Kondisi keuangan yang benar-benar minus, memaksa Rizka berpikir keras akan penganan yang bisa dijual tapi punya keunikan. Akhirnya, terbersit ide membuat oleh-oleh berupa kue lapis talas dengan nama Lapis Bogor Sangkuriang. "Kami terinspirasi dari lapis Surabaya. Jadi, kenapa di Bogor tidak ada lapis Bogor? Bogor, kan, kota pariwisata. Tiap akhir pekan selalu macet oleh wisatawan. Kami pikir, jika bisa menjaring 10 persen saja dari mereka untuk beli produk kami, sudah lumayan."
Nah, lantaran Bogor identik dengan talas, maka jenis umbi-umbian ini pun diolah jadi makanan modern. Padahal, Rizka mengakui, dirinya tak mahir membuat kue. Ia hanya coba-coba memodifikasi resep yang dipelajari dari ibunya. "Kebetulan Ibu suka bikin kue rumahan. Saya juga pernah bikin kue. Tapi yang saya bisa, ya, lapis Bogor ini."
Hanya bermodal Rp500 ribu dari peninggalan bisnis bakso, Rizka dan sang suami bergerilya membeli bahan baku dan alat pengukus. Oleh karena dikerjakan hanya berdua, mereka memulai produksi sejak pukul 06.00 hingga pukul 04.00 esok harinya. Tak punya outlet untuk menjual produknya, mereka pun mendatangi kantor-kantor juga orang terdekat. Seperti setelah mendapat pesanan dari tetangga, Rizka mulai menawarkan kue lapisnya ke teman-teman kampus, keluarga lain, kelompok pengajian, dan komunitas, seperti komunitas entrepreneur.
Tak patah arang, ia juga menjajal ke instansi pemerintah. Beruntung pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) merespons baik, bahkan Rizka ditawari menjadi mitra binaan mereka. "Saya sering diajak pameran dan mendapat berbagai pelatihan. Saya juga coba masuk ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, karena di kemasan kue lapis ini tercantum slogan "Visit Bogor". Alhamdulillah, respons mereka juga positif."
Selanjutnya, bisa ditebak, kue lapis Rizka makin merajalela. Produknya dikenalkan ke Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota dan Kabupaten Bogor. Semula hanya satu, lapis Bogor keju. Tapi sekarang ada lapis Bogor talas, lapis Bogor Brownies talas, dan lapis Bogor teh Bogor (green tea). "Kini dalam proses produksi kami berusaha meminimalisir sentuhan tangan selama proses produksi. Jadi hampir semua proses menggunakan mesin, termasuk mengoles krim lapisannya."
Begitu pun dalam penggunaan kemasan. Rizka mendapat banyak pembelajaran. "Setelah ikut beberapa pelatihan saya baru sadar, packaging itu penting banget. Jadi saya mulai ganti kemasan pakai boks. Hasilnya, orang jadi makin tertarik dan lonjakan penjualannya lumayan."
Dari hanya dua boks, kini hasil penjualan mencapai 2.000 boks per hari dengan harga Rp25-30 ribu per boks. Outlet pertama berada di Jalan Baru (Jalan Soleh Iskandar), Bogor, sejak Desember 2011. Empat bulan kemudian, ia membuka outlet di Jalan Pajajaran dan di Puncak pada Desember 2012. Semakin berkembang, Rizka juga sudah punya pabrik sendiri di Tanah Baru, Bogor.
Ciri khas lapis Bogor ini tentu menggunakan talas, teksturnya sangat lembut, dan rasanya tak terlalu manis. Biasanya dijadikan oleh-oleh, dikonsumsi sendiri, arisan, rapat, dan lainnya. "Kami juga sering diminta Istana Negara di Bogor dan Cipanas untuk berbagai acara. Ketika Ibu Ani Yudhoyono ulang tahun beberapa waktu lalu, kue kami dijadikan sebagai suvenirnya. Artis juga banyak yang beli ke sini. Mereka tahu dari media dan sosial media."
Saking larisnya jumlah pembelian lalu dibatasi maksimal lima boks per orang. Bukan apa-apa, sebab baru satu jam dikirim, kue sudah habis karena satu orang bisa beli dalam jumlah banyak. Sehingga, pembeli berikutnya tak kebagian, terutama wisatawan yang datang dari luar kota di akhir pekan.
Ternyata setelah ditilik, orang yang beli dalam jumlah banyak ini menjualnya lagi dengan mobil di tempat parkir depan outlet milik Rizka. Selain dipatok dengan harga tinggi, kue itu tak bisa dijamin kualitasnya. Komplain pun pernah ia terima meski si pembeli tak beli kue langsung di outlet miliknya. "Kue lapis Bogor ini tak menggunakan pengawet, sehingga rentan terhadap panas. Jika biasanya masa kedaluwarsanya empat hari, bisa jadi akhirnya cuma dua hari karena dijual di tempat yang terkena sinar matahari."
Lewat akun Facebook Lapis Bogor dan Twitter @LapisBogor Rizka pun bertekad terus mengelola usahanya tanpa sistem waralaba. "Dulu, cuma saya dan suami yang kelola. Sekarang suami hanya mengurusi operasional, sementara saya mengurusi manajemen," ujar peraih beberapa penghargaan wirausaha ini.
Ade Ryani
Foto: Ahmad Fadilah/NOVA
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR