Masih menurut Sarwono, pemerintah sebaiknya membatasi kiprah di pengujian mutu pendidikan dengan melakukan kontrol kualitas. Bukan menentukan semua yang menjadi ukuran kualitas secara nasional.
"Cukup beritahu daerah, apa saja kekurangannya,"tukasnya.
Sarwono menuding, pemerintah saat ini masih terlalu menekankan sentralisasi pendidikan yang kurang masuk akal. "Ada desentralisasi dan itu kurang dimanfaatkan," ujarnya.
Sarwono mengingatkan pada praktisi dan pelaku dunia pendidikan agar kembali pada hakekat pendidikan pada anak.
"Pendidikan yang baik itu yang mengajarkan nilai, sikap, dan resources fullness agar generasi penerus punya akal budi yang cukup untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuannya," tandasnya.
Sayangnya, kualitas pendidikan yang memenuhi hal tersebut masih didominasi oleh sekolah-sekolah internasional yang hanya bisa diraih oleh kelompok masyarakat berstrata ekonomi menengah ke atas.
Selain itu, masyarakat masih memandang sebelah mata kemampuan orangtua untuk menerapkan homeschooling. Bahkan tanpa lembaga tertentu yang mendampingi. "Saya ingat senior kami mantan Menteri Luar Negeri H. Agus Salim. Beliau itu mendidik anaknya sendiri di rumah. Lalu, anaknya ikut sekolah hanya untuk bisa ujian dan mendapat ijasah. Hasilnya, luar biasa," pujinya.
Kendati demikian, Sarwono tidak menafikan kebutuhan anak untuk tetap memiliki akses ke hubungan sosial dan pergaulan dengan rekan sebaya dan juga orang lain.
"Jangan salah, produk homeschooling juga bisa memiliki prestasi yang tinggi," pungkasnya.
Laili
KOMENTAR