Ragam corak seni sulam terbentang dari barat ke timur Indonesia. Semua wilayah, seperti Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Papua, terwakili lewat bahan, motif, warna, dan ragam jenis sulam. Daerah-daerah ini memiliki teknik menyulam tersendiri dan fungsinya pun disesuaikan dengan budaya dan adat-istiadatnya masing-masing.
Di Indonesia, seni sulam sudah lama tumbuh dan berkembang di berbagai daerah di tanah air, namun keberadaannya belum sepopuler seni kerajinan Indonesia lainnya. Sumatera Barat merupakan daerah yang paling banyak menyimpan khasanah seni sulaman. Seluruh produk seni sulam itu kemudian melekat pada berbagai busana dan perhiasan rumah tangga. Setidaknya saat ini ada sekitar 200 KK di Sumatera Barat yang masih bertahan sebagai perajin sulam.
Sementara di sisi lain, seni sulam di luar negeri berkembang pesat dalam berbagai motif, baik tradisional hingga kontemporer. Demikian pula dengan materi yang dipergunakan. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi pelaku seni sulam Indonesia untuk memikirkan cara yang tepat untuk mengembangkan seni sulam Indonesia agar dapat bersaing pada skala internasional.
Sebagai bagian dari upaya pelestarian budaya seni sulam di Indonesia, sekitar tahun 2007 atas inisiatif Triesna Jero Wacik didirikanlah Yasasan Sulam Indonesia (YSI) yang memiliki misi untuk melestarikan, mengembangkan, dan lebih mengenalkan seni sulam kepada masyarakat Indonesia dan Internasional.
Dimulai pada tahun 2012, YSI bekerjasama PGN mengadakan program inovasi dan peningkatan kapasitas perajin sulam di Indonesia. Pelatihan ini dilakukan di 3 (tiga) kota, yaitu Denpasar-Bali, Jember-Jawa Timur, dan Agam-Sumatera Barat. Program ini berupa pemberian pelatihan dan eksplorasi kepada 60 orang perajin dari 3 wilayah yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan seni sulam yang telah mereka miliki dan membuka wawasan agar dapat melakukan inovasi pada produk sulaman.
Berjalan mulai bulan Mei dan berakhir bulan Oktober 2013, program pelatihan ini menghadirkan pakar sulam, Lita Jonathans yang memberikan pelatihan secara teknik. Turut dilibatkan juga dalam program ini fashion desainer Samuel Wattimena dan Didi Budiardjo untuk membagi pengetahuan dan membuka wawasan para perajin tersebut agar lebih kreatif dan dapat membaca selera pasar yang lebih nasional maupun internasional.
Ade Ryani
KOMENTAR