Mantan super model Indonesia tersebut menceritakan kehiduapan pribadinya ketika masa remaja. Bagaimana ibunya mendidik dengan sangat baik dengan memberi contoh serta aturan yang ketat namun tidak mengurangi rasa keibuannya.
Ia mengisahkan dulu kendati dirinya menjadi seorang model ternama di Tanah Air dan tinggal di Jakarta namun ibunya tetap memperlakukan dirinya seperti orang daerah yang harus memegang teguh tradisi dan tata krama bermasyarakat maupun beragama.
"Sampai hal yang terkecil misal kalau pas sakit, ibu saya tidak pernah membiasakan anak-anaknya minum obat, tapi memberinya teh panas pahit dan istirahat sebagai obatnya," kata Arzeti yang kebiasaan itu tetap dia lakukan hingga saat ini.
Demikian pula ketika melakukan hubungan dengan lawan jenis ibunya mewanti-wanti agar tetap bisa menjaga diri dan memegang teguh aturan-aturan agama. Karena itu sejak remaja hingga memasuki gerbang perkawinan tidak ada satupun pria yang diajaka ke rumahnya kecuali calon suaminya.
"Mas Didit adalah lelaki satu-satunya yang saya kenalkan pada keluarga. Saya mau mengenalkan karena dia akan menjadi suami saya," papar model yang asal Padang (Sumbar) tersebut.
Demikian pula ketika menjelang melahirkan. Kendati, ia mengalami kesakitan karena kesulitan melahirkan yang suda sehari-semalam, ibunya belum mengijinkan untuk dilakukan operasi caesar tapi tetap minta dilakukan persalinan normal. "Sabarlah Nak, kesakitan dalam melahirkan adalah kenikmatan bagi seorang perempuan," kata sang ibu.
"Dan Alhamdulillah, dengan doa dan kesabaran, saya akhirnya tetap bisa melahirkan normal meski harus mengalami kesakitan yang luara biasa hebat," imbuh mantan model yang saat ini terjun ke dunia politik tersebut.
Apa yang diuraikan oleh Arzeti tersebut membuat ibu-ibu yang mendengar terkesima. Ibu-ibu tak menyangka, bahwa Arzeti juga memiliki kisah hidup yang sangat humanis dan menyentuh.
"Saya engak menyangka lo, ternyata orang selevel Mbak Arzeti masih memegang teguh nilai-nilai agama dan masyarakat tradisional seperti itu," kata seorang ibu muda yang mendegarkan.
Gandhi
KOMENTAR