Diakui Sunarti, berjualan di blok G sebenarnya tempatnya nyaman, tapi pembelinya masih sepi. "Pasar, kan, baru buka. Mungkin banyak orang yang belum tahu. Jadi, saya dan teman-teman pedagang lain memang harus sabar. Sehari, paling hanya dapat omset Rp 200 ribu. Tapi, lumayanlah."
Sunarti mengisahkan, ia sudah sejak tahun 2005 berjualan di area Tanah Abang. "Namun, tempatnya pindah-pindah. Terakhir saya berjualan di trotoar, dekat rumah makan Padang di Blok B. Sering pula ia dagang di badan jalan. Namanya jualan di jalan, kalau udara panas ya kepanasan dan banyak debu. Tiba giliran musim hujan, ya bisa basah-basah sambil mengamankan barang dagangan," ujar wanita asal Wonosari ini.
Dagang di jalanan bersama ratusan PKL lainnya, disebut Sunarti memang mengganggung arus lalu lintas. Ditambah lagi angkutan umum yang berhenti sembarangan, membuat kawasan ini macet dan semrawut. Namun, di tengah kepadatan justru menguntungkan pedagang. "Banyak orang lalu-lalang. Dari semula hanya lihat-lihat banyak yang kemudian beli. Waktu di lapak, sehari bisa dapat omset Rp 1 juta," ujar Sunarti yang dagang bergantian dengan anaknya.
Pagi-pagi ia sudah menyiapkan dagangan. "Siangnya saya istirahat, digantikan anak saya. Sampai malam juga masih ramai, lho. Orang-orang lagi pulang kantor. Kawasan Tanah Abang kan dilalui banyak kendaraan dari berbagai jurusan," kata Sunarti yang sering diajak pameran oleh beberapa instansi.
Sunarti mengakui, Pemprov memang tidak asal menggusur PKL. "Pemprov menyediakan tempat di sini. Sebelumnya, blok G bertahun-tahun kosong, gedungnya jadi kusam. Sekarang sudah bersih dengan cat warna-warni. Pedagang juga diberi kemudahan sewa kios gratis selama enam bulan."
Blok G memang sudah berubah. "Mudah-mudahan mendorong orang untuk makin tertarik belanja di sini," harapnya.
Henry
KOMENTAR