Sayangnya, bagi sebagian besar orang, menangis masih ditabukan, karena tak mau terlihat rapuh di hadapan banyak orang. Mereka malu bila ketahuan menangis. Tak heran jika di sepanjang usianya, mereka berusaha menekan air matanya.
Ya, bayi dan balita umumnya akan memperlihatkan sikap rewel, mengamuk, marah, atau tantrum. Sementara anak yang lebih besar akan mencucurkan air mata, terisak, atau meratap saat merasa sedih, marah, atau jengkel.
Lalu bagaimana dengan Anda, selaku orangtua? Apakah sistem alami yang mengagumkan ini tak dikondisikan bagi orang dewasa saat membutuhkan pelepasan stres?
Anak Laki-laki Tak Boleh Menangis?
Itulah nasihat sakti yang paling sering ditujukan bagi anak laki-laki. "Idih, sudah besar, kok, nangis? Malu, ah!" Ada begitu banyak pria mengalami indoktrinasi untuk tidak menangis sejak mereka masih kecil. Tak sedikit pula wanita yang dikondisikan demikian sejak kecil.
Pokoknya, para pria atau wanita ini dituntut untuk belajar menyimpan air mata sepanjang ekspresi perasaan pribadi dianggap berlawanan dengan kebiasaan keluarga. Padahal, menangis sama sekali bukan tanda kelemahan, lho!
Menangis betul-betul bersifat alami, sudah terbentuk sejak awal, merupakan respons manusiawi terhadap kesedihan, rasa sakit, ketakutan, kemarahan, rasa malu, perasaan berduka, keputusasaan, depresi, maupun kesedihan.
Tangis juga merupakan respons terhadap kebahagiaan, di saat lubuk hati terdalam tersentuh, merasa dicintai, sedemikian terpesona, merasa berkelimpahan, dan merasakan pengalaman langsung berupa kelembutan hati.
Tak sedikit pula pria perkasa yang menangis bila memang perlu. Banyak orang yang mengakui, jauh lebih mudah merespons kelembutan hati dengan air mata daripada saat menghadapi peristiwa dengan stres tingkat tinggi.
Terlalu Takut Menangis
Baik pria maupun wanita kerap menyatakan, karap terlalu takut menangis guna melepaskan emosinya. Saat ditanya alasannya, rata-rata takut tak bisa berhenti menangis.
Terhadap mereka, Anda perlu menunjukkan respons positif untuk membiarkannya sesekali menangis sesukanya. Saat menangis, ada yang butuh minum, mencari tisu, merasa wajib ke kamar mandi, atau langsung berhenti menangis begitu muatan emosi berlebihnya sudah tersalurkan.
Percayalah, tangis merupakan proses pelepasan emosi. Jadi, jangan pernah ragu mengekspresikan kesakitan, ketakutan, ketidaknyamanan, perasaan terluka, penolakan, atau apa pun. Tubuh akan tahu persis, kok, kapan saatnya berhenti, ketika sudah cukup air mata yang ditumpahkan.
Paskaria
KOMENTAR