"Dibandingkan anak-anak sebayanya, pertumbuhan Hafidz jauh sekali. Jika anak lain dalam sebulan berat badannya paling tidak bertambah setengah kilo, Hafidz paling banyak 1 ons. Atas anjuran dokter, Hafidz saya kasih susu khusus. Hasilnya lumayan. Sebulan bisa bertambah 3 ons. Dalam setahun, tubuh Hafidz sudah mulai berisi. Wah, kalau tidak, tubuh Hafidz pasti hanya kulit dan tulang saja," ujar Maria yang tak pernah putus membawa Hafidz berobat.
Ketika Hafidz berumur 11 bulan. Dokter memutuskan melakukan operasi jantung. "Fungsi jantung Hafidz hanya tinggal 20 persen. Napasnya pendek-pendek. Hafidz dua kali menjalani operasi. Pertama, operasi kateter, tapi enggak bisa. Sebulan berikutnya operasi by pass. Saya bersyukur, operasi berjalan sukses. Napas Hafidz jadi lancar," papar Maria.
Kendati begitu, penderitaan Hafidz belum berakhir. Yang paling menyedihkan bagi Maria, Hafidz tak pernah bisa nyenyak tidur. Sejak bayi, Hafidz selalu menangis dan baru bisa tidur saat dini hari, lantaran kecapekan menangis. Semula Maria dan Sang Suami tak tahu penyebabnya. Belakangan Maria paham, akibat kelainan itu Hafidz merasa gatal di sekujur tubuhnya. Tahun-tahun berikutnya, "Hafidz selalu menggaruk-garuk seluruh tubuhnya. Misalnya saja, ia mencabuti bulu matanya. Bahkan, ia menggaruk kepalanya sampai rambutnya pitak. Dia juga menggaruk sampai kulitnya luka."
Jika sudah begitu, Maria hanya bisa menenangkan Hafidz. Terkadang ia mengompres bagian tubuh buah hatinya yang gatal untuk mengurangi penderitaan Hafidz. "Ketika Hafidz sudah memasuki usia TK, saya tahu dia hobi sekali memasak. Awalnya, dia suka sekali melihat saya membuat kue, lalu ikut-ikutan membantu saya. Sejak itu, kalau dia sudah mulai garuk-garuk, saya ajak dia bikin kue. Salah satunya, saya minta Hafidz membuat adonan. Kalau sudah begitu, dia suka lupa dengan gatal-gatalnya," papar Maria seraya mengatakan, suaminya harus berhenti bekerja demi menemani Hafidz.
Tak Bisa Jalan
Waktu terus berlalu, Maria dan Sugeng tak lelah mengantar Hafidz berobat. Saat Hafidz berumur 3-4 tahun, sebenarnya dokter sudah memutuskan untuk dilakukan cangkok hati. Hafidz termasuk salah satu kandidat untuk mendapatkan cangkok hati di RSCM. "Waktu itu, ada tiga kandidat. Namun anak lain yang menjalani transplantasi hati, karena dokter memilih pasien yang kondisinya paling parah. Menurut dokter, Hafidz masih bisa bertahan."
Maria dan Sugeng tak kecewa. Ia mengaku, mentalnya juga belum siap. "Saya masih berharap, kondisi Hafidz bisa membaik tanpa operasi. Menurut dokter, masih ada kemungkinan Hafidz sembuh tanpa operasi."
Akan tetapi, dalam pemeriksaan di waktu berikutnya, Hafidz tak mungkin sembuh tanpa cangkok hati. Bahkan, usianya sempat diprediksi hanya bertahan lima tahun. Maria dan Sugeng hanya bisa pasrah. Dalam setiap kesempatan, mereka berdoa demi kesembuhan Hafidz, termasuk rajin salat tahajud. Kehendak Allah telah memberi Hafidz umur panjang.
"Ketika Hafidz berusia 6 tahun, dokter mengatakan agar Hafidz sesegera mungkin operasi. Hafidz juga sudah siap. Kami diminta untuk mencari sponsor. Kami sempat kebingungan, dari mana dananya? Biaya operasi, kan, 1 miliar lebih."
Mulailah Sugeng mencari dana ke mana-mana, termasuk mengurus surat KJS dan Jamkesmas. Namun semua fasilitas pengobatan itu belum menjangkau untuk operasi cangkok hati. "KTP suami, kan, DKI Jakarta. Di masa Pemerintahan Pak Jokowi ini, kami dapat bantuan pengobatan. Lumayan, untuk tambah biaya berobat meski masih harus menombok. Soalnya, ada obat dan vitamin yang tak ditanggung KJS," kata Maria yang mendapat bantuan dana dari sahabat dan kerabat.
Sayangnya, di usia 6 tahun itu Hafidz masih harus mengalami cobaan. Sebenarnya, meski kondisinya rapuh, Hafidz sudah bisa berjalan seperti anak-anak lain. Maria juga selalu menjaga buah hatinya dengan ekstra ketat. "Mengingat kondisi Hafidz seperti itu, saya hanya bisa menyekolahkan Hafidz di tempat semacam bimbingan belajar yang waktunya paling lama setengah jam. Dia tak saya masukkan ke TK yang waktu belajarnya sampai beberapa jam. Tapi di usianya 6 tahun itu, kami kecolongan. Hafidz sempat jatuh."
Akibatnya cukup fatal. Tulang Hafidz yang rapuh membuatnya tak bisa berjalan sampai sekarang. Tak ada yang bisa dilakukan untuk mengobati penyakit tulangnya. "Sebab kalau dilakukan, fungsi hati Hafidz tidak kuat. Saya mesti menggendong Hafidz ke mana-mana. Supaya bisa bersosialisasi dengan teman-temannya, saya ajak Hafidz bermain. Selain itu, saya juga mengajari dia baca-tulis dan mengaji. Dia sudah pintar mengaji, lo," kata Maria dengan bersemangat.
KOMENTAR