Balai Pustaka menerbitkan ulang delapan judul karya klasik pengarang Indonesia dengan format eksklusif dan edisi terbatas. Delapan public figur pun didaulat menjadi ikon masing-masing judul.
Kedelapan judul yang dikemas dengan satu judul Seri Sastra Klasik "Indonesian Cultural Heritage" ini terdiri dari Azab dan Sengsara (Merari Siregar), Layar Terkembang (Sutan Takdir Alisjahbana), Atheis (Achdiat K. Mihardja), Salah Asuhan (Abdul Moeis), Salah Pilih (Nur Sultan Iskandar), Habis Gelap Terbitlah Terang (R.A Kartini), Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma (Idrus), dan Sitti Nurbaya (Marah Roesli).
Keeksklusifan seri ini terlihat dari pengemasannya. Mulai dari nomor seri, hologram, serta sertifikat untuk menjaga keaslian dan keeksklusifannya. Nomor seri buku dan tulisan "Sastra Klasik Indonesia" diukir dalam pelat logam yang tertanam di setiap buku. Masing-masing buku juga disertai sentuhan ornament kain Indonesia dari perancang ternama Indonesia, Obin.
Dengan bandrol per paket seharga Rp 2.150.000,- ini Balai Pustaka mencoba menyasar segmen dari kalangan menengah ke atas, termasuk para professional dan pengusaha muda. "Memang edisi premium ini ditujukan untuk barang koleksi. Sebagai koleksi, karya-karya ini mengandung nilai-nilai kebangsaan serta kemanusiaan yang akan terus dapat menjadi rujukan generasi demi generasi," ujar Direktur Utama Balai Pustaka, Zaim Uchrowi, dalam Soft Launching Seri Sastra Klasik "Indonesian Cultural Heritage", Rabu, (10/6).
Sementara itu, kedelapan public figure yang ditunjuk sebagai ikon masing-masing judul seri karya klasik ini adalah Cornelia Agatha (Layar Terkembang), Maudy Kusnaedy (Salah Asuhan), Yuni Shara (Azab dan Sengsara), Tio Pakusadewo (Atheis), Lukman Sardi (Salah Pilih), Vincent Club 80's (Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma), dan Happy Salma (Sitti Nurbaya).
Lukman Sardi mengaku senang bisa terpilih sebagai salah satu ikon dan berharap melalui peluncuran seri "Indonesian Cultural Heritage" ini karya-karya pengarang klasik Indonesia bisa terus terjaga. "Karya-karya seperti ini kan sudah jarang didapat, bahasanya juga kan enggak seperti bahasa sekarang. Harus terus terjaga, jangan sampai ke belakangnya generasi-generasi mendatang enggak tahu ada karya-karya ini. Dengan jadi ikon, sentilan juga buat saya, selama ini bacanya yang pop. Enggak salah sih... Cuma kita kan perlu tahu juga yang klasik."
Soft Launching Seri Sastra Klasik "Indonesian Cultural Heritage" ini dihadiri oleh Menteri Pemuda dan Olahraga Adhiyaksa Daud, Mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, dan sejumlah pengusaha. Dalam soft launching ini juga digelar lelang untuk mendapat nomor seri khusus yang menyentuh angka 30 juta-an rupiah.
Rencananya, Seri Sastra Klasik "Indonesian Cultural Heritage" ini akan dicetak sebanyak 3000 set dan hasil penjualan sebagian akan disumbangkan untuk keluarga para pengarang kedelapan karya tersebut.
Astri
KOMENTAR