"Dikhawatirkan bila tidak diberi pengawet, akan rusak ketika berada dalam kemasan," ungkap Agus Marjan marketing manager B-29, milik PT. Sinar Antjol.
Padahal sabun cuci piring digunakan kebanyakan pada alat-alat makan. Melihat tingginya probabilitas kontak dengan saluran cerna, berbahaya sekali menggunakan formaline dalam produk pembersih piring. Formaline sendiri sebenarnya sudah disebut-sebut sangat berbahaya bagi tubuh. IPCS (international programme on chemical safety) menetapkan batas toleransi formaline dapat diterima tubuh maksimal 0,1 mg/l (minuman) dan 0,2 mg/l (makanan).
"Setiap kali kontak dengan sistem saluran cerna, formalin dapat memblok enzim dalam lambung. Selain itu, formaline dapat memicu timbulnya kanker," ungkap Zainal Alim Mas'ud, DEA, Kepala Lab. Terpadu IPB. Zaenal juga mengingatkan sifat formaline yang bisa terakumulasi di dalam tubuh dan sulit diurai. Lama kelamaan akan meningkatkan risiko kanker pada konsumen.
Sebenarnya masih ada pengawet lain yang bisa ditambahkan selain Formaline, yakni chloro methyl isothiazolinone yang lebih bersifat cosmetical grade. Pengawet jenis ini biasanya digunakan pada kosmetika dan sudah mendapatkan persetujuan FDA.
Selama ini produsen produk sabun cair dan sabun pencuci piring sengaja memilih formaline karena pertimbangan harga yang murah, tidak memerlukan proses yang rumit dan mudah dicampurkan dengan bahan lain, serta lebih tahan lama dari bahan-bahan pengawet lain. Produsen pun tidak bisa dikatakan melanggar aturan kesehatan karena batas penggunaan formaline yang ditetapkan BPOM adalah 0,2 % untuk produk shampo dan sabun. Padahal diluar negeri, formaline atau formaldehyde sudah dilarang digunakan pada produk rumah tangga.
Laili
KOMENTAR