Jakarta masih berselimut mendung ketika Is bersama empat rekannya mendatangi Polda Metro Jaya, Selasa (22/1). Lima perempuan ini mengenakan penutup wajah. Mereka ditemani dua penasihan hukum dari LBH APIK, Rinto Tri Hasworo dan Uli Pangaribuan. Dari nada bicaranya, terdengar Is memendam beban berat sekaligus amarah.
"Hari ini kami ingin melaporkan perbuatan asusila yang dilakukan atasan kami," ujar Is di halaman SPKT Polda Metro Jaya. Suaranya tertekan menaham emosi.
Karyawati LKBN Antara ini mengungkapkan, kejadian yang ia alami bersama teman-temannya terjadi sekitar Maret sampai Desember 2013 lalu. Kala itu, mereka punya atasan baru bernama FCK, pria paruh baya asal Makassar yang baru saja mendapat promosi menjadi Kepala Divisi Pengembangan Bisnis.
Is mengaku mengalami pelecehan saat jam kerja di ruang pimpinannya. "Dilakukan di ruangan kerja dengan kondisi ruangan ditutup rapat dan dikunci oleh yang bersangkutan. Dia melakukannya dengan ancaman," ujar Is.
Ancaman yang dimaksud Is, antara lain dengan tidak memperpanjang kontrak kerja dan tidak menanda tangani KPI (sistem penilaian karyawan). Memang, sampai sekarang ada yang KPI-nya tidak ditandatangani oleh yang bersangkutan," ujar Is.
Sekian lama pula Is memendam kepedihan. Perasaan malu dan trauma membuatnya baru sekarang berani melaporkan perbuatan FCK. Ia merasa sudah cukup mengumpulkan keberanian.
"Yang berani ke sini adalah yang berani membela harga dirinya yang terkoyak. Kami sadar sepenuhnya ini tidak mudah dan berat buat kami. Laporan kami juga akan menuai pro dan kontra. Tapi kami harus melakukannya," ungkap Is berapi-api.
Is berharap, upayanya melaporkan FCK agar terlapor bisa mendapatkan hukuman setimpal, sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. "Kami berharap bisa dapat keadilan dan sekaligus mengedukasi perempuan untuk tidak takut menyuarakan kebenaran dan menyatakan kejujuran. Kami juga ingin mengedukasi laki-laki bahwa perempuan bukan untuk dilecehkan, karena dilecehkan itu sakit!" tandas Is.
Tampak sekali Is begitu emosional saat menceritakan pengalaman pedihnya. Ia pun kemudian limbung dan pingsan.
Dihantui Ancaman
Penasihat hukum Is, Rinto Tri Hasworo dalam kesempatan terpisah mengatakan, sebenarnya korban FCK ada enam orang, namun satu orang tidak ikut melaporkan. Dari kelima korban, modus yang digunakan pelaku nyaris sama. Korban disuruh ke ruang kerjanya untuk mengurus suatu pekerjaan. "Begitu masuk ruangan, terduga pelaku mengunci pintu. Ia meraba-raba bahkan mencium korbannya," tutur Rinto.
Oleh pelaku, kejadian ini terus diulang. Rinto belum mendapat data berapa kali masing-masing korban mengalami pelecehan. Yang pasti lebih dari sekali.
Semua ini bisa terjadi, "Karena relasi kekuasaan yang tidak seimbang. Ia bisa memerintahkan korbannya sambil melakukan ancaman. Bahkan, ada salah satu korban yang setelah masuk, diseret dan dibawa ke sudut ruangan. Bahkan, sampai ada yang roknya disingkap," kata Rinto seraya menjelaskan para korbannya itu dua orang lajang dan tiga orang sudah bersuami. "Bahkan, ada yang anaknya sudah mahasiswa."
Para korban tentu saja tidak pasrah begitu saja mengalami pelecehan seperti ini. Misalnya Is, yang berani melawan. "Tolong Bapak hargai saya seperti saya menghargai Bapak!" ujar Is seperti ditirukan Rinto.
Cara lain yang digunakan pelaku saat korban masuk ke ruangannya, "Ia dipersilakan duduk. Seperti biasanya, pelaku mengunci pintu dan memeluk serta menciumi korban. Bahkan, sampai ada yang tubuhnya ditelentangkan di kursi. Korban menepis sampai terjatuh. Pelaku masih mencoba mencari kesempatan dengan pura-pura menolong. Padahal, itu upaya untuk kembali melakukan pelecehan."
Di hari berikutnya, pelaku memanggil korban yang lain lagi. Si korban yang rata-rata berusia 40-an ini diminta pelaku menelepon salah satu kepala biro di ruangannya. Nah, saat korbannya menelepon, "Pelaku kembali melakukan pelecehan. Tentu saja si korban tak berani berteriak karena dia, kan, sedang menelepon kepala biro yang jabatannya lebih tinggi."
Perbuatan pelaku menimbulkan perasaan traumatik pada korbannya. "Bahkan, ada korban yang kelabakan saat membaui parfum yang mirip parfum pelaku. Efeknya memang luar biasa," ujar Rinto.
Sekian lama Is dan temannya sesama korban pelecehan memendam amarah tanpa mampu melakukan apa-apa. Mereka tak berani lapor karena dihantui ancaman pelaku.
"Kalau lapor, korban akan dituntut balik karena mencemarkan nama baik. Korban juga akan diturunkan jabatannya dan ada juga yang diancam kontrak kerjanya tak akan diperpanjang. Sampai suatu ketika ada korban berani sharing dengan temannya. Bermula dari sinilah ketahuan ada korban-korban yang lain," papat Rinto.
Di hari berikutnya saat kembali dihubungi, Is mengaku, semula memang tak berani melaporkan masalah ini. Ia mengaku banyak pro dan kontra di lingkungan tempatnya bekerja. "Banyak juga yang komentar nyakitin hati. Tapi di perjalanan akhir, semua terkuak juga."
Is pelan-pelan mengisahkan, laporan bermula ketika bulan Puasa silam ada yang bertanya, "Apakah pernah mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari pimpinannya."
Awalnya sulit bagi Is untuk mengaku. "Tidak mudah mengaku sebagai korban pelecehan, karena membuka aib sendiri. Selain itu, tidak ada bukti. Di ruangannya, kan, tidak ada CCTV. Selain itu, kaca ruangan diberi kaca film sehingga gelap dan tak terlihat dari luar. Kami sesama korban satu ruangan saja sama-sama tidak saling tahu."
Pertanyaan dari temannya inilah yang kemudian membuka tabir masalah. Sekitar November-Desember, "Kami sesama korban jadi saling terbuka. Ternyata, banyak yang menjadi korban." Akhirnya, mereka pun mendapat pendampingan dari Serikat Pekerja setempat. Pihak manajemen pun akhirnya mengetahui kasus ini. "Tanggal 15 Desember, saya dipanggil direktur umum untuk menceritakan semuanya."
Is sempat takut bercerita. Keberaniannya justru muncul ketika FCK memintanya menandatangani surat pernyataan yang menyebutkan ia tak pernah menjadi korban pelecehan. "Saya tidak mau. Semua korban dimintai tanda tangan. Rupanya dia sudah dipanggil direksi dan dimarah-marahi."
Kala itu, FCK meminta tanda tangannya dengan dalih atas nama loyalitas. Is sempat menggugat, "Apa harus seperti itu? Kalau diminta loyalitas, saya termasuk karyawan yang loyal. Hampir sebagian besar tugas yang tidak sanggup dia kerjakan, saya yang handle."
Selama ini, Is mengaku kerap memberontak tindakan FCK. "Karena kerap menolak perbuatannya, dia suka memarahi saya. Meski 1- 2 kali saya tolak, dia terus berusaha mengulangi perbuatannya. Saya sudah bilang tidak mau, tapi dia tidak peduli."
Is juga menceritakan, jabatan FCK tergolong tinggi. "Dia setingkat GM, makanya bisa mengancam anak buahnya. Sebenarnya, dia memang tidak bisa terlibat langsung memecat seseorang. Hanya saja KPI karyawan kontrak atau karyawan, kan, harus dia setujui. Misalnya, dia tidak mau pakai seseorang dengan alasan performance-nya tidak bagus. Apalagi karyawan kontrak, tentu tak diperpanjang. Sebagai GM dia bisa menggunakan kekuasaannya."
Harapan Is dan penasihat hukumnya, kasus ini bisa diselesaikan sesuai hukum yang berlaku. Is pun berharap, tak ada lagi karyawati yang jadi korban pelecehan di tempat kerjanya.
Pihak LKBN Antara mendukung upaya para korban yang melaporkan kasus ini ke pihak berwajib. "Pihak manajemen memberikan ruang kepada mereka untuk melanjutkannya ke ranah hukum. Sebab, yang membuktikan dugaan pelecehan ini memang pengadilan," tutur Iswahyuni, Corporate Secretary LKBN Antara, didampingi Humas LKBN Antara Prima Yanti.
Dikatakan Iswahyuni, pihak manajemen sudah melakukan tindakan atas dugaan kasus ini. "Secara resmi laporan disampaikan ke manajemen awal Desember lalu. Yang menjembatani adalah Serikat Pekerja. Setelah itu, korban bertemu dengan Direktur SDM dan menceritakan apa yang mereka alami. Kami juga meminta mereka membuat laporan secara tertulis. Hal yang sama juga kami minta kepada terduga. Jadi, kedua belah pihak kami dengar keterangannya."
Iswahyuni mengungkapkan, lembaganya membentuk satu tim untuk memproses kasus ini. Dari pihak korban mengaku telah mengalami pelecehan seksual sepanjang Maret sampai Desember. Namun terduga tak mengakui perbuatannya. Ia hanya mengaku melakukan cipika cipiki sebagai bentuk kehangatan pergaulan. Meski demikian, "Kami, kan, melihat situasinya. Kesimpulan antara pengakuan korban dan terduga, ada beberapa hal yang tak ketemu."
Pihak manajemen pun menilai FCK telah melakukan pelanggaran. "Kami hanya melakukan tindakan administratif. Yaitu mencopot jabatan terduga dan mengembalikannya ke posisi semula. Karena beliau berasal dari divisi pemberitaan, kami kembalikan ke divisinya. Sekarang, dia kembali ke Makassar. Posisi struktural lepas dan jadi staf biasa. Ini adalah sanksi terberat yang bisa kami lakukan," tegas Iswahyuni.
Iswahyuni menambahkan, pihaknya akan menghormati proses hukum yang akan berlangsung. Untuk sanksi kepada terduga, menurut Iswahyuni, "Kami menunggu sampai kasus ini sudah berkekuatan hukum tetap alias inkrah," ujar Iswahyuni. "Oh ya, kami juga memberi perhatian kepada para korban. Mereka mendapat kelonggaran untuk cuti bila ingin menenangkan diri. Biaya ke psikolog untuk menghilangkan traumatiknya juga kami cover."
Laili Damayanti, Henry Ismono
KOMENTAR