Ditemui di sebuah kesempatan, penulis puluhan buku seni rupa dan artikel seni, sosial, dan budaya di media massa Agus Dermawan T, menjelaskan mengenai kategorisasi pelukis.
Pria yang lahir di Rogojampi, 61 tahun lalu ini mengatakan jika kategorisasi senior atau yunior dalam dunia seni lukis sebaiknya diukur dengan durasi kekaryaan sang pelukis.
"Sekarang, banyak pelukis umur 30 atau 40 tahun merasa sebagai pendatang baru. Memang sebaiknya kategorisasi ini diukur dari durasi (seseorang) mulai berkarir dalam seni lukis," ungkap Agus.
Dirinya juga pernah bertemu seorang peserta pameran berusia 62 tahun dan mengaku sebagai pendatang baru. "Itu karena dirinya mengaku pernah menggeluti seni lukis, sempat meninggalkannya demi menjadi ahli gardening dan saat tua kembali melukis. Jadi secara durasi, dia merasa masih baru," ungkap Agus.
Sebaliknya, Agus juga pernah bertemu seorang pemuda berusia 16 tahun yang protes dirinya dianggap pelukis yunior. Remaja tersebut mengaku sudah melukis sejak berusia 6 tahun.
"Jadi kalau dihitung sudah 10 tahunan meluki. Anak tersebut juga sudah 30 kali melakukan pameran tunggal dan sudah menyabet lebih dari 30 penghargaan. Tentunya, ini tidak bisa disebut yunior," ujarnya sembari membeberkan akhirnya remaja tersebut diikutkan dalam kategori profesional.
Bagaimana mengukurnya? Menurut pria yang sempat meraih berbagai penghargaan mulai penghargaan Kemenpar dan seni (1998), dinas permuseuman DKI Jakarta 2004, visual arts awards 2011dan 9 penghargaan sastra, pengukuran ini dikembalikan pada penghitungan masing-masing person. "Itu diserahkan ke mereka sendiri sembari kita menilai bagaimana konsep atau lukisan yang mereka perkenalkan," ujar Agus.
Laili
KOMENTAR