Suasana ruang sidang VI Pengadilan Negeri (PN) Bandung tampak tegang saat kedua terdakwa mulai memasuki ruang sidang dengan penjagaan cukup ketat, Selasa (3/12). Sementara keluarga Sisca yang sudah hadir sejak pagi mengaku, telah menantikan agenda sidang hari itu. Bahkan ke empat kakak Sisca yakni Nefi (48), Silfie (47), Elvie (44), dan Mayfie (40) sebelumnya sempat melihat dua terdakwa dari balik sel PN Bandung seraya menunggu jalannya sidang.
Kesedihan memang masih terekam jelas di wajah ke empat kakak Sisca. Rasa kehilangan atas adik kesayangan mereka masih membekas di benak mereka. Ke empat saudari ini pun mengatakan, saling menguatkan dan mengingatkan untuk terus bersabar dan tegar menghadapi sidang perdana ini. "Sudah lah, kita semua harus kuat. Tidak perlu menitikkan air mata di depan mereka (terdakwa)," saran Nefi kepada adik-adiknya yang mulai tampak berkaca-kaca saat melihat kedua terdakwa berada di depan mata mereka.
Sementara itu dengan wajah tertunduk, Wawan dan Ade yang masih memiliki hubungan darah ini duduk di kursi pesakitan dan mulai mendengarkan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat sidang dimulai.
Dalam sidang, keluarga Sisca ingin mendapatkan jawaban atas kematian sang adik yang diduga dengan sadis dibunuh oleh pihak tertentu. Tangisan pilu kakak-kakak Sisca pun sesekali terdengar di dalam ruang sidang. Bahkan seusai sidang, salah satu kakak Sisca sempat pingsan.
Datangi Hakim
Seusai sidang, ketika para terdakwa sudah dibawa keluar ruangan, pihak keluarga Sisca lantas terlihat kompak mendatangi majelis hakim yang diketuai oleh Parulian Lumban Toruan. Mereka memberikan seberkas surat permohonan yang berisi kesaksian dari berbagai sumber mengenai kasus yang menimpa Sisca.
Namun permohonan itu ditolak, bukan lantaran majelis hakim tidak mau menerimanya, melainkan keluarga Sisca diminta untuk mengajukannya pada saat bersaksi dalam sidang yang akan datang, sebab surat permohonan itu tak bisa diberikan kepada majelis hakim seusai sidang.
"Ya, kami pihak keluarga memang mengumpulkan berbagai bukti dan investigasi sendiri, karena kami merasa banyak kejanggalan yang terjadi. Sejak awal, kabar pembunuhan sadis ini kami tahu dari polisi. Berikutnya, katanya hanya penjambretan. Berarti seolah-olah kematian Sisca tidak disengaja. Itu, kan, sudah berbeda. Saya tidak mengerti, di mana letak penjambretannya? Toh, kami enggak mau menuntut siapa-siapa dan menuduh, tapi kami ingin kebenarannya seperti apa? Keluarga hanya ingin semua ini terungkap, sebenar-benarnya," tegas Elvie penuh emosi.
Menurut Elvie pula, surat permohonan yang diberikannya kepada majelis hakim itu berisi banyak bukti dan yang dirasa pihak keluarga dilewatkan oleh pihak penyidik dalam mengusut kasus pembunuhan sadis yang menimpa adiknya itu.
"Andai kasus ini terjadi pada keluarga lain, bagaimana coba? Saya enggak ingin kasus seperti ini terulang, ini jadi pembelajaran untuk semua perempuan dan keluarga. Jika memang ada yang terduga, anggaplah orang-orang tahunya yang diduga itu si Kompol A, saya enggak pernah menuduh Kompol A. Tapi diselidiki juga, dong. Harusnya terbuka kalau memang dia terkait dan kemungkinannya bisa berkembang. Misalnya, menyelidiki ke keluarganya atau ke siapanya lah. Kami enggak menuntut, tapi mohon kasus ini dibuka, jangan disembunyikan begini. Seperti orang bodoh saja," papar Elvie semakin emosi.
Keluarga Sisca mengaku sangat menghormati proses peradilan yang terjadi. Namun mereka juga mengatakan, berharap besar agar kelak hukuman yang dijatuhkan kepada kedua terdakwa sesuai dengan apa yang telah diperbuat mereka, termasuk pengadilan bisa mengungkap apa yang sebenarnya terjadi pada kematian sang adik.
"Majelis hakim, JPU, dan para penegak hukum itu, kan, bisa dibilang sebagai wakil Tuhan di bumi. Jadi kami saat ini hanya meminta campur tangan Tuhan lewat tangan mereka, agar semuanya dapat diungkap. Para wakil Tuhan ini kami harapkan menjalankan tugasnya dengan baik dan mereka semua taat serta takut kepada Tuhan,"harap Elvie.
Elvie yang mewakili keluarganya juga mengatakan, kekuatan mereka dalam menghadapi masalah ini juga tak lain berkat kebaikan Tuhan. "Kami ini cuma orang biasa. Pengacara kami juga titipan dari salah satu keluarga besar yang ikut membantu dan mendukung kami. Untung saja Tuhan baik, memberi kami pengacara yang mau mendampingi dan tahu kondisi kami. Kalau pengacara lain, mana mau datang ke rumah kami yang bobrok begitu," tuturnya.
Elvie yang juga ditemani sang suami, Andi, menuturkan, demi menuntaskan kasus ini keluarga Sisca berharap bantuan masyarakat yang memiliki informasi untuk bisa memberikan kesaksiannya.
"Minta tolong kepada masyarakat, apabila benar memiliki informasi untuk membantu jaksa dan hakim, sekecil apa pun informasinya akan kami terima. Sebab, memang ada beberapa saksi yang akhirnya takut dan mengundurkan diri. Apabila benar melihat peristiwa itu di lapangan, tolong bantu kami," imbuh Andi membantu sang istri.
Sudah Jadi Target
Elvie dan keluarga Sisca juga sangat berharap, kedua terdakwa dalam kasus ini mau jujur mengungkapkan siapa dalang di balik peristiwa ini. "Pengacara terdakwa pernah menyampaikan permintaan maaf kepada kami. Katanya kasihan sama kami dan mereka sudah menyesali. Kami mah enggak perlu dikasihani, lebih baik kasihan sama diri mereka sendiri saja yang masih mengikuti proses persidangan dan enggak jujur. Mereka selalu berdalih, bilang enggak kenal Kompol A. Lha, siapa pula yang menuduh Kompol A? Bagi saya, siapa yang dibelakang mereka, itu yang harus disebutkan. Saya tidak menuduh Kompol A, tapi siapa dalangnya supaya ada titik terang," tandas Elvie.
Elvi bersama kakak dan adiknya pun merasa ada banyak kejanggalan dalam kasus kematian Sisca. "Kedua terdakwa, kan, mengaku enggak kenal Kompol A. Lalu motifnya adalah penjambretan atau motif ekonomi. Lalu, kenapa cuma iPhone 4S yang diambil? Malah setelah itu, iPhone itu juga dibuang. Kan, aneh banget," papar Elvie.
Sebagai bukti lain yang dikumpulkan keluarga Sisca, beberapa cerita terkumpul sejak 100 hari meninggalnya Sisca. Salah satu tante Sisca bahkan pernah mendengar almarhumah bercerita, sebelum peristiwa tragis itu, Sisca mengaku mulai sering berganti nomor handphone karena sering mendapatkan gangguan dan teror. "Dengan adanya cerita ini, kan, bisa kelihatan kalau adik saya sebenarnya sudah menjadi target dan dikuntit. Harusnya itu diselidiki dong!" tukas Elvie masih dengan nada gusar.
Berharap Keadilan
Bagi Elvie dan keluarganya yang lain, kehilangan adik kesayangan dengan cara yang tak manusiawi sudah menjadi "pekerjaan rumah" yang harus diselesaikan sampai tuntas. "Saya tidak tahu bisa kuat sampai kapan menghadapi ini, makanya kami hanya berharap kepada para wakil Tuhan untuk bisa memberikan keadilan yang seadil-adilnya untuk keluarga kami," harapnya.
Bukan hal mudah, lanjut Elvie, menerima kenyataan Sisca harus pergi dengan cara seperti itu. Rasa kehilangan pun tak hanya ia rasakan sendiri, melainkan oleh keluarga besar dan lingkungan tempat tinggalnya. "Sisca orangnya penyayang banget, baik, dan perhatian. Sekarang sudah enggak ada lagi yang rajin bikin kue nastar dan suka dibagi-bagikan ke cici-cicinya (kakak), membelikan baju untuk keponakan-keponakannya, atau masak sambal goreng petai di setiap tahun baru," kenang Elvie mengingat sosok sang adik.
Melalui Tabloid NOVA, Elvie juga mengungkapkan, ingin berterima kasih kepada masyarakat serta kerabat yang peduli dan telah membantu keluarganya dalam menghadapi masalah ini. "Kami ini, kan, termasuk gaptek (gagap teknologi). Jadi ketika ada simpatisan Sisca yang sampai membuat akun @opiniSiscaYofie di Twitter dan membuat blog, rasanya ini juga campur tangan Tuhan. Saya yakin, Tuhan akan terus membantu kami dan menguatkan kami dalam menghadapi permasalahan ini. Saya selalu berdoa agar keadilan kali ini benar-benar berpihak kepada keluarga kami dan kematian adik kami tak lagi menjadi misteri..." doa Elvie.
Swita A. Hapsari
KOMENTAR