Banyak cerita menarik mewarnai pengalamannya menangkap momen apa pun ke dalam gambar. Dari peristiwa ekonomi dan olahraga, hingga bencana alam dan konflik sosial. Sebagai foto-jurnalis, Enny memang harus selalu berada di garda depan. Bahkan sering kali nyawa menjadi taruhannya.
Ketika itu, tahun 1986, hanya ia satu-satunya fotografer untuk kantor berita Reuters di Indonesia. Ibu dua anak ini pun harus rela meliput ke banyak tempat di Indonesia. Semua pengalaman profesional Enny bermula dari rasa penasarannya akan fotografi.
Ketika membantu sang kakak yang membuka usaha cuci cetak foto, ia mulai banyak membaca referensi tentang fotografi, bereksperimen, dan mengutak-atik kamera hingga ketajaman matanya terasah saat memotret.
Setelah diterima bekerja, Erni pun menyambangi berbagai provinsi di Indonesia. Tak tanggung-tanggung, targetnya mendapatkan foto berita yang bagus di wilayah konflik atau bencana. Enny pun pernah menembus lautan dari Banda Aceh ke Pulau Sabang untuk mendapatkan foto titik tenggelamnya sebuah kapal feri.
Ia juga meliput peristiwa lengsernya Presiden Soeharto. "Di Semanggi saat bentrok antara mahasiswa dan militer terjadi, peluru berseliweran. Saya berlari dari pohon ke pohon untuk berlindung. Rasanya, kalau bukan berkat perlindungan Tuhan, mudah saja sebutir peluru menyerempet tubuh saya."
Tahun 1999, Enny berangkat ke Timor Timur untuk meliput berpisahnya daerah ini dengan Indonesia. Momen ini pula yang sempat membuat trauma ketika pulang ke Jakarta. Desingan peluru, suara berondongan senjata api, dan para pengungsi yang menjadi korban membuat hatinya lelah menyaksikan berbagai konflik dari garis terdepan.
Setelah melahirkan anak kedua, Enny mulai merekrut sejumlah fotografer muda dari seluruh provinsi. Ia menjadi mentor bagi para fotografer muda yang menghasilkan foto-foto yang mampu memenangi berbagai penghargaan lokal dan internasional.
"Sebagai mentor saya bangga, saya cukup keras kepada anak didik saya. Tapi saya berkeyakinan, anak-anak muda ini seperti saya dulu. Jika dididik dengan benar, bukan tak mungkin mereka jadi fotografer kelas internasional," ujar Enny yang tengah menikmati masa pensiunnya sejak September lalu.
Kini, Enny merasa tugasnya sudah selesai sebagai mentor, "Tapi bukan berarti saya berhenti menggeluti dunia fotografi. Saya akan terus berkarya, entah bagaimana bentuknya. Bagaimana pun, saya kadung jatuh cinta pada dunia ini."
Ade Ryani HMK
KOMENTAR