Tak tanggung-tanggung, rute yang diambil adalah Jakarta-Vietnam-Malaysia. Rute sepanjang 4.500 Km tersebut ditempuhnya dalam 2 bulan.
"Waktu tiba di Malaysia, teman-teman KGB (Kelapa Gading Bikers) salah satunya Sutikno Susilo (perwakilan MURI di Jakarta) nanyain, 'mau kemana lagi?'. Kupikir, aku ingin ke China," kenang Budi saat itu.
Pria yang sejatinya berprofesi sebagai tour guide lepas di Pulau Seribu ini kemudian tertantang untuk mengetahui Asia lewat sudut pandang pesepeda. Hingga akhirnya, Budi memutuskan ber-backpacker keliling Asia.
"Aku sempat bilang via FaceBook kalau ada bantuan makan minum di jalan, aku mau China. Jadi mereka patungan kasih dana untuk di jalan," ungkap Budi. \
Dan, pada Maret 2013 pria jebolan Universitas Tri Sakti jurusan Manajemen ini memulai perjalannya.
Dimulai dari keluar rumah di Jalan Setiakawan V, no.10, RT 11/07, kelurahan Duripulo, kecamatan Gambir, Jakarta Pusat, Budi ke Bandara Soekarno Hatta untuk bertolak ke Ho Chi Minh, dari sana Budi lanjut ke Guang Zhou. Dimulailah perjalanan Budi keliling China, dari Guang Zhou sampai Beijing. Lalu Budi lanjut ke Vietnam lagi, lalu ke Hanoy, Laos, Thailand, Kamboja, Malaysia dan Singapura. Perjalanan itu ditempuhnya selama 4 bulan.
"Dari Singapura saya masu Batam dan menyebrang ke Belawan. Sekarang start lagi ke Aceh mulai kilometer 0 di Sabang," ujarnya bersemangat.
Diakui Budi, kendala yang dihadapi selama bersepeda di negeri orang lebih banyak merupakan kendala bahasa. "Ya, aku memang tidak bisa bahasa asing, seperti Mandarin atau waktu di Thailand," akunya.
Alhasil, Budi kerap menggunakan bahasa tarsan untuk berkomunikasi dan meminta pertolongan.Selain kendala bahasa, kendala lain yang mempengaruhi perjalanan Budi adalah kurangnya informasi soal medan yang dilalui.
"Aku, sih, bawa peta sama GPS. Tapi soal jalan jauh dan rusak tidak pernah tahu," tutur Budi .
Kekurangan ini sempat membuat Budi terdampar di Laos, berjalan 400 kilometer tanpa bertemu orang. "Untung sudah persiapan logistik di tas," terang Budi yang sudah mempersiapkan sepeda backpacker-nya dengan keranjang di depan, belakang dan sisi kanan-kiri untuk membawa perbekalan juga tenda.
Selain terdampar jauh, Budi juga sempat terjebak jalan lumpur yang sulit dilalui. "Itu, selama 6 hari ada jalan hancur penuh lumpur di China, jadi saya tempuh 30 kilometer selama 13 jam. Jadi 3/4 nya jalan itu lumpur," kenangnya.
Jika sudah terpaksa menjalani rute yang sulit, Budi terpaksa bermalam di alam dengan tenda yang selalu dibawanya. "Kalau buat tenda, aku buat jauh-jauh dari jalan dan gelap-gelapan," ujarnya.
Dan jika Budi sedang berada di kota, soal istirahat bisa dilakukan di jalan, buat tenda di halaman rumah orang, atau menginap di belakang rumah makan, SPBU atau sekolah. "Kalau dikasih ijin ya tidur sana, kalau enggak ya pindah," tukasnya.
Apa tujuan utama Budi melakukan backpacker dengan sepeda keliling Asia? Diakuinya jika tujuan awal dirinya adalah ingin melihat kebudayaan dan kehidupan di negara lain. "Dengan naik sepeda bisa lebih santai dan bisa lama menikmati kiri dan kanan sembari memperhatikan sekitar," paparnya.
Hasilnya, menurut Budi kebudayaan dan kondisi kemasyarakatan di Indonesia lebih baik dibanding negara Asia yang lain. Misalnya, ketika Budi di Kamboja, menurutnya walaupun sama-sama negara agraris Indonesia jauh lebih sejahtera ketimbang Kamboja.
"Di sana lebih miskin. Di suatu wilayah, mereka sehari-hari makan singkong ditumbuk. Lalu, soal pendidikan, di Aceh walaupun masyarakat miskin anak-anak masih bisa sekolah. Di sana, kebanyakan anak-anak tidak sekolah. Pokoknya, perbandingan ibukota dengan pinggiran, sangat jauh ketimpangannya. Ternyata, diluar Indonesia ada negara yang jauh lebih miskin," ulasan singkat Budi.
Rencananya, pengalaman Budi melihat wilayah Asia dari atas sepeda ini akan dibukukan bersama rekan-rekan komunitas sepeda KGB. "Ya. Dari catatan harianku, aku mau bukukan. Sekarang sedang proses penyusunan dan akan dibantu teman KGB ke penerbit," ujar Budi.
Laili
KOMENTAR