatkan terapi hiperbarik. Oleh karena itu, sebelum menjalani terapi, pasien harus mendapatkan pemeriksaan laboratorium, seperti foto torax (foto paru-paru, Red.). Maksudnya untuk melihat apakah paru-paru pasien sehat. "Jadi kita tahu apakah pasien itu mempunyai kanker atau tidak. Atau apakah paru-parunya bocor. Apa jadinya kalau paru-paru bocor terus ditekan udara tinggi?" Yang jelas, anak kecil dan wanita hamil tak diperbolehkan menggunakan hiperbarik.
Hasil laboratorium tersebut berguna untuk mengetahui kondisi keseluruhan pasien. "Misalnya dia menderita TBC. Nah, agar tak menular, penderita kita sarankan untuk membeli masker sendiri. tau bila pasien menderita flu enggak boleh masuk, soalnya bisa terganggu telinganya."
Indikasi yang tepat untuk rujukan hiperbarik:
1. Penyakit Dekompresi
2. Emboli Udara
3. Keracunan Gas : CO, HCN, H2S, CC14
4. Infeksi Gangren, Osteomyelitis, Lepra, Mikosis
5. Bedah Plastik Dan Rekonstruksi
6. Luka yang sulit sembuh
7. Luka bakar
8. Operasi reimplantasi
9. Operasi cangkok jaringan
KOMENTAR