Hujan deras dengan intensitas tinggi yang mengguyur Kota Manado dan sekitarnya mengakibatkan ruas jalan antara Manado menuju Tomohon putus akibat longsor, sehingga, sejumlah kendaraan dari dan menuju Tomohon tak bisa mengakses jalan ini, sejak Rabu (15/1) pukul 09.30 WITA. Selain longsor, beberapa pohon yang tumbang juga memenuhi badan jalan.
Evakuasi korban banjir dan longsor pun hingga saat ini masih terus dilakukan. Kegiatan penyelamatan ini tak hanya dilakukan oleh relawan serta petugas. Tiga wartawan Tribun Manado pun sempat terlibat dalam aksi kemanusiaan ini. Mereka adalah Charles Komaling, Yudith Rondonuwu, dan Kevrent Sumurung.
Saat melakukan peliputan, ketiganya mendapat kabar, ada puluhan anak TK Providensia Dendengan Dalam Manado masih berada di lantai atas taman pendidikan akibat terjebak banjir. Tanpa pikir panjang, mereka langsung menjangkau mereka dengan memberi bantuan makanan. Aksi spontanitas penggalangan dana di Redaksi Tribun Manado pun dilangsungkan.
Begitu uang terkumpul, di tengah hujan lebat, ketiga wartawan tadi meluncur mencari makanan dan minuman untuk dibawa demi membantu anak-anak TK itu. Ketika jarum jam menunjuk 02.00 WITA dan hari telah berganti, Kamis (16/1), bersama regu penyelamat Forum Komunikasi Pencinta Alam (FKPA) dan Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI) Sulut, mereka berusaha menjangkau lokasi.
Hieni Morasa, pimpinan TK ini mengaku, tak pernah mengira peristiwa buruk akan menimpa mereka. Namun ia bersikap tenang dan tak panik. "Sejak pagi di sini dan anak-anak sudah kami bawa ke lantai tiga. Tak ada yang sakit atau cedera, semua baik-baik saja," ujarnya.
Ponsel milik Hieni mati sehingga ia tak bisa dihubungi. "Sekarang tinggal 20-an anak di sini. Yang lain sudah dijemput orangtuanya. Sisanya masih menunggu dijemput orangtua, karena kami tak bisa sembarang menitip ke orang lain," tegasnya.
Sumbangan berupa 20 nasi bungkus, enam bungkus cokelat, biskuit, susu, serta satu dus air minum kemasan yang memang disiapkan untuk pengungsi dalam kondisi darurat berhasil diberikan tim wartawan Tribun Manado. "Tadinya sumbangan makanan ini akan kami bagi ke para petugas SAR. Lalu kami dapat informasi via BBM, masih ada anak-anak kecil yang belum makan dan terjebak banjir di Dendengan Dalam. Kebetulan ada tim SAR yang akan mengevakuasi, jadi kami ikut bergabung," ucap Komaling.
Ketika rombongan akan kembali, tiba-tiba terdengar suara bergema dari sebuah ruko yang mengabarkan ada bayi terjebak di bangunan lantai tiga. Sayangnya, bayi itu harus menunggu giliran dievakuasi. Pasalnya, "Ada satu keluarga yang menumpang perahu karet. Berisi dua ibu, satu anak perempuan, satu nenek, serta dua bapak yang menumpang. Saya duduk di bagian paling belakang. Sementara semua anggota tim yang jumlahnya enam orang, berjalan kaki sambil menarik perahu karet menuju daratan," tutur Komaling.
Usai membawa penumpang perahu karet tadi, tim kembali menyelamatkan si bayi yang terjebak. "Jam sudah menunjuk pukul 03.30 WITA. Seorang bayi yang baru berusia beberapa bulan sedang dipeluk ayahnya di sana. Akhirnya evakuasi pun berhasil," sambung Yudith.
Suasana kota Manado yang masih belum pulih akibat banjir kembali heboh. Jumat (17/1) menjelang sore, ratusan orang tumpah ruah ke Jalan Pierre Tendean Boulevard dalam kepanikan. Ada yang berlari, setengah berlari, dan banyak yang sibuk bertelepon. Mereka keluar dari mal-mal, toko-toko, dan rumah makan, lantaran mendengar isu air laut di pantai surut dan akan terjadi tsunami.
Isu tsunami yang juga menyebar melalui media sosial itu membuat panik warga. Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVBMG) Surono kepada Tribun Manado menegaskan, kabar tsunami di Manado itu bohong. "Itu tidak benar. Status gunung-gunung di Sulut sekarang aman. Tak ada hubungan banjir dan gunung meletus," jelasnya via telepon.
Dikatakannya pula, memang ada gunung bawah laut di daerah Kepulauan Siau dan Sangihe, tapi gunungnya kecil. Kalaupun meletus, tak akan menyebabkan tsunami. "Memang ada, tapi gunung kecil. Kalau pun selama ini meletus, tak ada tsunami, kan? Jadi itu bohong, warga jangan panik," tutupnya.
Banjir yang menerjang 75 persen wilayah Manado ini pun telah memaksa ribuan warga mengungsi. Ratusan orang lainnya yang terjebak di tengah banjir baru bisa keluar Jumat (17/1) pagi. Wilayah yang terkena banjir terlihat porak-poranda. Puing-puing bangunan rumah dan perabotan terlihat berserakan di mana-mana. Sementara itu, ratusan kendaraan terempas banjir.
Wali Kota Manado Vicky Lemuntut lantas mengumumkan penetapan status darurat bencana bagi Kota Manado setelah banjir bandang melumpuhkan kota itu. Status darurat bencana ini ditetapkan mulai tanggal 15 hingga 29 Januari. Keputusan ini dikeluarkan Vicky Lemuntut usai menggelar rapat koordinasi dengan jajarannya di Manado, Kamis (16/1).
Sementara itu, Gubernur Sulawesi Utara SH Sarundajang menyampaikan, ada sekitar 40 ribu kepala keluarga yang terkena dampak banjir. "Kemarin malam sudah sekitar 60 persen diungsikan dan sisanya Jumat ini sudah diungsikan," kata Sarundajang.
Banjir bandang kali ini terjadi hampir di 75 persen wilayah di Manado, yang membuat ribuan rumah warga rusak parah. Puluhan rumah hanyut dibawa arus banjir. Ratusan kendaraan bermotor pun terempas. Sedikitnya, 15 orang dilaporkan tewas.
Bencana alam ternyata tak hanya terjadi di Kota Manado, tapi juga terjadi di beberapa kabupaten atau kota lainnya di Sulawesi Utara. Di Tomohon, longsor yang terjadi di Tinoor merenggut empat korban jiwa. Sejumlah orang dilaporkan hilang. Di Minahasa, tiga korban tewas terseret banjir. Bencana juga terjadi di Kabupaten Sangihe dan Minahasa Utara. Curah hujan yang sangat tinggi dan angin kencang menjadi salah satu penyebab terjadinya bencana.
Edwin Yusman F
KOMENTAR