Orangtua yang tak tegas biasanya akan tampak seperti orang yang super sabar. Namun, begitu kesabaran mereka habis, kemarahannya bisa meledak tak terhingga. Di sisi lain, ada pula orangtua yang bertipe "pemarah" dan menggunakan kemarahan mereka sebagai alat untuk mengontrol anak-anak mereka. "Kalau enggak diginiin, mereka enggak akal bisa disiplin," begitu kelit mereka.
Jadi, yang mana yang sebaiknya Anda pilih? Mungkin gabungan antara keduanya. Tegas namun lembut. Nah, untuk menjadi orangtua yang tegas namun lembut, ada beberapa hal yang harus Anda ketahui:
ANDALAH PEMIMPINNYA
Sebuah keluarga tanpa pemimpin sama seperti satu batalion pasukan tanpa komandan. Coba tengok, siapa yang menjadi pemimpin di keluarga Anda. Jangan-jangan justru anak Anda. Anda selalu mejadi "bulan-bulanan" anak-anak Anda. Ingat, Anda punya hak untuk menjadi bos di rumah Anda. Anak-anak juga akan mbelajar dari cara Anda memimpin mereka. Dan jangan pernah memberikan permintaan yang sifatnya tentatif kepada anak-anak, seperti, "Mama pikir, kini saatnya mematikan teve dan kalian mandi." Bisa-bisa, Anda justru stres dibuatnya. Bersikap tegas lebih baik.
BERI PERINTAH YANG JELAS
Setiap pagi, Nina dibuat pusing oleh ulah anak-anaknya, Dhea dan Ryan. Selalu ribut setiap kali hendak berangkat ke sekolah, padahal Nina dan suaminya pun harus berkemas untuk pergi ke kantor. Sebetulnya, Dhea dan Ryan sudah cukup besar. Persoalannya, Nina punya masalah, selalu memberi perintah yang tak jelas kepada mereka. Kalimat yang ia ucapkan setiap pagi nyaris sama, "Ayo cepat mandi! Sarapan! Pakai sepatu! Nanti kalian telat, lho." Akibatnya, Dhea dan Ryan pun sering benar-benar telat.
Jadi, ketimbang memberi perintah yang tak jelas, berikan perintah yang tegas. Misalnya, "Cepat selesaikan sarapan kalian dan berangkat ke sekolah. Kalau kalian telat, kalian enggak boleh nonton teve nanti malam." Perintah yang didukung dengan "hukuman" merupakan cara paling efektif supaya anak mau bekerjasama.
TERLALU KAKU TAK BAGUS
Seringkali, orangtua terlalu jauh memberikan hukuman dan menolak bekerjasama dengan anak-anak mereka. Padahal, seiring pertumbuhan anak, aturan sebaiknya disesuaikan pula dengan perkembangan pola pikir anak. Anak remaja mislanya, tentu tak bisa lagi diperintah seperti Nina memerintah Dhe dan Ryan. Jadi, bersikap fleksibel sesekali juga diperlukan.
HINDARI MENGULANG-ULANG
Jika suatu perintah harus diulang-ulang, berarti perintah itu tak didengarkan. Begitu pula Anda dan anak-anak Anda. Jika Anda mengulang perintah Anda hingga dua kali, berarti tak ada kontak antara Anda dan anak Anda. Ya, banyak orangtua yang mengeluh "diacuhkan" oleh anak-anak mereka. Bagaimana perintah Anda akan didengar jika Anda cuma meneriakkannya dari kamar sebelah, sementara anak asyik berlarian di kamar sebelahnya. Bisa-bisa, suara Anda hanya menjadi suara latar permainan mereka.
Kiatnya, cobalah melakukan sesuatu yang menarik perhatian anak. Misalnya, matikan teve, pandang mata mereka, dan katakan dengan tegas apa yang Anda inginkan. Untuk meyakinkan bahwa mereka mendengar apa yang Anda perintahkan, ulangi kata-kata Anda. Jadi, untuk bertindak, Anda harus mendapat perhatian dulu.
LIBATKAN ANAK
Apakah Anda membuat dan menerapkan peraturan tanpa pernah mau tahu apa yang sebetulnya diinginkan anak-anak Anda? Jika ini yang Anda lakukan, berarti Anda sudah melakukan kesalahan. Berkomunikasi adalah cara terbaik, termasuk dalam hal membuat peraturan. Ajaklah anak-anak duduk, dan buatlah daftar apa-apa yang harus mereka patuhi. Jangan lupa, masukkan daftar hukuman dan penghargaan yang akan mereka terima jika mereka mematuhi atau sebaliknya, mengabaikan aturan tersebut. Melibatkan anak dalam membuat keputusan akan membuat mereka "rela" terlibat di dalamnya.
MENGHADAPI TUKANG DEBAT
Anakpun seringkali menjadi seorang pendebat tangguh. Disuruh mandi, mereka akan menjawab sekenanya, "Nanti dulu, ah. Kan, baru saja makan." Biasanya, perdebatan akan berakhir lama, dan orangtua berada di pihak yang kalah, meninggalkan si anak. Kuncinya, jangan menyerah. Jika Anda meminta anak mengerjakan sesuatu, katakan itu berulang-ulang. Tunggui selama mungkin, sampai ia mau melakukan apa yang Anda minta. Ingat, jangan mau diajak "berdebat" oleh anak. Cara ini akan membuat anak tahu bahwa sang ibu betul-betul serius dengan permintaannya.
JANGAN SELALU MELARANG
Orangtua yang negatif selalu melarang anak-anak mereka melakukan ini-itu. Misalnya, "Ayo, jangan meloncat-loncat di kursi!" Atau, "Jangan membuka-buka dompet Mama!" Atau, "Kamu memang nakal, Mama jadi pusing," sambil memukul si kecil.
Orang tua yang positif selalu mengarahkan anak agar menjadi baik, dengan memberi komentar yang sifatnya mengajak anak untuk bersikap baik. Misalnya, "Sini, duduk sama Mama. Lihat tuh, di luar jendela ada banyak bunga, lho." Jadi, jika seorang anak bertingkah salah, jangan salahkan pribadi si anak. Yang harus diubah adalah sikapnya. Jangan lupa, lagi-lagi, beri anak pujian setiap kali berlaku baik, dan sebaliknya, beri anak hukuman jika ia bertingkah tak baik.
SATU SUARA
Anda dan suami harus satu suara di depan anak. Jangan bertengkar mengenai aturan di depan anak-anak. Jika pun Anda berbeda pendapat, diskusikan itu di kamar, misalnya. Cara terbaik untuk menerapkan disiplin adalah dengan menjadi satu tim yang kompak. Dengan menawarkan pada anak disiplin yang tegas namun adil, anak pun akan merasa dan senang menjadi bagian dari tim.
WD/Hasto
KOMENTAR