Blitar tak hanya terkenal sebagai kota tempat pemakaman sang Proklamator RI Ir. Soekarno. Tapi tiap kali menyebut nama kota yang berjarak sekitar 160 km sebelah selatan Surabaya itu, akan teringat pula kelezatan bumbu pecelnya. Salah satu tempat pembuatan bumbu pecel yang terkenal adalah di Kelurahan Karangsari, Kec. Sukorejo, Kota Blitar.
"Saya tidak tahu kenapa, yang pasti sejak dulu Kelurahan Karangsari sudahsangat terkenal dengan produksi bumbu pecelnya," kata Hj. Suyati (79) yang biasa disapa Mbak Suyati, salah seorang pemilik usaha bumbu pecel di sana.
Ibu lima anak, 19 cucu, dan 12 cicit yang masih terlihat cekatan itu menjelaskan, saat ini usahanya justru semakin membesar. Padahal ketika pertama kali mengawali usaha di tahun 1990, sekali buat ia hanya menghabiskan kurang dari 5 kg kacang. "Itupun baru habis beberapa hari kemudian," imbuh Suyati, yang meski sudah sepuh tapi pendengarannya masih baik dan ucapannya terdengar tegas.
Saat ini, lanjutnya, bila dirata-rata sehari bisa menghabiskan bahan baku kacang sekitar 30 kg. Dan jumlah itu akan meningkat tajam ketika Lebaran tiba atau musim liburan panjang, ketika banyak pendatang atau warga Blitar mudik ke kampung halamannya. "Kalau Lebaran jangan ditanya lagi, berapa pun produksinya hampir pasti habis. Soalnya, para pembeli baisanya membeli dalam jumlah banyak untuk dibawa ketika kembali ke kota tempat tinggalnya masing-masing sebagai oleh-oleh," katanya sambil tersenyum.
Bahkan, beberapa tahun silam, ia pernah mendapat pesanan bumbu pecel dari salah seorang pedagang Indonesia yang tinggal di Saudi Arabia dengan jumlah cukup fantastis, dua ton bumbu pecel! "Usaha saya ini, kan, usaha rumahan, sehingga untuk modal beli bahan baku yang jumlahnya cukup banyak, saya minta agar si pemesan mengiirim uang terlebih dulu. Kalau tidak begitu, dari mana saya punya uang?" katanya sambil tertawa.
Bumbu pecel yang ia jual juga sama sekali tanpa menggunakan bahan pengawet. Gula merah yang menjadi salah satu bahan bumbu secara alamiah berfungsi sebagai penganti bahan pengawet.
Saat ini, bumbu pecel produksinya ada tiga varian: pedas, sedang, dan tanpa cabai, yang dikemas 200 gram dijual seharga Rp700, 1/2 kilogram seharga Rp 17 ribu, serta 1 kg seharga Rp33 ribu. "Bumbu saya ini sudah sampai ke beberapa kota lain di Indonesia," pungkasnya yang mengaku tak buka cabang di kota lain.
Gandhi Wasono M.
KOMENTAR