Perjalanan ibu satu anak ini hingga menjadi mualaf memang cukup menarik. Sekitar empat tahun lalu, ia sengaja didatangkan oleh Yayasan Masjid Cheng Hoo sebagai akupunkturis yang berpraktik untuk melayani masyarakat tak mampu. Karena lokasi praktiknya tak jauh dari masjid, setiap hari ia mendengar suara azan yang terasa memekakkan telinga. "Saking kerasnya, saat azan tiba saya sampai menutup telinga rapat-rapat," ungkapnya tentang masa lalunya.
Namun, lantunan suara azan itu seperti hidayah Allah yang turun kepadanya. Lama kelamaan, ia justru merasa damai ketika mendengar panggilan salat itu dikumandangkan. Bahkan, ketika ia tengah mengobati pasien, langsung berhenti untuk mendengarkan azan.
Ketertarikannya pada Islam juga semakin tinggi karena warga muslim yang ada di sekitarnya berperilaku begitu ramah terhahadap siapa saja, termasuk dirinya. "Saya belajar Bahasa Indonesia juga demi kelancaran memperdalam Islam," imbuh wanita yang murah senyum ini.
Setelah semakin meyakini bahwa Islam merupakan agama yang dianggap terbaik bagi dirinya, setahun lalu ia dibimbing oleh Bambang Sujanto, sesepuh komunitas muslim Tionghoa Jatim, mengucap kalimat syahadat. Sejak menjadi muslimah ia merasa Islam merupakan agama yang penuh cinta kasih terhadap sesama.
"Batin saya nyaman sekali," kata Xie Fang yang mengaku tak pernah lupa mengucapkan Basmalah sebelum menemui pasien agar pengobatan yang dilakukannya mendapat rahmat dari Allah dan bisa menyembuhkan si pasien. Tak hanya itu, ia pun bertekad tetap tinggal di Surabaya. "Di sini saya bisa lebih relaks, beda dengan di Cina. Setiap hari saya dituntut untuk mengobati ratusan orang, agar mendapat penghasilan yang mencukupi," katanya.
Gandhi
KOMENTAR